Harsono sendiri pernah mengalami tekanan semacam ini, tetapi ia tetap teguh pada keyakinannya bahwa jurnalisme adalah jalan untuk memperjuangkan demokrasi dan kebebasan.
Harsono menceritakan berbagai pengalaman pribadinya selama menjadi jurnalis. Ia telah meliput konflik, bencana alam, dan isu-isu hak asasi manusia di berbagai belahan dunia.
Dari pengalaman-pengalaman ini, ia belajar bahwa jurnalisme adalah alat yang kuat untuk membawa perubahan.
Salah satu kisah yang sering ia ceritakan adalah bagaimana liputan mendalam tentang pelanggaran hak asasi manusia dapat memberikan tekanan kepada pihak-pihak yang berkuasa untuk mengambil tindakan.
Namun, ia juga tidak menutup mata terhadap risiko yang dihadapi para jurnalis.
Ia mengenang rekan-rekannya yang harus kehilangan nyawa atau kebebasan karena memberitakan kebenaran.
Bagi Harsono, pengorbanan ini adalah bukti betapa pentingnya peran jurnalisme dalam menjaga keadilan sosial.
Harsono juga aktif dalam pendidikan jurnalistik. Ia percaya bahwa generasi jurnalis berikutnya harus dibekali dengan keterampilan dan etika yang kuat.
Dalam berbagai pelatihannya, ia selalu menekankan pentingnya kerja keras dan dedikasi dalam profesi ini. Menurutnya, seorang jurnalis bukan hanya seorang pengumpul berita, tetapi juga seorang pendidik masyarakat.
Ia mengajak para jurnalis muda untuk tidak hanya mengejar popularitas atau keuntungan finansial, tetapi juga untuk mengutamakan dampak positif yang bisa mereka bawa melalui karya jurnalistik mereka. "Jurnalisme yang baik adalah jurnalisme yang memanusiakan," ujarnya dalam salah satu wawancara.
Meskipun banyak yang meragukan relevansi jurnalisme di era digital, Harsono tetap optimis. Ia percaya bahwa kebutuhan akan informasi yang akurat dan dapat dipercaya tidak akan pernah hilang.