Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Arti Pulang

22 November 2018   23:55 Diperbarui: 23 November 2018   15:09 1735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berjalan mengelilingi setiap sudut ruangan. Pikiranku mengembara. Mengelana menelusuri kenangan yang bagai berombak-ombak, datang dan pergi.

Dulu, di waktu yang lama. Aku adalah seorang lelaki tangguh. Laki-laki mapan. Dengan segala atribut kekayaan. Memiliki seorang istri yang cantik dan dua anak yang pintar dan sehat. 

Hingga suatu hari aku mengenalnya. Kata-kata yang ia miliki selalu saja membuatku tergila. Kata yang merasuk dalam sukmaku. Membuatku semakin terpanah oleh rajutan asmara. Kelembutan suaranya, memberikan resonansi rindu.

"Ada kalanya, satu kejadian bisa menjadi titik balik seseorang dalam melakukan suatu hal kebaikan. Setidaknya itu tergambar jelas dari apa yang kau lakukan padaku. Terimakasih kau telah menolongku. Sungguh, kau adalah laki-laki yang baik hati." katanya lembut.

Dan seketika ia memberikan seluruh dirinya padaku. Aku tak bisa menolaknya, bahkan menginginkannya.

"Tinggallah bersamaku."

"Tetapi..."

"Kau tak harus datang tiap waktu. Aku hanya wanita keduamu. Aku sangat mengerti keberadaanmu."

***

Kehidupan kadang menempati sebuah ruang kosong dan terbawah. Kehidupanku yang dulu berlimpah kemudahan dan materi, harus bisa menerima kenyataan, bahwa aku berada dalam titik nadir. Usahaku koleb. Istriku tidak bisa menerima kenyataan. Dan begitu mudahnya meninggalkanku dalam keadaan terpuruk dan membawa serta kedua anakku.

Kegamangan melanda dengan masalah yang bertubi-tubi. Aku butuh teman. Yang bisa membuatku tenang. Agar aku tidak menjadi gila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun