Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Konsultan - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler | Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Angkot Bandung, Murah Meriah tetapi Raja Ngetem

20 Januari 2025   13:06 Diperbarui: 23 Januari 2025   14:02 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Angkot di Bandung. (Foto: Dokumentasi Pribadi/edited)

Jaman dahulu kala, ketika umur saya masih lebih muda beberapa tahun dari hari ini, beberapa angkot di Bandung jurusan tertentu akan menarik ongkos lebih  dengan alasan ngetem.

Kalau dipikir-pikir, yang ngetem di situ, yang untung di situ, yang rugi penumpang, mengapa pula ongkos yang ditarik dari penumpang malah jadi naik?

Kadang ada orang yang iseng menjawab karena keberatan dengan aturan seperti itu, "Yang ngetem kan bukan saya!"

"Aturannya sudah begitu!", kata kernetnya tak mau kalah.

Jaman sekarang, nampaknya sudah tidak ada lagi aturan seperti itu. Lha penggunanya juga sudah jarang. Sekarang kredit mobil pribadi mudah, sehingga hampir setiap keluarga punya mobil minimal satu. 

Ojek motor dan mobil online pun banyak. Cukup praktis kalau pergi rame-rame tetapi tidak ada kendaraan pribadi. Kadang ongkosnya malah jadi lebih murah. Gak pake ngetem dan bisa cari alternatif jalan yang lebih singkat untuk sampai di tujuan.

Tetapi urusan ngetem, ternyata masih saja seperti dulu, walau tidak separah dulu. Dulu, angkot ngetem bisa sampai setengah jam. Kalau buru-buru mau ke suatu tempat, penumpang dengan sengaja menggoyang-goyangkan kakinya, berharap supir dan kernet mengerti. 

Jika sudah tidak sabar, lebih baik turun dan berjalan sedikit menjauh dari area ngetem, demi mendapatkan angkot lain yang masih butuh satu dua penumpang. 

Kadang ada penumpang yang berani komplain, "Nunggu apa lagi sih, Pak?" dan supir akan menjawab dengan ketus,"Kalau gak sabar naik taksi saja!"

He..he..he...iya juga sih. Masalahnya cukup gak ongkosnya buat naik taksi?!

Bandung, konon katanya kemana saja, sampai ke pelosok-pelosok, pasti ada angkotnya. Jadi tidak usah khawatir kalau nyasar ke suatu tempat. Naik angkot saja dan ngobrol dengan supirnya. 

Dia pasti kasih tahu dimana seorang penumpang harus turun untuk sampai ke tujuannya. Selain itu, mereka juga akan dengan senang hati memberi tahu naik angkot apa lagi untuk sampai ke tujuan. Sampai sekarang, supir angkot di Bandung masih baik-baik dan sopan.

Penanda Titik Setopan Kendaraan Umum

Sekarang ini, saya perhatikan ada penanda setopan angkot dan juga bis (Teman Bus Bandung) yang dilengkapi dengan informasi jurusan, nama titik setopan, dan daftar titik-titik setopan dari awal sampai akhir. 

Penampilannya juga bagus, seperti di luar negeri. Hanya saja, penanda setopan itu kadang-kadang tidak kelihatan karena tertutup tanaman penghias jalanan yang sudah gondrong dan tebal debunya, atau pepohonan lain yang tidak dirapihkan sehingga menutupi palang setopan transportasi publik itu.

Angkot-angkot di Bandung sendiri masih leluasa berhenti di manapun sesuka supir dan penumpang. Berbeda dengan teman bus Bandung yang sudah disiplin, hanya berhenti dan mengambil penumpang di titik-titik yang sudah ditentukan. 

Teman Bus Bandung juga tidak pake ngetem. Ada atau tidak ada penumpang, dia akan tetap jalan tanpa ngetem dulu nunggu penumpang.

Sementara angkot, biasanya akan ngetem menunggu angkot penuh, minimal setengahnya. Jadi sabar-sabarlah kalau mau menikmati naik angkot di Bandung. Kadang saya mikir, tujuan mereka ngetem menunggu penumpang penuh adalah agar mendapatkan uang lebih banyak dari penumpang. 

Tetapi berapa lama waktu yang terbuang untuk ngetem. Waktu sebanyak itu mungkin bisa dipakai untuk mengerjakan hal lain yang dapat menghasilkan uang lebih banyak. 

Itu kan hanya pemikiran saya saja. Dari sisi pengemudi, mungkin mereka berpikir irit BBM kalau ngetem menunggu penumpang penuh.

Merokok di Angkot

Angkot Legend di Bandung (dokpri)
Angkot Legend di Bandung (dokpri)

Selain ngetem, asap rokok masih menjadi pengganggu dalam angkot-angkot di Bandung. Angkot-angkot di Bandung tidak seperti jaklingko di Jakarta yang sudah menggunakan AC (pendingin ruangan), sehingga ada alasan kuat bagi penumpang dan pengemudi untuk tidak merokok didalam kendaraan kecil itu.

Di Bandung, terkadang supirnya sendiri yang merokok. Asapnya kemana-mana mengganggu penumpang. Aturan dilarang merokok di angkot, rasanya pernah ada di jaman saya masih sekolah dulu. Tetapi peraturan tinggal peraturan, dalam hal ini, rakyat pengguna angkot yang perokok lebih berkuasa.

