Bila ini yang dinamakan cinta, maka aku pikir cinta itu semacam zat adiktif yang memiliki banyak cara untuk terus mengikatku agar terus mencandunya.
Aku memanggilmu Matahari. Cinta menemukan aku dan kamu dengan cara aneh dan dalam waktu yang tak beraturan. Bahkan tanpa bisa mengelaknya, cinta itu datang tiba-tiba dan tanpa aba-aba. Begitu mengikat hingga aku tak mampu membendung, bahkan sekarang seperti mencandunya. Ada rasa yang mendesak, agar aku bisa berbincang denganmu. Atau saat menemuimu, sama dengan hal yang membahagiakan.
Kamu hadir begitu saja dalam hidupku. Sering bertemu di lift yang sama, saat menuju ruang kantor, meski kantormu terpaut satu lantai lebih atas. Dengan segala keceriaan, gelak tawa dan berbagai cerita lucu. Meluncur, mengalir hingga memenuhi segala sudut ruang hatiku. Senyummu menawan.
Hingga kita dekat bagai sahabat yang saling menceritakan berbagai peristiwa yang barusan kita alami. Apa saja tentangmu begitu mengagumkan. Kamu begitu indah dimataku. Kamu begitu pintar. Caramu berbicara, seperti sosok cendekia. Apakah kamu untukku?
Aku memahami apa yang kamu alami, begitu juga sebaliknya, kamu juga memahami apa yang aku alami. Meluncurlah pesan-pesan yang tiap hari datang.
"Kamu sudah makan? Hati-hati, jangan telat makan." Atau...
"Kalau sudah mengantuk, istirahat dulu, jangan dipaksa, tidurlah barang lima menit. Nanti sakit loh jika dipaksa."
"Kamu lagi ngapain? Kamu sibuk ya? Dari tadi pesanku belum kamu jawab,sih?"
"Aku kasih lihat ya, aku tadi nemu buku bagus. Bolehlah untukmu. Sepertinya kamu bakalan suka,"
Lalu aku mulai menebak-nebak kemana kira-kira arah ujung dari semua ini.
"Matahari, aku mau bicara. Tak akan lama, hanya sebentar. Aku pikir... Aku sayang kamu."