Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Masih Membutuhkan Literatur-literatur Lama

4 Januari 2018   13:34 Diperbarui: 5 Januari 2018   16:15 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Literatur (pixabay.com)

Apakah risalah yang ditulis Soewardi itu pernah dibaca oleh generasi muda kita sekarang ini. Rasanya "jauh panggang dari api." Bagaimana mau datangnya rasa nasionalisme kalau perjuangan kakek buyutnya dahulu tidak diketahuinya.

Bukan hanya Soewardi saja yang membuat tulisan tetapi juga temannya Eduard Douwes Dekker menulis sebuah buku yang sangat terkenal "Max Havelaar" dan pada buku tersebut dia menggunakan nama samarannya Multatuli yang artinya "orang yang banyak menderita".     

Buku ini pernah dicetak dalam bahasa Indonesia tetapi, apakah sudah diulang kembali mencetaknya, tidaklah kita ketahui. Multatuli juga menulis sebuah buku lainnya tentang roman penderitaan rakyat bernama "Saidja dan Adinda". Kedua buku itu memuat lukisan penderitaan rakyat Lebak, Banten semasa penjajahan Belanda dahulu.

Dilapangan Botani ada sebuah buku yang sangat eksklusif sekali, yang mungkin sampai sekarang belum ada duanya, yaitu buku "Bunga Anggrek" yang ditulis oleh S.M. Latif, seorang praktisi pertanian pada Sekolah Kayu tanam di Sumatera Barat. Sampai sekarang buku itu tidak pernah lagi dicetak ulang.

Buku tersebut merekomendasikan bunga-bunga Aggrek yang ada di Indonesia ini yang jumlahnya ratusan species dan pulau Kalimantan merupakan satu-satunya daerah yang menyimpan perbendaharaan bunga Anggrek yang terbanyak di dunia lebih dari 700 species ada dis ana.  

Buku itu sangat bagus sekali karena dihiasi dengan gambar-gambar berwarna yang disesuaikan dengan warna bunga-bunga Anggrek tersebut. Bukunya cukup tebal dan dicetak diatas kertas lux oleh penerbitnya Vorkink -- Van Hoeve Bandung. Kini perusahaan itu tidak ada lagi.

Belum lagi di lapangan sastra maka disana kita melihat kemajuan yang cukup besar dalam penerbitan buku-buku sastra. Beragam judul buku diterbitkan mulai dari karangan para penulis sendiri sampai kepada buku-buku terjemahan.

Begitu banyaknya buku-buku sastra masa lalu tetapi untuk mendapatkannya pada masa sekarang ini sudah agak sulit sehingga namanya saja lagi yang masih ada.

Mungkin masih banyak yang keberatan kalau seandainya diterbitkan kembali buku-buku populer tentang komunisme karena nanti bisa dianggap menyebarkan ajaran tersebut kepada masyarakat.

Seumpama dengan buku "Das Capital"karangan Karl Marx yang cukup tebal itu mungkin banyak yang menolaknya kalau diterbitkan kembali. Namun, buku Karl Marx tersebut dapat menjadi referensi dalam kajian ekonomi sosialis. Selama ini kita banyak mengambil rujukan dari buku-buku kapitalis jadi, apa bedanya dengan buku "Das Capital" tersebut kalau kedua sistem ekonomi itu ditolak oleh kita?

Kalau untuk studi perbandingan mengapa "Das Capital" tadi tidak boleh dijadikan rujukan, mengapa hanya buku-buku ekonomi kapitalis saja yang boleh. Apakah mereka yang anti "Das Capital" itu yang benar, ataukah kita yang menghendaki objektivitas yang benar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun