Sekarang ini, saya perhatikan ada penanda setopan angkot dan juga bis (Teman Bus Bandung) yang dilengkapi dengan informasi jurusan, nama titik setopan, dan daftar titik-titik setopan dari awal sampai akhir. Penampilannya juga bagus, seperti di luar negeri. Hanya saja, penanda setopan itu kadang-kadang tidak kelihatan karena tertutup tanaman penghias jalanan yang sudah gondrong dan tebal debunya, atau pepohonan lain yang tidak dirapihkan sehingga menutupi palang setopan transportasi publik itu.
Angkot-angkot di Bandung sendiri masih leluasa berhenti di manapun sesuka supir dan penumpang. Berbeda dengan teman bus Bandung yang sudah disiplin, hanya berhenti dan mengambil penumpang di titik-titik yang sudah ditentukan. Teman Bus Bandung juga tidak pake ngetem. Ada atau tidak ada penumpang, dia akan tetap jalan tanpa ngetem dulu nunggu penumpang.
Sementara angkot, biasanya akan ngetem menunggu angkot penuh, minimal setengahnya. Jadi sabar-sabarlah kalau mau menikmati naik angkot di Bandung. Kadang saya mikir, tujuan mereka ngetem menunggu penumpang penuh adalah agar mendapatkan uang lebih banyak dari penumpang. Tetapi berapa lama waktu yang terbuang untuk ngetem. Waktu sebanyak itu mungkin bisa dipakai untuk mengerjakan hal lain yang dapat menghasilkan uang lebih banyak. Tetapi itu kan hanya pemikiran saya saja. Dari sisi pengemudi, mungkin mereka berpikir irit BBM kalau ngetem menunggu penumpang penuh.
Merokok di Angkot
Selain ngetem, asap rokok masih menjadi pengganggu dalam angkot-angkot di Bandung. Angkot-angkot di Bandung tidak seperti jaklingko di Jakarta yang sudah menggunakan AC (pendingin ruangan), sehingga ada alasan kuat bagi penumpang dan pengemudi untuk tidak merokok didalam kendaraan kecil itu.
Di Bandung, terkadang supirnya sendiri yang merokok. Asapnya kemana-mana mengganggu penumpang. Aturan dilarang merokok di angkot, rasanya pernah ada di jaman saya masih sekolah dulu. Tetapi peraturan tinggal peraturan, dalam hal ini, rakyat pengguna angkot yang perokok lebih berkuasa.
Angkot dan Perpustakaan Berjalan
Pernah juga angkot dilengkapi dengan buku-buku untuk dibaca oleh penumpang selama perjalanan menggunakan angkot. Tetapi, lagi-lagi hal itu merupakan hasil pemikiran yang mungkin bagus, tetapi dalam prakteknya tidak sebagus itu. Membaca dalam kendaraan yang bergerak, malah merusak mata. Belum lagi, tempat bukunya yang berdebu tidak pernah dibersihkan. Hasil pemikiran yang mungkin tadinya merupakan ide brilian itu, hilang juga tidak lagi diketahui apakah masih ada angkot yang menyediakan buku-buku.
Tempat Sampah
Aturan angkot harus menyediakan tempat sampah dalam angkot juga pernah ada. Kalau tidak salah jamannya Ridwan Kamil masih menjadi walikota Bandung. Tetapi, lagi-lagi aturan hanya tinggal aturan. Peraturan itu dilaksanakan oleh para pemilik angkot dalam beberapa waktu saja. Setelah itu, mungkin karena tidak ada pengawasan juga, maka sekarang ini, hampir tidak ada lagi tempat sampah di dalam angkot. Tetapi, penumpang yang makan di dalam angkot dan membuang bungkus makanannya begitu saja di dalam angkot tetap ada.