"Oh, perempuan tinggi, langsing, dan berkulit putih itu? Ada apa dengannya?"
"Aku heran, kenapa dia bisa muncul di mimpiku. Padahal aku nggak pernah memikirkannya."
Ansar menanggapi serius, "Kata nenekku, kalau kita memimpikan seseorang yang tak kita kenal, bisa jadi itu pertanda jodoh."
Dante hanya tertawa kecil, meskipun dalam hati ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Setelah obrolan panjang dan kopi habis, mereka sepakat untuk kembali ke taman baca sore itu, dengan harapan bisa bertemu perempuan tersebut.
Menjelang sore, setelah membersihkan kontrakan dan mandi, mereka bersiap pergi. Cuaca cerah mengiringi perjalanan mereka ke taman baca. Setibanya di sana, Dante langsung mencari sosok yang memenuhi pikirannya, tapi perempuan itu tak tampak.
Namun, tak lama kemudian, Ansar melihat seseorang yang tampak familiar.
"Itu dia, Dan! Namanya Mawar, temannya tadi memanggilnya. Ayo kita samperin dan kenalan."
Dante terlihat ragu. "Aku malu, An. Kamu tahu kan aku nggak terlalu percaya diri kalau berhadapan dengan perempuan."
"Santai, aku yang buka obrolan. Lagipula, temannya juga cantik," Ansar menggoda.
Mereka mendekati gazebo tempat tiga perempuan sedang bercanda ria. Salah satu dari mereka mengenali Ansar.
"Ansar! Kamu di sini juga?" sapa Ana, teman SMA mereka dulu.