Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Masih Membutuhkan Literatur-literatur Lama

4 Januari 2018   13:34 Diperbarui: 5 Januari 2018   16:15 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Literatur (pixabay.com)

Ingatlah, selagi kita masih mencangkok ekonomi kapitalis maka selama itu pula "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" tidak akan tercapai. Disana ada "keadilan sosial", itu berarti "lampu hijaunya" adalah Sosialisme Indonesia, tak ada lagi yang lain.

Kita jangan terlalu allergidengan sesuatu untuk kepentingan bersama. Ingatlah, sampai sekarang ini rakyat Marhaen itu masih banyak akibat kebijakan Orde Barudahulu yang menginginkan Indonesia ini menjadi sapi perahan ekonomi kapitalis.Satu- dua puluh orang saja yang menguasai ekonomi di Indonesia ini dan sebagian besar menjadi "gelandangan ekonomi" saja.

Mengapa sampai bisa begitu, tiada lain literatur kita masih berat sebelah. Lebih banyak menyintai buku-buku Barat ketimbang buku-buku Timur. Akibatnya dalam dunia literasi kita dipenuhi dengan buku-buku Barat sehingga literatur-literatur kita masa lalu tak mendapat tempat lagi dalam perpustakaan-perpustakaan kita.

Di Barat sana buku-buku dari dunia Timur tetap tersimpan baik karena satu waktu bisa digunakan untuk rujukan. Mengapa kita di sini yang ingin menjadi satu bangsa yang besar membuat diskriminasi dalam bidang literatur.

Bukankah untuk menuju satu bangsa yang besar itu terukur juga dari dunia literasi yang dimilikinya. Bahkan, dari dahulu sampai sekarang, suatu bangsa itu diukur dari budayanya dan salah satu indikatornya adalah seberapa banyak literatur yang dimiliki oleh bangsa itu.

Kalau masih sedikit berarti peradaban bangsa itu masih rendah dan belum bisa dikatakan bangsa yang maju sekalipun bangsa itu menguasai teknologi yang cukup modern. Peradaban suatu bangsa itu terukur dari bagaimana bangsa itu menyikapi dunia literasiyang ada padanya.

Semua buku-buku yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan leit star membangun peradaban bangsa itu sendiri. Leit star tadi akan redup-redup cahayanya kalau buku-buku yang dimiliki sedikit sekali. Sebaliknya, leit star tersebut akan menjadi terang benderang kalau khazanah perpustakaannya sangat besar.***    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun