Mohon tunggu...
Wahid Agam
Wahid Agam Mohon Tunggu... Seniman - mahasiswa dan pengusaha cat

hobi saya berbebelut dibidang wawancara ataupun otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Partisipasi Politik Pemilih Remaja pada Pemilu di Indonesia

9 Juli 2024   13:45 Diperbarui: 9 Juli 2024   13:50 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Partisipasi Politik Pemilih Remaja Pada Pemilu Di Indonesia

Oleh : Wahid Agam Tangguh

Dosen Pengampu : Saeful Mujab S.Sos, M.I.Kom

Abstrak

Pemilu merupakan salah satu bentuk kegiatan berdemokrasi dalam suatu wilayah atau Negara. Pemilu juga merupakan bentuk pemenuhan hak warga Negara dalam menyampaikan pilihan. Dan suatu Negara tidak akan terlepas dari generasi Remaja sebagai penerus pembangunan suatu Negara terutama peruntukan masa depan, selain itu meningkatnya kewenangan hak pilih pada kalangan Remaja menjadi salah satu ketertarikan khusus bagi setiap tim sukses tersebut, hanya saja pemilih Remaja dengan kemajuan teknologi membuat beberapa kekeliruan informasi yang diterima oleh generasi remaja yang tentunya akan berpengaruh terhadap calon pilihannya. Selain itu tim sukses memiliki tantangan tersendiri untuk merekrut mereka memilih calon yang masing-masing tim sukses siapkan. Artikel ini dibuat bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai bagaimana partisipasi Generasi Remaja dalam mempergunakan hak suara mereka pada pelaksanaan pemilu. Dengan metode studi literatur yaitu dengan mencari berbagai referensi mengenai partisipasi pemilih Remaja di Indonesia baik itu dari sumber buku dan artikel ilmiah. Dimana penelitian ini menyimpulkan bahwa Partisipasi generasi Remaja ini sangat berpengaruh pada tingkat keterpilihan suatu calon yang di tuju dan untuk menjaga demokrasi agar tetap diperlukannnya beberapa strategi untuk meningkatkan pemilih pada kaum Remaja.

Kata Kunci: Demokrasi, Generasi Remaja, Remaja dan Pemilu.

Abstract

 

Elections are a form of democratic activities in a region or country. Elections are also a form of fulfilling the rights of citizens in expressing their choices. And a country will not be separated from the generation of teenagers as the successor to the development of a country, especially for the future, besides that the increase in voting authority among teenagers is one of the special interests for each successful team. It's just that teenage voters with technological advances make some mistakes in the information received by the teenage generation which will certainly affect their chosen candidates. In addition, successful teams have their own challenges in recruiting them, choosing candidates that each successful team prepare. This article was made with the aim of providing knowledge about the participation of the Youth Generation in using their voting rights in the implementation of elections. With the literature study method, namely by looking for various references regarding the participation of adolescent voters in Indonesia, both from the source of books and scientific articles. Where this study concludes that the participation of the adolescent generation has a great influence on the level of electability of a candidate and to maintain democracy so that several strategies are still needed to increase voter turnout among adolescents.

 

Keywords: Democracy, Youth Generation, Adolescents and Elections.

Latar Belakang

Pemilu merupakan adalah suatu gagasan besar yang mendefinisikan suatu proses implementasi dari demokrasi, yang dimana pada setiap warga negara mempunyai kewajiban dan hak dalam memilih para calon pemimpin bagi mereka (Nasir,  2020), Pelaksanaan pemilu merupakan kenangan masa lampau yang akan tercatat sebagai bentuk demokrasi yang dilaksanakan oleh suatu negara dengan sistem demokrasi. Peminat pemilih kaum remaja atau warga Negara yang telah mempunyai usia memilih, merupakan sebuah indikator yang sangat penting, berguna untuk memahami bagaimana suatu Negara berjalan dengan  baik. Oleh karena itu, semakin rendah atau kurang sadarnya partisipasi pemilih dalam suatu pemilihan umum di sebuah Negara dapat mencirikan adanya suatu permasalahan yang membutuhkan solusi untuk penyelesaian (Sule & Sambo, 2020).

            Adapun menurut Monks dan Haditono, Generasi remaja merupakan seseorang yang berada di rentang usia 12-21 tahun. Selain itu, Masa remaja juga menjadi transisi dari anak-anak ke dewasa. Oleh sebab itu, pola pikir akan berubah dan berproses menuju dewasa (Monks, 2002). Generasi remaja sudah mengenal bagaimana kemajuan teknologi, segala kebutuhan informasi yang telah didapat dan dipahami oleh generasi remaja. Salah satu kemajuan teknologi di bidang informasi yaitu pada media sosial yang secara instan, mampu digunakan sebagai media untuk melakukan informasi secara luas,kampanye politik, pengembangan intelektual, ruang pertukaran suatu  informasi, hingga dapat digunakan sebagai sebuah pengembangan pada  suatu kegiatan maupun pemberitahuan pada layanan masyarakat. Selain itu Remaja memiliki potensi besar untuk membentuk peta politik negara, mengadvokasi isu-isu penting, dan mendorong terwujudnya perubahan positif. Oleh karena itu, adalah tanggung jawab bersama untuk mendukung remaja dan memberikan mereka kesempatan atau wadah yang tepat untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan Pemilu dan membangun masa depan yang baik dan maju bagi bangsa ini.

Pemilih Remaja merupakan individu-individu yang mayoritas memberikan hak suaranya dalam suatu Pemilihan umum. Sesuai dengan peraturan yang diterapkan bahwa pemilih yang mendapatkan hak untuk memilih pertama kali dalam pelaksanaan suatu demokrasi yaitu saat sudah berumur 17 tahun atau sudah memiliki kartu tanda penduduk (Undang -Undang, 2003). Mereka yang merupakan Warga Negara Indonesia, sudah berusia 17, atau sudah/pernah menikah memiliki hak peruntukan menyuarakan suaranya pada suatu Pemilihan Umum, peraturan ini juga umumnya berlaku pada Pemilu Legislatif dan Pemilihan Kepala Daerah.

Pemilu pada Tahun 2019, Pada saat itu merupakan pertama kali nya Negara Indonesia menyelenggarakan Pemilihan umum yang diadakan bersamaan dengan menggabungkan pemilihan Presiden dan wakil Presiden  sebagai badan Eksekutif, serta memilih anggota Legislatif, Apabila ditelusuri atau di lihat, yang menjadi pelaksana atau pemilih pada Pemilu saat itu adalah generasi yang lahir sekitar tahun 1995 sampai dengan 2000.

Berhubungan dengan Latar belakang, penelitian ini menimbulkan pertanyaan dan tujuan yang didapat dengan pandangan kaum remaja lebih bermayoritas dalam kegiatan pemilu pada suatu Negara.

Pertanyaan

Pertanyaan utama dari artikel ini yaitu bagaiman partisipasi kaum remaja dalam kegiatan pelaksanaan pemilu?

Tujuan Penelitian

Untuk memberikan pengetahuan mengenai bagaimana partisipasi Generasi Remaja dalam mempergunakan hak suara mereka pada pelaksanaan pemilu!

Tinjauan Pustaka

Menurut Shoa dan Gizaw (2021) mengatakan bahwa pemilih remaja saat ini lebih akrab dengan media sosial sehingga mampu memberikan pengaruh  informasi  performa  calon.  Media sosial  ini,  terkadang  mempengaruhi  perilaku  dan dinamika pemilih muda dalam menentukan pilihannya.

Selain itu adapun kajian terdahulu tentang generasi remaja ini pernah di teliti oleh (Komariah & Kartini, 2019)meneliti tentang media dan budaya generasi milenial dalam politik, Sacipto & Rufaida(Sacipto & Rufaida, 2020) meneliti tentang pengetahuan generasi remaja mengenai surat suara dan penelitian yang dilakukan oleh (Fauzi, 2020) pengaruh media sosial youtube terhadap faktor keputusan pemilihan pemimpin generasi milenial, dari beberapa  penelitian tentang generasi remaja belum terdapat penelitian tentang partisipasti remaja pada kegiatan demokrasi seperti pada pemilihan umum, untuk itu penelitian ini memfokuskan diri untuk melihat partisipasti pemilih remaja dan dampaknya dari pastisipasi tersebut.

Kegiatan Pemilihan Umum serentak tersebutlah yang akan menjadi bahan penelitian kami untuk meninjau, seberapa besar partisipasi para pemilih terutama yang difokuskan pada pemilih remaja untuk menggunakan  hak pilihnya. Dengan tujuan untuk melihat dampak dari partisipasi pemilih milenial bagi pesta demokrasi yang dilaksanakan oleh Indonesia, terutama pada saat pemilihan umum.

Metode Penelitian

            Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan metode Kualitatif, dengan menggunakan metode studi literatur (Creswell & Creswell, 2017) yaitu dengan mencari berbagai referensi tentang partisipasi pemilih remaja di Indonesia baik itu sumber dari buku dan artikel ilmiah. Dengan desain studi khusus dalam pengertian penelitian yang kami gunakan ini difokuskan pada satu fenomena yang dipilih agar diteliti dan dapat dipahami secara mendalam. Selain itu adapun kasus yang dipilih untuk menjadi suatu subjek dalam penelitian ini yaitu Partisipasi politik Pemilih Milenial pada Pemilu Serentak Tahun 2019 di Indonesia.

Dengan demikian dengan menggunakan metode kualitatif dapat memberikan suatu informasi yang mutakhir, sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan lebih mendalam dan dapat diterapkan untuk memecahkan suatu permasalahan. Dalam penelitiannya penulis menggunakan metode studi literatur berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan dengan karya tulis, termasuk hasil penelitiannya baik yang sudah ataupun yang belum dipublikasi. Karena pada setiap penelitian studi literatur sangat diperlukan. Sumber dan pengambilan data menggunakan metode pengumpulan suatu data dengan mengambil data dari berbagai pustaka, membaca, mencatat, dan hingga mengelola suatu bahan yang sedang diteliti. Dan pengumpulan data-data yang dikumpulkan diolah menggunakan metode content analisis (Ahmad, 2018).

Pembahasan

  • Konsep Demokrasi

Demokrasi merupakan sistem yang didambakan oleh hampir setiap insan politik. Hampir tidak ada satu rezim pun di dunia ini, baik di negara-negara kapitalis maupun komunis, maju maupun berkembang, Timur maupun Barat, Utara maupun Selatan, yang enggan mencantumkan, baik eksplisit maupun implisit, kata "demokrasi" pada sistem politik yang dianut negaranya. Meskipun demokrasi adalah suatu istilah yang bersifat universal, namun tidak ada satu pun sistem demokrasi yang bisa berlaku untuk seluruh bangsa atau semua negara.

Secara istilah mungkin sama, akan tetapi cara perwujudannya bisa berbeda-beda antara negara yang satu dengan yang lainnya. Demokrasi dapat memunculkan perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan di antara individu, di antara berbagai kelompok, di antara individu dan kelompok, individu dan pemerintah, kelompok dan pemerintah, bahkan di antara lembaga-lembaga pemerintah (Lipson, 1964). Beberapa peristiwa dunia akhir-akhir ini, ditandai dengan maraknya gerakan massa yang menuntut perubahan mendasar terhadap struktur politik dan ketatanegaraan, selain menuntut perbaikan sosial-ekonomi. Itu semua oleh pengamat disebut sebagi gelombang transisi menuju demokrasi dalam skala dunia.

Berdasarkan uraian diatas, salah satu tonggak utama yang sangat mendukung sistem politik adalah sistem demokrasi yang dengan sistem itu, masyarakat dapat berpartisipasi terhadap ruang lingkup sistem politik. Konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tamping pimpinan.

Jadi partisipasi politik merupakan pengwujudan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Partisipasi masyarakat sangatlah penting karena teori demokrasi menyebutkan bahwa masyarakat tersebut sangatlah mengetahui apa yang mereka kehendaki. Miriam budiarjo mengemukakan mengenai tentang partisipasi politik.Menurut   Miriam budiardjo membahas mengenai partisipasi politik yaitu suatu kegiatan individu atau kelompok untuk ikut serta ataupun berperan secara aktif dalam kegiatan politik, diantaranya dengan memilih pemimpin negara,secara langsung maupun tidak langsung untuk memengaruhi suatu kebijakan yang akan diterbitkan oleh pemerintah (Budiardjo, 2015).

Biasanya perasaan peka atau sadar didapatkan oleh orang orang menempuh jenjang Pendidikan, berorganisasi, bahkan beberapa orang yang terpandang. Di Eropa pada saat itu hanya Masyarakat terpandang yang mempunyai hak suara. Di Amerika, kaum perempuan diberikan hak suara setelah terbitnya amandemen ke 19 pada tahun 1920.Ketika tingkat partisipasi masyakarat kurang maka dapat di interpretasikan bahwa masih banyak warga negara yang tidak menaruh perhatiannya atau tidak berperan   aktif terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam suatu negara tersebut (Andiraharja, 2020). Hal ini dapat menimbulkan permasalahan baru  sebab setiap orang mempunyai pendapat yang tidak terkemukakan, pemimpin negara akan kebingungan dalam menanggapi kebutuhan dan aspirasi rakyat jika tidak terkemukakan, dan alhasil pemerintah akan  melayani kebutuhan dan aspirasi rakyat terhadap beberapa kelompoknya saja.

  • Konsep Partisipasi Politik

Satu faktor penting yang perlu dipahami oleh kelompok pemilih remaja adalah melihat tidak semata memiliki nilai dan daya ikat emosional, seperti bicara tentang sisi personal figur capres/cawapres, tetapi juga nilai fungsional yakni terkait gagasan dan kemampuan dalam mengatasi ragam persoalan dalam dan luar negeri untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 (Setiawan, 2018). Faktor-faktor ini menjadi alasan bagi kandidat baik capres/cawapres maupun partai politik untuk layak dipertimbangkan sebagai bagian dari solusi bangsa. Karena itu, pemilih remaja selain harus mampu membedakan berita palsu (fake news atau hoaks) dan berita benar, juga fenomena unfriend dan debat di media yang berujung ujaran kebencian dan fitnah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah saatnya dihentikan.

Di samping itu, ada tujuh karakteristik unik pemimpin Indonesia di pemerintahan daerah. Pertama, sebagian besar individu paruh baya. Kedua, kebanyakan pria. Ketiga, agama dan tempat lahir merupakan faktor esensial dari elektabilitas kepala daerah. Keempat, kebanyakan dari mereka sangat tinggi berpendidikan. Kelima, banyak dari mereka berasal dari pejabat pemerintah. Enam, mereka aktif mengikuti berbagai organisasi.  Ketujuh, mereka juga sangat berpengalaman dalam bidang pemerintahan.  Karakteristik pemimpin Indonesia dapat saling terkait satu sama lain. Pemimpin Indonesia tidak hanya berpendidikan tinggi tetapi juga berpartisipasi aktif berbagai organisasi dan memiliki pengalaman yang luas dalam peran kepemimpinan dan sektor pemerintah terkait lainnya (Angkawibawa dan Rezki, 2023).

Demokrasi memungkinkan perbedaan pendapat persaingan, dan pertentangan di antara individu, di antara berbagai kelompok, di antara individu dan kelompok, individu dan pemerintah, kelompok dan pemerintah, bahkan di antara lembaga-lembaga pemerintah. Namun perbedaan pandangan dan pilihan politik tidak boleh membuat perpecahan di Indonesia. Teladan The Founding Fathers Indonesia pada masa awal pergerakan nasional penting untuk diikuti. Mereka adalah golongan terpelajar yang tercerahkan, menjadikan perbedaan yang ada sebagai kekuatan yang hebat dan mereka berhasil. Untuk itu pemilih remaja sewajarnya mampu dan ikut berpartisipasi secara aktif dalam Pemilu 2019 maupun pemilu-pemilu selanjutnya, serta mampu membuktikan perannya menyukseskan periode bonus demografi tahun 2045.

Pemilih remaja harus bisa menilai seorang kontestan dari kacamata "policy-problem solving", yaitu sejauh mana para kontestan mampu menawarkan program kerja atas solusi bagi suatu permasalahan yang ada, juga memiliki kepekaan terhadap masalah nasional dan kejelasan program kerja. Meneladani Mohammad Hatta, bahwa pemimpin harus bertanggung jawab atas tindakannya, dan demokrasi tidak hanya memilih figure yang terbaik, yaitu tidak semata memiliki nilai dan daya ikat emosional (seperti sisi personal figur seorang pemimpin). Tetapi, demokrasi juga melihat nilai fungsional, yakni terkait gagasan dan kemampuan dalam mengatasi ragam persoalan dalam dan luar negeri. Partisipasi milenial akan kembali menghangatkan pesta  demokrasi  selanjut  nya,  dimana  tim  sukses  yang  dapat  menarik  perhatian  generasi remaja akan memiliki kesempatan lebih besar dalam memenangi proses pesta demokrasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Peningkatan partisipasi pemilih remaja dalam pemilu dapat dimaknai sebagai bentuk kesadaran politik atau masih terjaganya tingkat kepercayaan (kepedulian) pemilih remaja terhadap pemerintahan atau sistem politik yang sedang berlangsung. Pemilih remaja saat ini lebih rasional dan kritis tentang pemimpin masa depan Indonesia. Kemampuan pemilih remaja untuk beradaptasi dengan modernisasi membutuhkan pemimpin yang dapat menyesuaikan dengan generasinya. Kesadaran politik pemilih remaja wajib dijaga bahkan ditingkatkan pada Pemilu 2024 dengan cara antara lain mengakomodasi tuntutan pemilih diberikan hak bersuara secara LUBER dan JURDIL agar dalam pelaksanaan Pemilu 2024 dapat bermakna serta memenuhi syarat dari segi kualitatif maupun kuantitatif.

Perlu adanya upaya program paradigmatik, lebih kreatif dan produktif dari para penyelenggara pemilu. Selain itu upaya sosialisasi dan pendidikan politik yang dilakukan oleh peserta pemilihan lebih massif dalam melakukan pertukaran gagasan terkait visi dan misi program pembangunan, mengingat pemimpin masa depan Indonesia haruslah dapat menggunakan segala kekuatan dan mengatasi kelemahannya untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa mendatang. Upaya lainnya adalah mendesain strategi sosialisasi dan pendidikan pemilih secara massif melalui tatap muka, penggunaan teknologi informasi dengan konten kreatif  berbasis internet dan media sosial.

Partisipasi pemilih remaja adalah warga negara yang telah memasuki usia memilih. Generasi remaja dimaknai sebagai generasi yang terlahir pada tahun 1980-an sampai pada akhir1990-an Partisipasi pemilih remaja dalam pemilu meruapkan indikator penting, untuk mengetahui  bagaimana  sebuah  Negara  berjalan  dengan  baik.  Semakin rendah partisipasi pemilih remaja dalam pemilihan umum di suatu Negara menandakan adanya permasalahan yang memerlukan solusi untuk penyelesaian.  Generasi remaja  merupakan  generasi  yang sudah mengenal kemajuan teknologi dan Generasi Remaja sebagai generasi penerus bangsa, sangat  amat  diperlukan  di  bidang  politik,  apabila  pasrtisipasi  mereka  sangat  rendah,  maka tidak  akan  ada  penerus  perpolitikan  dalam  suatu  Negara. 

Untuk  itu  dari  hasil  penelitian ditunjukkan   bahwa  peran  dan  partisipasi  politik  remaja  masih  sangat  penting  untuk beberapa pesta demokrasi kedepan, setiap tim sukses harus dapat membuat strategi masing-masing dalam menarik perhatian pemilih milenial ini dikarenakan jumlah nya sampai 30-40 % dari total pemilihan, hal ini membuat partisipasi pemilih milenial sangat dibutuhkan.

Saran

Dari  penelitian  ini  peneliti  menemukan  bahwa  peran  pemilih  remaja  masih  akan sangat    berpengaruh    untuk    beberapa    pemilihan    umum    kedepan    oleh    karena    itu, diperlukannya strategi-strategi peningkatan jumlah hak pilih bagi generasi milenial, selain itu untuk  meningkatkan  jumlah  tingkat  partisipasi  pemilih  milenial  dapat  dilakukan  dengan beberapa  cara  sepertipromosi  calon --calon  pimpinan  dari  setiap  partai  atau  pun  materi dengan  menggunakan  media  elektronik  seperti  youtube,  istagram,  facebook,  dan  media komunikasi  seperti  whatsaap  dan  line.  Dikarenakan  karakteristik  pemilih  milenial  lebih menonjol dengan melihat track record calon yang disusung melalui media teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun