Di tahun 2021, terjadi 207 konflik di 32 provinsi yang tersebar di 507 desa/kota, dengan korban terdampak sebanyak 198.895 KK. Selanjutnya, pada tahun 2022, terjadi 212 konflik di 459 desa. Namun, ada juga konflik  di wilayah perkotaan.Â
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika (2023) menyampaikan bahwa tren konflik agraria cenderung terus meningkat. Jumlah masyarakat terdampak juga naik drastis kurang lebih 50 persen dibandingkan pada tahun 2021, yaitu sebanyak 346 ribu keluarga.
Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah, mendirikan Badan khusus, yaitu Bank Tanah, sebagai salah satu alternatif menekan dan menyelesaikan konflik yang terjadi.
Menurut Dewi, ide bank tanah sebetulnya sudah salah kaprah sejak awal, karena prinsipnya tanah adalah barang komoditas, pembentukan Bank Tanah merupakan pelanggaran konstitusional.Â
Dewi melanjutkan bahwa penyediaan tanah kerap disebut sebagai hal yang menghambat pembangunan dan menghambat investasi. Padahal, realita di lapangan jutstru sebaliknya, pemerintah memberikan keistimewaan berlimpah pada investor. Monopoli tanah oleh swasta dan klaim sepihak oleh negara menjadi dasar ketimpangan kepemilikan lahan.Â
Adanya fenomena perkotaan seperti urban sprawling, yaitu perkembangan kota yang meluas ke daerah-daerah pinggiran kota, juga menjadi tantangan tersendiri dalam percepatan penanganan konflik pertanahan di Indonesia.Â
Dalam tulisan berjudul "Pengelolaan Aset Bank Tanah Untuk Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan", Hadi Arnowo (2021), menyebutkan bahwa peran pemerintah dalam pengaturan tanah sangat minim, sehingga selalu tertinggal dalam hal penyediaan tanah untuk pembangunan.Â
Sedangkan peran lain tidak dilakukan oleh pemerintah, yaitu sebagai pengatur ketersediaan tanah (land manager). Sementara, Â pihak pengembang telah terlebih dahulu melakukan penguasaan tanah berskala besar untuk kawasan perumahan (real estate) dan kawasan industri (industrial estate).
Praktik Bank Tanah di Amerika Serikat dan Belanda
Praktik Bank Tanah telah dilakukan oleh banyak negara, di antaranya Amerika Serikat (AS) dan Belanda.
Pertama, AS. Tappendorf dan Denin (2011) mengungkapkan bahwa praktik Bank Tanah di AS berupa konsep perbankan tanah (land banking), yaitu dengan mengelola tanah-tanah yang ditelantarkan atau diserahkan pemiliknya untuk dikelola, sehingga dapat meningkatkan nilai tanah. Pengelola Bank Tanah umumnya oleh badan khusus yang dibentuk oleh negara bagian.