Mohon tunggu...
Vriska PradanaGusnianingsih
Vriska PradanaGusnianingsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Al Quran dan Tafsir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benarkah Mahar Ialah Harga Seorang Perempuan?

22 Juli 2024   07:45 Diperbarui: 22 Juli 2024   07:46 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mahar, bagian penting dari pernikahan, berfungsi untuk menentukan keseriusan dan komitmen pasangan. Dalam beberapa budaya, mahar dianggap sebagai kewajiban bagi laki-laki dan harus ditetapkan sebelum pernikahan. Namun, memahami peran mahar dalam pernikahan Islam memerlukan pemahaman sejarahnya.

Wanita sering dianggap sebagai objek tanpa hak dan hanya sebagai alat bagi pemiliknya pada masa Jahiliyyah, sebelum datangnya Islam. Perempuan berada dalam posisi sosial yang sangat rendah, dan mereka tidak memiliki hak untuk menikah, bercerai, atau bahkan menerima mahar. 

Kedatangan Islam mengubah cara perempuan diperlakukan dalam pernikahan. Islam mengembalikan hak-hak perempuan, termasuk hak untuk menikah dan bercerai, dan mewajibkan laki-laki membayar mahar kepada calon istri mereka sebagai tanda bahwa mereka benar-benar mencintai mereka.

Namun, pada masa pra-Islam, konsep mahar tidak ditujukan untuk calon istri, melainkan untuk ayah atau kerabat dekat perempuan. Perkawinan pada masa itu sering dianggap sebagai transaksi jual-beli, di mana perempuan dianggap sebagai objek tanpa hak yang dapat diputuskan tanpa syarat melalui talak. 

Sistem kekerabatan yang berlaku adalah Patriarkal agnatic, di mana laki-laki mendominasi sebagai kepala keluarga dan perempuan dianggap inferior tanpa hak penuh sebagai warga. Hal ini menyebabkan perempuan memiliki status sosial yang rendah dan terbatas dalam hak-haknya.

Praktik poligami, poliandri, dan perbudakan umum di masyarakat Arab pada masa itu, mencerminkan ketidaksetaraan dan penindasan terhadap perempuan dalam sistem sosial dan pernikahan. Namun, Al-Qur'an sebagai pedoman utama umat Islam mengubah konsep mahar untuk meningkatkan kedudukan perempuan dengan prinsip keadilan dan melindungi mereka dari diskriminasi. 

Al-Qur'an menjadikan mahar sebagai simbol kesiapan suami memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya, serta mempromosikan kesetaraan dalam pernikahan sebagai landasan yang kuat bagi hubungan suami-istri yang saling menghormati dan mendukung satu sama lain.

Konsep Mahar Dalam Islam

Mahar adalah harta yang harus diberikan oleh calon suami kepada calon istrinya sebagai lambang persetujuan dan kesediaan untuk menjalani hidup bersama. Mahar juga merupakan bukti kasih sayang suami terhadap wanita yang dipilihnya sebagai pasangan hidup, menandakan dimulainya kehidupan bersama sebagai suami istri, serta menjadi wujud ketulusan dari calon suami untuk mengelola dan memimpin rumah tangga.

Dalam fiqh Islam, selain kata mahar, terdapat sejumlah istilah lain yang mempunyai konotasi yanga sama yaitu: shadaq, nihlah, ujr, faridhah, hiba, dan lainnya. Keseluruhan istilah tersebut membawa maksud dan pengertian yang hampir sama, yaitu pemberian secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan.

Mahar adalah simbol kejujuran dan persetujuan kedua belah pihak dalam pernikahan. Pemberiannya kepada istri tidak hanya menandai kemuliaan dan kehormatan bagi perempuan, tetapi juga menegaskan kesungguhan dan penghargaan dari pihak suami terhadap perannya dalam keluarga. Ini adalah tanda komitmen untuk melindungi, menghormati, dan memberikan nafkah yang layak bagi istri dan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun