Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Semarang, Dugderan, dan Warak Ngendog

18 Mei 2020   19:19 Diperbarui: 18 Mei 2020   19:25 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semarang itu sebuah kota yang unik. | Foto: Wahyu Sapta.

Dulu ketika saya masih kecil, acara dugderan ini ditandai dengan banyaknya penjual mainan yang terbuat dari gerabah. Peralatan masak-masakan, guci-guci yang terbuat dari gerabah juga. 

Kemudian beberapa tahun ke depannya, gerabah itu digantikan dengan bahan seng, yang juga dibuat mainan. Rantang-rantangan, kapal-kapalan terbuat dari seng yang bisa berjalan dengan ditaruh dalam ember besar. Tetapi mainan yang terbuat dari gerabah juga masih ada di jual belikan.

Para penjual itu memenuhi jalan raya di dekat Pasar Johar dan kawasan Masjid Agung Kauman. Pada saat itu, jalanan memang senjaga ditutup untuk kepentingan acara dugderan. Waktunya hanya satu minggu, kemudian ketika memasuki ramadan, pasar dugderan ini akan bubar, dan jalan akan dibuka kembali.

Dugderan sudah dilaksanakan sejak tahun 1882 saat Semarang berada di bawah kepemimpinan R.M. Tumenggung Ario Purbaningrat. Perayaan Dugderan dipusatkan di Masjid Agung Semarang atau Masjid Besar Semarang (Masjid Kauman) yang berada di dekat Pasar Johar.

Penamaan Dugderan berasal dari kata dug dan der. Dug merupakan simbol suara bedug sebagai puncak awal bulan ramadan tiba. Bedug dipukul sebanyak 17 kali. Sedangkan Der merupakan simbol bunyi meriam yang dibunyikan sebanyak 7 kali. 

Dari perpaduan itulah yang kemudian menjadi Dugderan. Tradisi yang pertama kalinya digagas oleh Bupati Raden Mas (R.M.) Tumenggung Aryo Purboningrat. 

Tradisi Dugderan sudah menjadi semacam pesta rakyat. Hingga sekarang acara itu masih tetap dilaksanakan. Sebagai pertanda bahwa ramadan akan segera tiba. Dan masyarakat menyambutnya dengan sukacita. 

Acara Dugderan itu sendiri diselenggarakan setiap tahun, untuk menyambut ramadan suci. Puncak acara dugderan ini diselenggarakan sehari sebelum ramadan dengan mengadakan karnaval dan seremonial, yang biasanya dipimpin oleh Wali Kota.

Maskot Dugderan yang Bernama Warak Ngendog

Selain bunyi bedug dan meriam tersebut, di dalam pesta rakyat Dugderan juga memiliki maskot yang dikenal dengan nama Warak Ngendog. 

Warak Ngendog adalah sebuah mainan binatang rekaan yang bertubuh kambing dan berkepala naga dengan kulit seperti bersisik dilengkapi beberapa telur sebagai lambang bahwa binatang itu sedang ngendog (bertelur). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun