Juga ketika A. Hassan mendapat pertanyaan apakah benar Sayyid Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih, guru Madrasah at Taraqqi, Malang, pernah datang ke Bangil dan berdebat dengan A. Hassan dan A. Hassan mengakui bahwa Sayyid Abdullah benar dalam beberapa masalah yang diperdebatkan.
A Hassan menjawab dengan tegas :
"Dengan ini saya menjawab, bahwa selama saya di Bangil, belum ada siapapun datang ke rumah saya berdebat, lalu saya terima kebenarannya. Saya bersedia menerima kebenaran dari siapapun."
"Dari itu saya minta tuan Sayyid Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih -- kalau benar ia sudah berdusta -- supaya ia datang ke Bangil, dengan membawa beberapa temannya untuk menyaksikan."
(selesai nukilan)
Sebagai tambahan, ada satu riwayat menarik yang mungkin bagi sebagian kalangan bisa dianggap bahwa untuk kali ini A. Hassan benar-benar "lemah" dalam berargumen. Riwayat ini diceritakan oleh Sejarawan Abubakar Aceh dalam bukunya yang bercerita tentang biografi KH. Wahid Hasyim, soerang mantan Menteri Agama yang merupakan putra dari KH. Hasyim Asy'ari dan ayah dari Gus Dur.
Abubakar Aceh, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Penerbitan Kementerian Agama saat Wahid Hasyim menjadi Menteri, Â menceritakan :
"Pada suatu pagi tatkala menjadi Menteri Agama, ia (Wahid Hasyim) menerima surat dari Tuan A. Hasan. Tuan A. Hassan mengeluh dalam surat itu bahwa sekarang di Indonesia sudah tumbuh kembali dengan subur syirik modern berupa penyembahan patung-patung dan gambar-gambar pemimpin dengan kehormatan yang sangat diagung-agungkan dan didewa-dewakan."
"Wahid Hasyim  tersenyum. Ia memanggil seorang pegawainya dan mendiktekan sebuah surat, yang didalamnya antara lain terdapat kalimat : 'Saya turut bersedih hati. Tetapi hal yang Tuan (A. Hassan) kemukakan itu tidak mengherankan saya, dalam dalam masa Nahdlatul Ulama dan Persatuan Islam takaran-takaran (berselisih paham) dalam masalah taswir (gambar/foto), Tuanlah yang menghalalkan berpotret (berfoto). Sekarang dengan sendirinya kita melihat akibat-akibat dari istinbatul hukum itu."
A Hassan sendiri memang pernah memfatwakan membolehkan gambar dan patung yang tidak ditakuti akan disembah orang, sebagaimana tercantum dalam "Soal Jawab".
Abubakar Aceh tidak menerangkan lebih lanjut apakah A. Hassan membalas surat dari Wahid Hasyim itu atau tidak. Â Begitupun, tidak diketahui apakah A. Hassan lantas mencabut fatwanya tentang taswir atau tidak. Wallahu a'lam.