Mohon tunggu...
Wadiah
Wadiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Menulis dan merenung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menilik Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik di Era Pandemi Covid-19

7 Juni 2022   08:26 Diperbarui: 14 Juni 2022   19:13 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

#Opini
Wadiah Amalina
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Riau

Awal tahun 2020, isu pandemi Covid-19 telah mengguncangkan dunia. Penyakit jenis ini merupakan salah satu penyakit dengan penyebaran virus yang sangat cepat. Menurut World in Data dan JHU CSSE COVID-19, total kasus di Indonesia 6,05 juta, meninggal dunia 157 ribu. Total kasus di seluruh dunia 529 juta, serta meninggal dunia 6, 29 juta diperbarui dari tanggal 28 Mei 2022. Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia memberikan dampak bagi seluruh sektor kehidupan manusia secara mendunia dimulai dari sektor ekonomi, sosial, politik, industri, budaya, kehidupan, dan sebagainya.

Pelayanan Publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah, kelompok atau instansi kepada masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelayanan tersebut dapat berupa barang, jasa, dan administratif yang bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dan berfokus pada kepuasaan masyarakat.

Menurut (Harrow & Willcocks, 1990), pelayanan publik memiliki prinsip yaitu tidak memihak individu atau kelompok tertentu. Salah satu jenis pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat di saat pandemi adalah pelayanan publik bidang kesehatan.

Menjadi Warga Negara Indonesia tentunya tidak akan pernah terlepas dengan birokrasi dalam pelayanan publik. Kemudian, dalam pelaksanaan birokrasi di Indonesia memberikan tiga sisi jawaban dari penerima pelayanan yaitu Warga Negara Indonesia. Ada pihak yang mendapatkan hak nya secara puas, ada yang tidak mendapatkan haknya, dan ada yang tidak mendapatkan hak nya secara puas. Tentunya hal ini menjadi polemik di tengah masyarakat dan tugas bagi pemerintah untuk menerapkan reformasi birokrasi.

Pandemi Covid-19 menjadi peristiwa yang sangat tepat untuk melakukan reformasi birokrasi dengan cepat. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi RI Tjahjo Kumolo mengatakan, pandemi Covid-19 dapat mendorong pemerintah untuk semakin semangat dalam melakukan reformasi birokrasi dalam penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan publik. Lalu pertanyaannya, sudah efektifkah reformasi birokrasi pelayanan publik di era pandemi ?

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan pertama, menjelaskan reformasi birokrasi. Kedua, menjelaskan penyelenggaraan pelayanan publik di masa pandemi.

Definisi Reformasi Birokrasi

Birokrasi atau dalam bahasa inggris yaitu bureaucracy, berasal dari kata bureau (meja) dan cratein (kekuasaan), artinya kekuasaan berada pada orang-orang yang terdapat di belakang meja. Birokrasi merupakan suatu prosedur yang efektif, efisien, berlandaskan teori  dan aturan yang berlaku, serta mempunyai spesialisasi sesuai tujuan yang telah disepakati dalam sebuah organisasi, instansi, dan lembaga pemerintah.

Reformasi birokrasi merupakan suatu proses dalam memperbaiki, mengubah, atau menata ulang birokrasi agar menjadi lebih baik. Reformasi birokrasi perlu dilakukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance), yaitu menciptakan birokrasi pemerintah yang professional, berintegritas, melayani publik dengan baik, ramah, meningkatkan efisiensi baiaya atau waktu dalam pelayanan publik, serta menggunakan nilai-nilai dasar dan memegang teguh kode etik aparatur negara.

Tujuan dari reformasi birokrasi adalah untuk berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, serta mampu melayani publik. Reformasi birokrasi juga bertujuan untuk memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai abdi masyarakat dan negara.

Reformasi birokrasi berlandaskan pada Perturan Presiden Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010-2025. Reformasi birokrasi 2005-2025, sasaran nya ditetapkan pada beberapa gelombang yaitu terdiri dari reformasi birokrasi gelombang 1 (2010-2014), reformasi birokrasi gelombang ke 2 yaitu (2015-2019).

Dikutip dalam Vida's Blog Universitas Brawijaya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Asman Abnur menyampaikan bahwa saat ini pemerintah menyiapkan empat Undang-Undang sebagai pilar dalam reformasi birokrasi:
1)Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementrian   Negara, yaitu mengatur kedudukan, kewenangan, kementrian yang dalam UUD 1945 telah ditentukan bahwa menteri-menteri membantu tugas presiden dalam pelaksanaan pemerintahan.
2)Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yaitu memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi pejabat pemerintahan maupun masyarakat sipil.
3)Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, mengatur bahwa penyelenggara pelayanan publik harus memberi pelayanan dengan mempertimbangkan prinsip efektivitas, efisienis, transparan, akuntabel, dan berkesinambungan.
4)Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan netralitas, kompetensi, kinerja/produktivitas kerja, kesejahteraan, kualitas pelayanan publik, pengawasan dan akuntabilitas ASN. Secara garis besar, juga bertujuan menciptakan birokrasi yang bersih serta kompeten terhadap tugas dan tanggung jawab dalam melayani masyarakat dengan menerapkan sistem merit.

Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di Masa Pandemi

Dikutip dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Dalam rangka mendukung Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Tatanan Normal Baru, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Menujang Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi, dan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Tempat Kerja Sektor Jasa dan Perdagangan (Area Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha, maka diterbitkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-22/MK.1/2020 tanggal 04 Juni 2020 tentang Sistem Kerja Kementerian Keuangan Pada Masa Transisi dalam Tatanan Normal Baru.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut terdapat beberapa aturan yang diberlakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah menghimbau masyarakat untuk melakukan "physical distancing" yaitu memberi arahan agar masyarakat tetap berada di rumah untuk menghentikan rantai penyebaran virus corona.  Segala kegiatan yang dilakukan di luar rumah harus dilakukan di dalam rumah bagi Aparatur Sipil Negara.

Menurut Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Diah Natalisa, pemerintah harus memiliki kemampuan dalam beradaptasi dan bertransformasi untuk menghadapi kondisi yang sangat dinamis. "Saat ini layanan yang dapat diakses anytime, anywhere, any device menjadi tuntutan kebutuhan masyarakat sehingga transformasi digital menjadi urgensi yang harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara pelayanan publik," ujarnya saat menjadi narasumber dalam kuliah umum Gerakan Nasional Revolusi Mental, Sabtu (24/07).

Menurut Dirjen Semuel, aplikasi dibuat dengan tujuan spesifik dan diharapkan memberi manfaat bagi penggunanya. Sedangkan lanskap digital Indonesia saat ini masih didominasi oleh penggunaan aplikasi untuk berkomunikasi.

Literasi digital menjadi kunci bagi masyarakat dalam pemanfaatan teknologi. Masyarakat digital menjadi salah satu pilar dalam proses transformasi digital di tanah air. "Paling banyak WhatsApp sekitar 96 persen, dan Facebook sebanyak 92 persen," ungkap Semuel berdasarkan data yang diperoleh dari Dinamika Data Aptika dan Womenwill.

Selama pandemi, kegiatan masyarakat pun banyak berubah dari aktivitas fisik ke ruang digital. "Ada banyak aplikasi yang bisa mendukung kegiatan kita saat pandemi, seperti belajar online, bekerja online, belanja online, hiburan, telemedisin, hingga layanan pemerintah," tuturnya.

Dengan adanya kebijakan Work From Home (WFH) bagi beberapa pelayan publik, menimbulkan kegiatan pelayanan publik menjadi terhambat, karena tidak dapat melayani masyarakat secara langsung. Pemerintah melakukan pembatasan pelayanan publik ini mulai sejak pertengahan bulan Maret 2020, dimulai dengan meliburkan anak sekolah yaitu dengan himbauan untuk belajar di rumah dan kemudian menghimbau kepada pegawai-pegawai untuk melakukan WFH.

Pemberlakuan WFH memang tidak diberlakukan kepada seluruh penyelenggara pelayanan publik, seperti pelayanan di rumah sakit dan Pencatatan Sipil terkait perekaman KTP Elektronik pelayanan pembuatan Surat Izin Mengemudi, uji kendaraan bermotor (KIR) serta pelayanan publik lainnya dimana memang memerlukan kedatangan masyarakat secara langsung.

Dikutip melalui Kemenkumham, data survey Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Andap mengungkapkan diberlakukan work from home (WFH) saat dalam masa pandemi mengakibatkan banyak pegawai yang tidak dapat melakukan kegiatan pelayanan karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan teknologi informasi.
Birokrasi digital yang dilaksanakan jajaran Kemenkumham tidak terbatas pada sistem WFH, melainkan menjangkau seluruh sektor pelayanan publik di berbagai unit eselon I, kantor wilayah, dan unit pelayanan teknis.

Seluruh ASN Kemenkumham baik pusat maupun daerah, harus meningkatkan literasi digital dalam mewujudkan digitalisasi pemerintahan melalui pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Andap menekankan arahan ini kepada para jajaran pimpinan agar mereka lebih terbuka dan mau belajar tentang teknologi informasi.

Saat ini, Kemenkumham memiliki 172 aplikasi pelayanan publik berbasis digital. Jumlah ini akan terus mengalami peningkatan karena terdapat puluhan layanan aplikasi yang sedang dalam tahap penyempurnaan.

Terkait SDM, Kemenkumham telah melaksanakan pelatihan peningkatan SDM di bidang digital. Mulai dari IT security, IT Strategy, Database Oracle, Enterprise Architecture, hingga Business Intelligent and Data Analysis yang kedepannya akan lebih ditingkatkan lagi.
Segala peraturan tersebut memiliki pengaruh terhadap kualitas penyelenggaraan pelayanan publik di masa pandemi. Hal tersebut akan menjadikan pelayan publik tidak dapat memberikan pelayanan secara langsung kepada publik. Oleh karena itu, untuk mengatasi perlu adanya tantangan bagi pelayanan publik agar menciptakan suatu ide terbaru agar dapat terselesainya permasalahan pelayanan publik di era pandemi.

Kemudian, dalam sisi pelayanan publik di Rumah Sakit seperti terkait dengan BPJS Kesehatan yang sebelumnya sudah menerapkan pelayanan berbasis daring yaitu Mobile JKN. Namun di masa pandemi ini kembali mengembangkan pelayanan dengan nama CHIKA dan Pandawa.

CHIKA merupakan singkatan dari (Chat Assitant JKN) atau pelayanan informasi melalui obrolan robot atau tokoh virtual dengan kecerdasan buatan, yang dapat menirukan percakapan manusia melalui pesan suara dan obrolan teks. Kemudian pelayanan akan dilanjutkan dengan kanal Pelayanan Administrasi Melalui Whatsapp (Pandawa) yang beroperasi setiap hari Senin sampai dengan Jumat Pukul 08.00-15.00 waktu setempat.

Peningkatan kualitas pelayanan publik pada era transformasi digital membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya masyarakat. Negara-negara di dunia berada pada era digital dimana teknologi yang terus berkembang memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pelayanan publik.

Dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik di masa pandemi covid-19 dilakukan secara digital, dimana hal tersebut dilakukan untuk menghindari aktivitas di luar rumah dan menekan penyebaran virus corona.

Segala peraturan yang sudah dibentuk oleh pemerintah, memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap kualitas penyelenggaraan pelayanan publik di masa pandemi.

Secara positif, dengan berlakunya pelayanan publik digital memberikan kemudahan kepada instansi pemerintah dalam melakukan kegiatan untuk menghidari kerumunan, namun sisi negatifnya hal tersebut akan menjadikan pelayan publik tidak dapat memberikan pelayanan secara langsung kepada publik. Sehingga, masyarakat sulit mendapatkan pelayanan secara memuaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun