***
Ketika siang belum lagi membubung, aku harus cepat-cepat pulang, ada sesuatu yang memanggilku agar aku cepat pulang. Kutitipkan semua pekerjaan pada Danu dan Kus, lalu aku segera pulang. Firasat itu memanggilku, ketika pagi tadi sorot matamu yang semakin sayu, meski kau berusaha menyembunyikannya, tapi aku tahu perubahannya.
Oh, Dayu, aku tiba-tiba ingin dekat denganmu.
Kukayuh sepeda tuaku secepat mungkin untuk bisa berjumpa denganmu. Semakin cepat dan cepat, ketika aku sampai rumah dan kuketuk pintu dengan nafas yang harus kuatur, aku merasakan sedikit sakit di bagian dada. Aku tak sabar untuk berjumpa dengan dirimu.
"Sayang, kaukah itu?" tanyamu pelan.
"Iya sayang, bagaimana keadaanmu? Entah sesuatu apa yang membawaku agar aku pulang lebih awal. Dayu, kau baik-baik saja kan?"
Aku tersentak, kau terbaring lemah di tempat tidur yang berseprai bersih. Kau lemas dan pandangan itu masih sayu. Batukmu semakin menjadi. Aku memelukmu erat. Pelukanmu lemah, tapi mengandung makna yang dalam.
"Laksono suamiku, masihkah kau mencintaiku, meski keadaanku lemah tak berdaya seperti ini?"
"Dayu istriku, mengapa kau menanyakan hal itu, kau tak perlu bertanya, tapi kau telah tahu jawabannya, tentu saja aku sangat mencintaimu, kau wanita paling sempurna untukku. Aku mencintaimu dulu dan sekarang, tak berkurang sedikitpun."
"Aku tak kuat lagi sayang, peluklah aku, jangan kau lepas, aku ingin tidur dipelukmu selamanya,"
Aku memelukmu erat, erat sekali, seakan tak pernah aku lepas. Sementara dadaku semakin terasa sakit. Kau tersenyum syahdu, sambil memejamkan mata. Tenang.