"Iya, Erenmu, membuatku nyaris patah hati!"
**
Dua Minggu Yang Lalu
Hatiku Nyaris Patah. Kamar kos yang telah kuhuni selama satu tahun terakhir ini, sebentar lagi kutinggalkan. Shasha teman satu kos membantu membereskan barang-barang milikku untuk dikemas. Sebentar lagi aku wisuda, jadi, aku mulai mengurangi barang untuk kukirim pulang. Mama meminta agar aku pulang, setelah selesai wisuda mencari pekerjaan tak jauh darinya dan menemaninya. Tak salah kan jika aku mengiyakan kemauan mama. Meski berat rasanya meninggalkan kota ini. Memori yang diberikan terlalu banyak. Termasuk.... dia!
Dimatanya aku tak bermakna apa-apa. Dia hanya inginkanku saat perlu. Dia tak pernah berubah.
Ah, sudahlah! Aku memang sudah berkeinginan untuk melupakan. Tapi, untuk saat ini, aku belum mampu. Butuh waktu.
Telepon Berdering. Nomor asing. Aku jarang sekali mau menerima nomor telepon yang belum kusimpan di handphone. Tapi entah kenapa, kali ini jariku menekan tombol hijau. Suara laki-laki, tentu saja aku mengenalnya. Mengapa nomornya ganti?
"Hai, apa kabar, Jena?"
"Kamu?" kataku terkejut.
"Iya, ini aku, maafkan aku, "
"Mengapa harus minta maaf? Kau sudah kumaafkan,"