Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tersangka Tawuran Itu... Aku

8 Januari 2019   16:08 Diperbarui: 8 Januari 2019   16:15 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay.com

Gerombolan anak seragam SMA berjumlah puluhan itu membuatku takut. Sungguh, aku takut. Mereka berteriak sambil mengacungkan senjata tajam yang ada di tangan. Mereka tampak tak bersahabat. Entah apa yang ada di benak mereka. Tetapi yang jelas, mereka kalap dan seperti lupa diri. Mereka seperti siap hendak berperang. Tapi, perang apa? Apa yang dibelanya? Solidaritas?

***

Kidung Lanang. Itu nama yang diberikan oleh ayah ibu untukku. Sebuah nama yang memiliki keindahan. Seperti harapan yang diinginkan oleh mereka. Tetapi nama itu beringsut surut. Tak ada lagi keindahan. Kini tak ubahnya, sebuah kesenduan. Aku menjadi anak yang sangat bengal.

Memang selama ini aku mencoba menjadi anak yang baik. Berteman dengan anak-anak yang menurutku baik dan memiliki solidaritas tinggi. Mereka ringan tangan saat temannya menghadapi masalah dan siap dengan tulus membantu.

Mereka tahu, bahwa aku adalah anak lemah lembut meskipun anak laki-laki. Bahkan mereka menjaga diriku agar tak terluka. Apabila ada yang mencoba membully dengan memaksaku memberi uang. Jika aku tak memberinya, aku akan dilukai. Mereka dengan sigap membela.

"Kidung, kamu nggak usah ikut-ikutan kami melakukan ini. Kamu anak baik. Jangan sampai seperti kami." kata Puguh. Ia adalah anak yang paling memiliki nyali paaling besar di antara teman lainnya. Ia mampu menegak sebotol minuman keras, meskipun berakhir mabok.

Sebaik-baik mereka, aku akhirnya terpengaruh juga. Awalnya sedikit, aku mencoba minuman keras. Lama-lama terbiasa. Dan mereka mengacungi jempol buatku.

"Hebat kamu coy! Salut!"

Pujian mereka membuatku merasa melambung, bangga dan lebih berarti di antara kelompok. Hingga mereka memberi julukan padaku Obeng. Nama pemberian dari mereka.

***

Jika kemudian aku memastikan diri untuk bergabung dengan gerombolan Puguh, itu karena ia membuatku percaya diri sebagai lelaki. Ia mengangkatku menjadi tangan kanannya. Aku yang dipercaya olehnya dengan berbagai urusan. Bahkan kadang menitipkan motornya di rumahku. Motor yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun