Angin Kering dan Lupakan Dia.Tahun Lalu. Angin kering berhembus, penuh debu dan panas. Berpusaran membawa daun-daun kering. Di pertengahan bulan September, masih saja musim kering dan panas mendera. Tumbuhan banyak yang kering dan rontok. Berdaun coklat dan layu. Pada saat begini, aku merindu hujan, meski sebentar, pasti akan membawa kesejukan yang cukup.
Baru saja aku dengarkan Sade bernyanyi By Your Side dari galery musik handphoneku. Liriknya bagus, suaranya aku suka. Sedikit jazzy dan berat. Lalu tiba-tiba ingat San. Bukankah ia pernah mengatakan bahwa akan selalu ada di sampingku, disaat kubutuh? Seperti pada syair lagu Sade. Tapi nyatanya, ia pergi. Janji itu, entah terbang ke mana, bersama angin yang membawa debu dan kering.
Lupakan! Lupakan! Kata hatiku. Aku telah melakukannya, tapi tak pernah berhasil. Berat rasanya melupakan seseorang yang pernah hadir dan peduli, lalu tiba-tiba, harus melupakannya.
 **
September Basah untuk San.Waktu Itu. Handphoneku menyala dan berbunyi bip!
dear Ara,
 Apakah masih ada tempat untukku? Bila masih, bergeserlah, aku ingin duduk disampingmu. Selama ini aku salah memandang cintamu. Kupikir, cintamu rapuh, karena seringnya ada perbedaan. Ternyata, aku salah! Aku kangen saat-saat seperti itu. Aku, kangen padamu.
Ara, maukah kamu memaafkanku?Â
Salam,
San.
Aku termangu. Ada pesan dari San. Seketika mengelibat kisah-kisah lalu, saat San meragukan cintaku. Betapa sakitnya hatiku, saat San mengatakan, aku tak serius. Bagaimana bisa?
Dalam kehidupan bercintaku, hanya dua kali aku jatuh cinta. Dan itu pada satu orang yang sama. San. Brahmantya Sandi. Orang yang aku puja, meski ia kadang tak peduli. Aku selalu cinta. Tetapi ia tidak.
Oh, bila ini yang dinamakan cinta, maka aku pikir cinta itu semacam zat adiktif yang memiliki banyak cara untuk terus mengikat orang agar terus mencandunya. Cintaku pada San tak pernah berujung. Pada saat September yang basah, cinta tetap ada untuknya.
Cinta yang Aneh. Cinta menemukanku bersamanya dengan cara aneh dan dalam waktu tak beraturan. Tak terelak, cinta datang tiba-tiba, tanpa aba-aba. Begitu mengikat, hingga aku tak mampu membendungnya, bahkan sekarang mencandunya. Ada rasa yang mendesak agar aku selalu bisa berbincang dengannya.
Ia hadir begitu saja dalam hidupku. Sering bertemu di lift yang sama, saat menuju ruang kantor, meski terpaut satu lantai lebih atas. Senyumnya menawan.
Aku dan Dia.Dekat bagai sahabat, yang saling menceritakan berbagai peristiwa yang barusan dialami. Aku memahami apa yang dialaminya. Dia memahami apa yang aku alami. Meluncurlah pesan-pesan yang tiap hari datang.
"Kamu sudah makan? Hati-hati, jangan telat makan."