Mohon tunggu...
wahyu indra
wahyu indra Mohon Tunggu... -

Pegawai Swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Polemik dan Debat-debat A. Hassan

12 Juli 2017   16:49 Diperbarui: 12 Juli 2017   16:53 3028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Juga ketika A. Hassan mendapat pertanyaan apakah benar Sayyid Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih, guru Madrasah at Taraqqi, Malang, pernah datang ke Bangil dan berdebat dengan A. Hassan dan A. Hassan mengakui bahwa Sayyid Abdullah benar dalam beberapa masalah yang diperdebatkan.

A Hassan menjawab dengan tegas :

"Dengan ini saya menjawab, bahwa selama saya di Bangil, belum ada siapapun datang ke rumah saya berdebat, lalu saya terima kebenarannya. Saya bersedia menerima kebenaran dari siapapun."

"Dari itu saya minta tuan Sayyid Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih -- kalau benar ia sudah berdusta -- supaya ia datang ke Bangil, dengan membawa beberapa temannya untuk menyaksikan."

(selesai nukilan)

Sebagai tambahan, ada satu riwayat menarik yang mungkin bagi sebagian kalangan bisa dianggap bahwa untuk kali ini A. Hassan benar-benar "lemah" dalam berargumen. Riwayat ini diceritakan oleh Sejarawan Abubakar Aceh dalam bukunya yang bercerita tentang biografi KH. Wahid Hasyim, soerang mantan Menteri Agama yang merupakan putra dari KH. Hasyim Asy'ari dan ayah dari Gus Dur.

Abubakar Aceh, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Penerbitan Kementerian Agama saat Wahid Hasyim menjadi Menteri,  menceritakan :

"Pada suatu pagi tatkala menjadi Menteri Agama, ia (Wahid Hasyim) menerima surat dari Tuan A. Hasan. Tuan A. Hassan mengeluh dalam surat itu bahwa sekarang di Indonesia sudah tumbuh kembali dengan subur syirik modern berupa penyembahan patung-patung dan gambar-gambar pemimpin dengan kehormatan yang sangat diagung-agungkan dan didewa-dewakan."

"Wahid Hasyim  tersenyum. Ia memanggil seorang pegawainya dan mendiktekan sebuah surat, yang didalamnya antara lain terdapat kalimat : 'Saya turut bersedih hati. Tetapi hal yang Tuan (A. Hassan) kemukakan itu tidak mengherankan saya, dalam dalam masa Nahdlatul Ulama dan Persatuan Islam takaran-takaran (berselisih paham) dalam masalah taswir (gambar/foto), Tuanlah yang menghalalkan berpotret (berfoto). Sekarang dengan sendirinya kita melihat akibat-akibat dari istinbatul hukum itu."

A Hassan sendiri memang pernah memfatwakan membolehkan gambar dan patung yang tidak ditakuti akan disembah orang, sebagaimana tercantum dalam "Soal Jawab".

Abubakar Aceh tidak menerangkan lebih lanjut apakah A. Hassan membalas surat dari Wahid Hasyim itu atau tidak.  Begitupun, tidak diketahui apakah A. Hassan lantas mencabut fatwanya tentang taswir atau tidak. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun