Semarang itu sebuah kota yang unik. Ibukota Jawa Tengah ini memiliki kawasan kota atas dan kota bawah. Dekat kawasan pantai, tetapi juga memiliki kawasan perbukitan.Â
Kota atas, menempati daerah perbukitan. Seperti antara lain Tembalang, Bukitsari, Banyumanik, Jatingaleh, Ngaliyan.Â
Sedang kota bawah adalah daerah yang menempati dataran rendah. Misalnya antara lain kawasan Kota Lama, Kawasan Simpang Lima, Kaligawe, Tanah Mas.
Di kawasan kota bawah, ada sebuah pelabuhan yang bernama Pelabuhan Tanjung Emas. Merupakan pelabuhan satu-satunya yang ada di Kota Semarang. Pelabuhan ini, selain Pelayanan Kapal, Pelayanan Barang, Pelayanan Terminal, Palayanan Tanah, Bangunan, Air, dan Listrik.
Tiap tahun menerima kapal pesiar dari luar negeri kurang lebih 25 kali. Juga merupakan terminal pemberangkatan kapal nasional antar pulau.
Semarang terkenal dengan wisata Kawasan Kota Lama, Lawang Sewu, Tugu Muda, Kawasan Simpang Lima, Kampung Pelangi, Goa Kreo, juga Sam Poo Kong.
Semarang juga memiliki tradisi unik yang digelar setiap tahunnya. Antara lain pelepasan lampion yang diadakan pada saat memperingati hari jadi Kota Semarang.Â
Juga acara Dugderan, yang diadakan setiap menjelang ramadan.Â
Selain memiliki wisata yang ikonik, Semarang juga memiliki tradisi-tradisi unik yang patut disimak. Setiap menjelang ramadan, akan diadakan Dugderan.Â
Acara Dugderan biasanya diadakan seminggu menjelang ramadan. Puncak acara, akan diadakan karnaval yang diikuti pasukan merah putih, drum band, pasukan pakaian adat berbagai daerah, meriam, warak ngendog, serta berbagai kesenian lainnya di Semarang, yang diselenggarakan satu hari menjelang ramadan.
Dulu ketika saya masih kecil, acara dugderan ini ditandai dengan banyaknya penjual mainan yang terbuat dari gerabah. Peralatan masak-masakan, guci-guci yang terbuat dari gerabah juga.Â
Kemudian beberapa tahun ke depannya, gerabah itu digantikan dengan bahan seng, yang juga dibuat mainan. Rantang-rantangan, kapal-kapalan terbuat dari seng yang bisa berjalan dengan ditaruh dalam ember besar. Tetapi mainan yang terbuat dari gerabah juga masih ada di jual belikan.
Para penjual itu memenuhi jalan raya di dekat Pasar Johar dan kawasan Masjid Agung Kauman. Pada saat itu, jalanan memang senjaga ditutup untuk kepentingan acara dugderan. Waktunya hanya satu minggu, kemudian ketika memasuki ramadan, pasar dugderan ini akan bubar, dan jalan akan dibuka kembali.
Dugderan sudah dilaksanakan sejak tahun 1882 saat Semarang berada di bawah kepemimpinan R.M. Tumenggung Ario Purbaningrat. Perayaan Dugderan dipusatkan di Masjid Agung Semarang atau Masjid Besar Semarang (Masjid Kauman) yang berada di dekat Pasar Johar.
Penamaan Dugderan berasal dari kata dug dan der. Dug merupakan simbol suara bedug sebagai puncak awal bulan ramadan tiba. Bedug dipukul sebanyak 17 kali. Sedangkan Der merupakan simbol bunyi meriam yang dibunyikan sebanyak 7 kali.Â
Dari perpaduan itulah yang kemudian menjadi Dugderan. Tradisi yang pertama kalinya digagas oleh Bupati Raden Mas (R.M.) Tumenggung Aryo Purboningrat.Â
Tradisi Dugderan sudah menjadi semacam pesta rakyat. Hingga sekarang acara itu masih tetap dilaksanakan. Sebagai pertanda bahwa ramadan akan segera tiba. Dan masyarakat menyambutnya dengan sukacita.Â
Acara Dugderan itu sendiri diselenggarakan setiap tahun, untuk menyambut ramadan suci. Puncak acara dugderan ini diselenggarakan sehari sebelum ramadan dengan mengadakan karnaval dan seremonial, yang biasanya dipimpin oleh Wali Kota.
Maskot Dugderan yang Bernama Warak Ngendog
Selain bunyi bedug dan meriam tersebut, di dalam pesta rakyat Dugderan juga memiliki maskot yang dikenal dengan nama Warak Ngendog.Â
Warak Ngendog adalah sebuah mainan binatang rekaan yang bertubuh kambing dan berkepala naga dengan kulit seperti bersisik dilengkapi beberapa telur sebagai lambang bahwa binatang itu sedang ngendog (bertelur).Â
Warak ngendog dapat diartikan: siapa saja yang menjaga kesucian di bulan Ramadan, kelak di akhir bulan akan menerima pahala pada hari lebaran.
Warak Ngendog juga merupakan simbol kerukunan antar agama dan suku yang terdapat di Semarang. Karena berwujud makhluk rekaan yang merupakan akulturasi atau persatuan dari berbagai golongan, yaitu etnis Cina, etnis Arab dan etnis Jawa.
Puncak perayaan Dugderan Semarang, akan diadakan kirab budaya yang diikuti oleh masyarakat, pemerintah, dan organisasi di Kota Semarang.Â
Warak Ngendog yang menjadi simbol multikultural akan diarak keliling Kota Semarang.Â
Dugderan menjadi acara tahunan yang selalu dinanti-nanti masyarakat. Meski ada beberapa perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Seperti di tahun ini yang diselenggarakan secara sederhana dan hanya simbolik.Â
Dugderan tak pernah berkurang maknanya, meski pandemi membuat tradisi tahunan ini digelar tanpa melibatkan masyarakat umum. Tak hanya itu, bunyi meriam yang biasanya menjadi ciri khas prosesi Dugderan tidak ada.Â
Dugderan tahun 2020 ini, hanya dengan diikuti oleh Wali Kota, Wakil Wali Kota, Sekda, para Kiai, dan takmir Masjid Kauman. Prosesi tetap dilaksanakan namun terbatas, guna menghindari penyebaran Covid-19. Pelaksanaan tradisi dugderan tetap diadakan di Masjid Kauman Semarang.
Semarang, 18 Mei 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H