Angkot dan Perpustakaan Berjalan

Pernah juga angkot dilengkapi dengan buku-buku untuk dibaca oleh penumpang selama perjalanan menggunakan angkot. Tetapi, lagi-lagi hal itu merupakan hasil pemikiran yang mungkin bagus, tetapi dalam prakteknya tidak sebagus itu. 

Membaca dalam kendaraan yang bergerak, malah merusak mata. Belum lagi, tempat bukunya yang berdebu tidak pernah dibersihkan. 

Hasil pemikiran yang mungkin tadinya merupakan ide brilian itu, hilang juga tidak lagi diketahui apakah masih ada angkot yang menyediakan buku-buku.

Tempat Sampah

Aturan angkot harus menyediakan tempat sampah dalam angkot juga pernah ada. Kalau tidak salah jamannya Ridwan Kamil masih menjadi walikota Bandung. 

Tetapi, lagi-lagi aturan hanya tinggal aturan. Peraturan itu dilaksanakan oleh para pemilik angkot dalam beberapa waktu saja. 

Setelah itu, mungkin karena tidak ada pengawasan juga, maka sekarang ini, hampir tidak ada lagi tempat sampah di dalam angkot. Tetapi, penumpang yang makan di dalam angkot dan membuang bungkus makanannya begitu saja di dalam angkot tetap ada.

Jaman sekarang, pengendara mobil pribadi malah ada yang melempar sampah ke jalanan dari dalam mobilnya. Sungguh tidak habis pikir dengan kelakukan kampungan yang merugikan lingkungan ini.

Sebenarnya di mana pun itu, penggunaan kendaraan umum harus digalakan. Karena bertambahnya jumlah kendaraan pribadi tidak akan pernah berbanding lurus dengan kapasitas jalanan yang ada. Di Jakarta, masih bisa diusahakan pelebaran jalan. 

Kalau di Bandung, pelebaran jalan artinya mengorbankan banyak hal, karena struktur alam dan lingkungannya berbeda dengan Jakarta. 

Namun, hanya menggembar-gemborkan penggunaan kendaraan umum, tanpa peningkatan kualitas kendaraan umum untuk rakyat, rasanya kurang efektif.

Jadi, apa saja yang harus ditingkatkan untuk mendukung penggunaan kendaraan umum, misalnya di Bandung?

  • Kondisi jalanan yang baik, tidak rusak. Karena toh kendaraan umum, tidak dapat memilih jalur seenaknya. Jalurnya pasti itu-itu lagi.
  • Keamanan dan kebersihan kendaraan umum

Bagaimanapun kendaraan umum yang aman dan bersih akan membuat nyaman penumpang dan pengemudinya juga. Ada baiknya tidak makan dan minum didalam kendaraan umum, demi kenyamanan bersama. 

Toh perjalanan dengan angkot atau bus dalam kota pasti adalah perjananan pendek, dimana mayoritas orang akan dapat menahan diri untuk tidak makan dan minum selama perjalanan.

  • Saling menghormati antara penumpang dan supir

Perlu ditanamkan dalam diri masing-masing, bahwa dalam hal ini tidak ada yang derajatnya lebih tinggi. Semuanya sama-sama butuh. Kalau tidak butuh, tentunya tidak akan naik kendaraan umum. 

Supir berkendara dengan baik, tidak ngetem, tidak ngebut, dst. Sementara penumpang juga menghargai supir, menjaga kebersihan dan kenyamanan bersama.

Untuk kebaikan bersama, perlu juga diperhatikan kesejahteraan supir, jika memang pemerintah setuju, menggunakan kendaraan umum adalah cara terbaik untuk menghindari membludaknya kendaraan pribadi yang akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas. 

Jika supir kendaraan umum masih harus kejar setoran sementara penumpang juga sepi, budaya ngetem pasti akan merusak mood penumpang.

Menjaga keseimbangan antara ojek online dan kendaraan umum, agar tidak saling berebut penumpang. Perlu disadari, bahwa ojek online (motor dan mobil) yang terlalu banyak juga sama akan menimbulkan kemacetan.

  • Tertib berkendara dan aturan lalu lintas. 

Tertib dan ikut aturan mungkin susah pada awalnya, karena semua orang ingin cepat. Tetapi jika ingin sesuatu yang berkelanjutan, mau tidak mau, suka tidak suka, semuanya harus ikut aturan. 

Ini termasuk perbaikan rambu-rambu lalu lintas di jalanan. Rambu-rambu yang tidak jelas dan terlalu kecil, tentu tidak efektif bagi para pengguna jalanan. 

Jangan lagi disalah gunakan oleh para petugas untuk menilang pengguna jalanan dengan alasan melanggar aturan lalu lintas. Lha rambu-rambunya aja gak jelas.

Lingkungan sekitar yang mendukung, misal keberadaan pepohonan yang seharusnya rutin dicukur (pruning), demi keamanan pengguna jalanan.

***

Pada akhirnya kenyamanan berkendaraan umum harus didukung pemerintah secara total, dimana semuanya saling bersinergi antar departemen, untuk menciptakan lingkungan dan situasi yang baik bagi pengendara kendaraan umum dan juga pengguna jalanan lainnya. 

Selain bersinergi antar deparment dalam pemerintahan, pemerintah juga harus berkolaborasi dengan rakyat. Bukan cuma satu arah saja, dimana pemerintah hanya menghimbau.

Semoga transportasi umum di Bandung dan daerah-daerah di Indonesia seluruhnya bisa semakin ditingkatkan, agar budaya menggunakan kendaraan umum menjadi wajar terus menerus digaungkan oleh pemerintah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun