Bintang di langit. Aku menatap bintang di langit. Berkerlip, bertabur bagai permata. Ada satu bintang yang lebih terang cemerlang. Aku menunjuknya, dan mengklaim bahwa bintang yang paling cemerlang itu kamu. Sedangkan aku, adalah pengagum rahasiamu.
Wajahmu tak tersentuh tanganku, meski kubalikkan indahnya matahari pagi, kamu tetap hanya sebentuk siluet hitam membelakangi sinar putih, semua tampak kabut tak jelas, aku diam-diam menjadi pengagummu, paling setia, di urutan nomer satu, meski tak pernah bisa menyentuhmu.
Entah kenapa, setiap berbincang denganmu, aku akan merasa melayang bagai tak menapak tanah. Aku selalu merasa tersanjung usai berbincang denganmu. Padahal kau hanya mengatakan, "Hai,"
Atau pernah juga menyapaku, "Kamu pemilik rumah nomer 7, kan?"
Itu saja.
Aku ini seorang gadis, dengan ekor kuda dan berkacamata tebal. Aku tahu, tak banyak makhluk adam yang akan melirikku. Mereka akan melewatiku begitu saja saat melintas di depanku. Aku sudah biasa, dan tak mempermasalahkan itu.
Lalu...
Kita pun bersahabat, saat betapa seringnya kita bertemu di depan rumah, pada jam yang sama. Kau hendak berangkat ke tempat dirimu bekerja. Sedang aku ke kampus. Hanya satu detik berpandangan mata, satu menit berikutnya senyuman manis. Kemudian aku dan kau masing-masing berangkat ke arah yang berlawanan.
Bersahabat menjadi sayang?
Aku sebenarnya hanya ingin berteman, tapi kau tak membawanya. Kau hanya membawa cinta. Aku tak memiliki pilihan. Sedangkan kau dan aku begitu dekatnya, tanpa sekat, tanpa waktu. Akhirnya aku telah masuk dalam lingkaran cintamu yang kau bawa. Aku bersandar disana dan aku merasa  nyaman. Apakah ini suatu kesalahan, saat kaupun merasa nyaman.
***