Penutup.
Itulah sekelumit pengalaman kami di Kampung Siarop selama kami tinggal di sana hampir dua bulan lamanya. Setelah meninggalkan Kampung Siarop yang penuh kesan dan kenangan itu kami sekeluarga menetap pula di Padang Matinggi untuk beberapa waktu lamanya sebelum kembali ke Kota Rantau Perapat. Â
Setelah meninggalkan Kampung Siarop saya tidak bisa melupakan teman-teman saya disana "Monyet Siarop" karena dari mereka itu saya banyak belajar. Sampai kini monyet-monyet itu masih ada, entah sudah berganti generasi yang ke berapa, saya sendiri kurang tahu. "Salute for monkeys !" Â
Tidak ada sama sekali niat saya untuk mendapatkan apresiasi penghargaan yang setinggi-tingginya dari para pembaca dan tidak pula saya ini primordialisme dengan menceritakan pengalaman saya selama bergerilya di hutan belantara Hulu Sungai Bilah pada tahun 1949 itu.
Semata-mata hanyalah ingin melengkapi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam menegakkan dan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Khazanah perjuangan ini masih banyak lagi tetapi tak mungkin untuk diceritakan di sini mengingat ruangannya sudah tidak ada lagi. Kisah Gerilya 1949 ini saja sudah mengambil tempat sampai tiga seri.
Hanya yang perlu saya tekankan, di sini ada perbedaan antara Gerilya dan Perang Gerilya. Kalau Gerilya, seperti yang diungkapkan dalam naskah ini, semata-mata gerilyanya orang-orang pemerintahan sipil yang setia kepada Republik Indonesia.Â
Sementara Perang Gerilya itu adalah perang sewaktu bergerilya melawan tentara Belanda yang dilakukan oleh laskar/tentara kita yang memang sering terjadi kontak senjata dengan tentara Belanda. Pertempuran-pertempuran terjadi tetapi belum bisa saya ceritakan di sini. Lain kali saja ! Terima kasih banyak atas perhatiannya membaca tulisan saya ini.***
Â
Wassalam.
Noerwahid