Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pak Naswan, Puluhan Tahun Menjaga Gedung Karesidenan Pati

6 Februari 2018   14:25 Diperbarui: 7 Februari 2018   13:58 5459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumur tua di dekat kandang kuda dan rumah tua. Airnya penuh loh.. (Dokpri).

Gedung Karesidenan Pati adalah sebuah bangunan tua yang dibangun pemerintah Belanda akhir tahun 1800. Lokasinya berada di Jl. P. Sudirman, Pati, Jawa Tengah.

Depan Gedung SMAN 1 Pati, yang juga merupakan bangunan peninggalan zaman Belanda. Pada zaman dulu merupakan rumah tinggal Residen Belanda untuk Wilayah Karesidenan Pati. Pernah menjadi rumah dinas Kepala Bakorwil-I Jawa Tengah predikat pengganti Residen. Tetapi untuk saat ini, sementara waktu belum berfungsi lagi.

Bangunannya kokoh mirip istana dengan halaman luas dan danau yang ditanami bunga teratai merah. Beberapa pohon langka yang menjulang tinggi, sangat mendukung keangkuhan bangunan tersebut.

Beberapa bangunan pendukung, juga berada di sekitar bangunan utama. Sangat luas. Mencerminkan bahwa dahulu bangunan Gedung Karesidenan Pati merupakan bangunan mirip istana kecil pada zamannya dan megah.

Di depan gedung ada danau yang ditanami bunga teratai merah. Sudah mengalami pemugaran. Dulunya ada pulau di tengahnya. Sekarang ada dua gazebo di tengah danau. (Dokpri).
Di depan gedung ada danau yang ditanami bunga teratai merah. Sudah mengalami pemugaran. Dulunya ada pulau di tengahnya. Sekarang ada dua gazebo di tengah danau. (Dokpri).
Pohon Kenari yang menjulang tinggi menambah kesan kokoh bangunan. (Dokpri).
Pohon Kenari yang menjulang tinggi menambah kesan kokoh bangunan. (Dokpri).
Karena bangunan yang indah dan kokoh ini, masyarakat kota Pati sering mengunjunginya. Ada yang tujuannya untuk berfoto, atau untuk mempelajari sejarah.

Menikmati peninggalan zaman dulu. Nuansa kuno dan jadul. Beberapa tempat memang sangat artistik, misteri dan berbeda dengan zaman sekarang. Bahkan sering juga untuk sesi foto pre wedding dengan latar belakang bangunan zaman Belanda.

Memiliki interior yang menunjukkan zamannya. (Dokpri).
Memiliki interior yang menunjukkan zamannya. (Dokpri).
Pintu yang tinggi menunjukkan zamannya. Terbuat dari kayu jati utuh. Bagus banget. (Dokpri).
Pintu yang tinggi menunjukkan zamannya. Terbuat dari kayu jati utuh. Bagus banget. (Dokpri).
Hari Minggu (4/2/2018), saya dan keluarga berkesempatan mengunjungi tempat bersejarah ini. Pada awalnya kami bertujuan memberi makan Burung Kasuari yang berada di belakang gedung.

Kasuari itu sendiri telah berusia puluhan tahun. Biar anak-anak lebih mengenal alam dan penghuni di dalamnya, termasuk binatang dan pepohonan. Juga makhluk lainnya yang tidak tampak.

Semula ingin memberi makan Burung Kasuari yang berada di belakang bangunan. (Dokpri).
Semula ingin memberi makan Burung Kasuari yang berada di belakang bangunan. (Dokpri).
Memang untuk memberi makan ini harus seijin penjaganya. Kami bertemu pak Naswan. Sebenarnya kami telah lama mengenal pak Naswan. Dari zaman orang tua kami, hingga sekarang, anak-anak kami perkenalkan pada beliau.

Kami memanggilnya dengan panggilan akrab pak Jenggot karena ia berjenggot. Hehehe... Karena telah lama mengenal beliau itulah, maka kami bisa memiliki kesempatan mengitari sekitar bangunan hingga belakang dan dalam.

Gedung Karesidenan Pati tampak belakang. (Dokpri).
Gedung Karesidenan Pati tampak belakang. (Dokpri).
Pak Naswan sangat senang saat bertemu kami. "Wah, ada tamu dari Semarang jauh-jauh datang kemari," katanya. Selesai memberi makan Burung Kasuari, kami diajak untuk berputar. Sambil bercerita tentang sejarah bangunan, dari mulai tahun dan beberapa nama pejabat Residen yang pernah menempati di sini.

Kami mendengarkan dengan seksama sambil mengangguk. Katanya, sekitar tahun 1976, bapak Sri Sultan Hamengkubowo ke IX pernah bermalam di gedung tersebut.

Salah satu ruang yang hingga sekarang sakral sekali, merupakan ruangan yang pernah ditempati Sri Sultan. Akan tetapi, paduka sendiri tidak tidur, hanya berjaga di luar sambil merenung. Dan sekarang ruang tersebut dinamakan Ruang Sri Sultan. O, begitu ya. Benar- benar bersejarah dan memiliki banyak cerita.

Pak Naswan, berpuluh tahun menjaga Gedung Karesidenan Pati. (Dokpri).
Pak Naswan, berpuluh tahun menjaga Gedung Karesidenan Pati. (Dokpri).
Hem, kami sangat mengagumi bangunan tua yang masih terawat ini. Interiornya juga menggambarkan usia bangunan itu. Klasik dan indah. Beberapa lukisan yang bertengger di dinding bangunan, ternyata adalah hasil karya Pak Naswan yang memang pandai melukis. Disamping senang melukis, ia juga pandai membuat pigura dan spanram untuk media kanvas melukis. 

Dulu suami saya yang juga berhobi melukis, sering memesan spanram pada pak Naswan. Sekarang, ia masih menerima pesanan pigura dari beberapa kenalan yang berkunjung ke sini.

Lalu kamipun di ajak ke halaman belakang. Sebuah bangunan yang sudah tidak berfungsi dan tertutup rapat. Dulunya berfungsi sebagai kandang kuda. Pernah juga difungsikan sebagai kamar kos para pegawai pada saat gedung masih berfungsi sebagai kantor. Kemudian sebagai gudang dan akhirnya sekarang dibiarkan kosong dan tidak berfungsi. 

Bangunan yang terlihat kuno dengan rerumputan yang meninggi memberi kesan seram. Tetapi kata pak Naswan, ia bersikap biasa dan tidak takut, saat kami tanya, apakah ia tidak takut setiap hari menghadapi situasi seperti ini. Asal kita saling menghormati dan tidak saling mengganggu, pasti aman. Jangan biarkan otak kita kosong, agar makhluk lain yang tak tampak pun tidak akan mengganggu, lanjutnya.

Dulu adalah kandang kuda, sekarang belum difungsikan. (Dokpri).
Dulu adalah kandang kuda, sekarang belum difungsikan. (Dokpri).
Di dekat kandang kuda, ada bangunan yang sudah rusak dan tidak berfungsi. Di samping bangunan ini ada pohon beringin yang berdiri kokoh dan telah berusia tua. Pak Naswan pernah menempati bangunan ini beberapa tahun lamanya bersama istri dan kedua putrinya. Akan tetapi karena bangunan yang sudah tidak layak, maka beliau pindah dan memiliki rumah sendiri. 

Banyak cerita yang ada selama ia menempati bangunan ini. Tetapi, ia mengganggapnya hal biasa saja. Bahkan bangunan yang dulu ia tempati itu, pernah dijadikan lokasi uji nyali di sebuah televisi swasta yang dipandu oleh Tukul Arwana.

Rumah yang dulu pernah ditempati pak Naswan beberapa lamanya. Pernah menjadi lokasi uji nyali tv swasta. (Dokpri).
Rumah yang dulu pernah ditempati pak Naswan beberapa lamanya. Pernah menjadi lokasi uji nyali tv swasta. (Dokpri).
Sekarang kedua putrinya sudah mandiri dan bekerja. Salah satunya menjadi guru. Keduanya lulusan Unnes Semarang. Bahkan putri yang pertama sudah menikah dan memberikan dua cucu untuknya.

Ada kenangan manis, dari putrinya. Dua buah sepeda yang masih ia simpan di sana. Katanya sepeda itu milik kedua putrinya pada saat sekolah. Putrinya tidak pernah menuntut berlebihan dan menerima keadaan. Ia sangat bangga pada kedua putrinya. Semoga barokah ya pak, kata kami.

Sepeda kenangan kedua putri pak Naswan yang masih disimpan hingga sekarang. (Dokpri).
Sepeda kenangan kedua putri pak Naswan yang masih disimpan hingga sekarang. (Dokpri).
Belakang bangunan, terdapat persawahan dengan pemandangan yang sangat indah. Beberapa petani sekitar bangunan sempat melintas. Udaranya khas persawahan. Kebetulan sedikit mendung, udara sejuk dan tidak panas. 

Tumpukan jerami berada di bawah pohon beringin yang tumbuh di sana. Biji beringin yang berwarna merah banyak jatuh di tumpukan jerami. Indah sekali. Akar pohon beringin yang menjuntai ke bawah, benar-benar memberikan sensasi yang tak biasa. Seperti berada si suatu tempat yang tak biasa.

Pemandangan belakang bangunan. Persawahan yang sangat segar udaranya. (Dokpri).
Pemandangan belakang bangunan. Persawahan yang sangat segar udaranya. (Dokpri).
Pohon Beringin berdiri kokoh dengan tumpukan jerami dari persawahan di belakang bangunan. (Dokpri).
Pohon Beringin berdiri kokoh dengan tumpukan jerami dari persawahan di belakang bangunan. (Dokpri).
Biji Beringin di antara jerami. Indah, ya! (Dokpri).
Biji Beringin di antara jerami. Indah, ya! (Dokpri).
Berpose di rumah tua di belakang Gedung Karesidenan Pati. (Dokpri).
Berpose di rumah tua di belakang Gedung Karesidenan Pati. (Dokpri).
Sumur tua di dekat kandang kuda dan rumah tua. Airnya penuh loh.. (Dokpri).
Sumur tua di dekat kandang kuda dan rumah tua. Airnya penuh loh.. (Dokpri).
Bunga Liar yang indah di antara rerimbunan semak di rumah tua belakang gedung Karesidenan. (Dokpri).
Bunga Liar yang indah di antara rerimbunan semak di rumah tua belakang gedung Karesidenan. (Dokpri).
Tak terasa sudah satu jam lebih kami bersama pak Naswan. Rasanya tak ada habisnya cerita yang datang darinya. Maka itu, ia sering menjadi pemandu rombongan anak-anak sekolah yang berkunjung untuk mempelajari sejarah Gedung Karesidenan Pati. 

Nampaknya beliau sudah menyatu dengan bangunan ini. Jelas saja, karena sejak tahun 1971 beliau sudah bekerja menjaga gedung. Dari sejak masih belum berkeluarga hingga memiliki keluarga dan bercucu.

Kemudian kami di ajak ke depan. Dekat lapangan tenis. Hanya lapangan tenis yang masih berfungsi. Dua lapangan tenis, masih digunakan oleh masyarakat kota Pati. Pak Naswan sangat populer di kalangan pengguna lapangan. 

Di sebelah lapangan tenis, terdapat bangunan baru. Tempat inilah yang sekarang ia tempati untuk beristirahat di sela waktunya menjaga gedung Karesidenan. Sambil menyalurkan hobinya membuat pigura foto dan menerima pesanan. "Kalau ada memesan pigura foto, bisa memesan kepada saya, ya," katanya sambil promosi. Siap....

Pak Naswan menerima pesanan pigura. (Dokpri).
Pak Naswan menerima pesanan pigura. (Dokpri).
Rasanya belum puas, kami masih penasaran pada pohon-pohon besar yang berada di depan sekitar bangunan. Ternyata pohon-pohon itu adalah pohon kenari. Ooo... baru tahu. Banyak biji hitam jatuh di rerumputan.

Biji kenari. Kamipun ingin tahu, seperti apa isi biji kenari. Karena keras, kami tidak berhasil membukanya dengan tangan kosong. Ketika pak Naswan tahu, langsung ia mengambil palu dan tali plastik dan mengajari kami cara membuka kenari. Hahaha... sungguh baik hati beliau ini. Bahkan mencarikan beberapa biji kenari yang sudah jatuh. Dengan suka cita, kamipun belajar membuka kenari.

Belajar memecah kenari. (Dokpri).
Belajar memecah kenari. (Dokpri).
Aduh, tak terasa waktu berlalu. Saatnya harus pulang. Dengan berat hati kamipun berpamitan. Kapan-kapan kami mampir lagi ya pak Naswan. Terimakasih banyak atas semuanya. Senang bisa memperoleh ilmu dan kesempatan yang langka ini. Semoga pak Naswan selalu sehat dan berkah. Aamiin...

Kami pulang. E tapi, saat baru beberapa meter keluar dari lokasi, kami dikejutkan oleh sesosok makhluk kecil yang nampaknya ingin ikut dengan kami. Baby cobra. Aduh... please deh, turun dulu ya dik, jangan ikut kami. Nanti dicari emakmu loh, kan ngeri tuh. Untung saja baby cobra mau turun dan berlari menjauh dari kendaraan. Jadi aman. Fuuuiii....

Pengalaman yang amazing...

Semarang, 6 Februari 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun