Putik memberikan contekan puisinya, yang ia buat pada saat itu juga pada Sheila, yang melompat kegirangan karena ia sangat menyukai puisi Putik.
Bunga-bunga yang sedang bermekaran, bagaimana kabarmu hari ini? Kusapa dirimu, saat senja hampir memagut hari, menyelinap daku di balik rimbunnya dedaunan, menikmati keindahan karunia-Mu, bermekaran dikau tanpa jeda, memanjakan hati yang tengah dimabuk asmara, dunia terasa indah dengan hadirnya bunga-bungamu, apakah benar bahwa yang tampak di depanku adalah kau, hai bungaku?Â
Kakiku menggelinjang saat tak sengaja menginjak batang pohonmu, dikau bagai sesuatu yang berharga bagiku, menyentuhmu pun pelan-pelan, takut menyakitimu, o, bungaku, seandainya bisa kubawa serta kau, akan kuajak kemana yang kita mau, oh.Â
Namun saat kita harus berpisah, dengan sebuah kenangan indah di hari yang sendu sayu, menyambut jingga ke abu-abu, dengan langkah beratku, dan memandangmu, selalu, hingga tak tampak lagi dikau di ujung cakrawala senja syahdu, o, bunga-bunga bermekaran, apa kabarmu hari ini?Â
Daku akan selalu menyukai keindahan di setiap helai nafasmu dan mengingat syahdumu, bagai daku yang sendu hari ini, saat terpikat panah cinta darinya.
***
Bip... layar handphone Putik berkedip. Ada pesan WA. Dari orang yang dicintainya.
"Putik, aku sudah membuat keputusan. Segera kita bertemu, ya. Aku ingin membuat kejutan untukmu."
Putik membacanya sambil menghela nafas. Hem... semoga kabar baik.
"Besok, ya. Sepulang dari kantor. Di tempat seperti biasa."
Lalu pesan itu terkirim.