Aku mendatanginya. Ia menerimaku dengan tangan terbuka.
"Menurutku, kamu bukan tidak ingin pulang. Kamu belum memahami apa arti pulang," katanya pada suatu hari.
"Ruhita, aku terpuruk dalam jurang yang dalam dan gelap. Aku kebingungan. Sedangkan ia meninggalkanku. Sendiri. Benar-benar wanita tak mau diuntung."
"Sudahlah. Tenangkan hatimu. Kau boleh tinggal di sini selama kau suka. Aku tak keberatan. Bukankah rumah ini juga milikmu? Aku hanya berhak menempatinya."
"Ini rumahmu, Ruhita. Tentu saja."
Dulu saat aku masih memiliki banyak uang, rumah ini terselamatkan dari penagih hutang. Aku menolong membereskan semua keuangannya, sehingga rumah ini menjadi miliknya kembali.
Tetapi Ruhita belum ditakdirkan bersamaku.
Istriku kembali dan mau tinggal bersamaku. Jika bukan karena kedua anakku, sebenarnya aku lebih menyukai tinggal bersama Ruhita.
"Tak apa. Istri dan anakmu lebih berhak pada dirimu."
***
Malam ini adalah malam bulan purnama. Ada desakan yang menghentak-hentak agar aku menemui Ruhita. Aku rindu padanya. Telah lama aku tak berkunjung ke rumahnya.