"Hai, Flo. Dari mana kamu? Padahal aku sudah menunggumu dari tadi. Jadi tidak menuju bukit?"
Flo mengangguk. Hatinya sedang tak bersemangat. Ia merasakan suatu suasana kepedihan, tetapi ia tak tahu apa. "Mengapa aku berharap ada angin topan?" tanyanya dalam hati. "Tidak, jangan berharap begitu. Topan akan meratakan segalanya. Aku tak menginginkannya. Baiklah, topan dan angin itu berbeda. Bagaimana jika aku mengharapkan angin saja?" sambungnya.
"Oliv, pamitkan aku pada teman semua. Sampaikan maafku pada mereka,"
"Hei, mengapa kau berkata begitu? Kau seperti mau pergi jauh saja," Oliv tak mau menerima kata-kata Flo.Â
Sesampai mereka di bukit, hanya ada mereka berdua.
"Kau serius mau membantuku?"
"Serius, Flo. Bukankah aku telah berada di sini? Kau sahabatku yang terbaik dari kecil. Aku tak mau kehilanganmu!"
Tiba-tiba di tengah kesunyian, terdengar gemuruh membahana dari kejauhan. Dengan sangat jelas angin datang membawa gulungan-gulungan awan hitam pekat. Gelap coklat beraroma abu, berselimut kabut. Angin menderu tinggi di atas kepala mereka.
"Mereka datang," desis Flo.
Kemudian jatuh tali coklat tebal yang terangkai bagai sebuah wadah besar menjulur keluar dari awan hitam. Ia seakan mengajak Flo untuk menaikinya. Kali ini bersama Oliv.
"Bertahanlah, Flo!" Entahlah apa yang telah terjadi, awan hitam menggulung pekat tadi, serentak memecah, berubah warna menjadi putih berkilau.