Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sederhana yang Tidak Sesederhana Itu

5 September 2024   21:19 Diperbarui: 5 September 2024   21:19 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: vaticannews.va

Sederhana itu universal, artinya bisa diterima oleh semua orang dari level manapun, kalangan mana pun. Kesederhanaan itulah yang terlihat dan dideskripsikan dan disampaikan oleh media, dari kunjungan Bapak Paus ke Indonesia saat ini.  Saya tidak mengenal Bapak Paus secara pribadi dan juga tidak punya kesempatan untuk melihat langsung atau berdekatan barang sejenak dengan Bapak Paus dalam kunjungannya ke Jakarta. Maka itu saya hanya dapat melihat beliau dari televisi, postingan media di media sosial, atau liputan lainnya yang saat ini bisa diakses dari mana saja dan kapan saja.

Beberapa bentuk kesederhanaan dari beliau yang dapat saya tangkap adalah kesediaannya untuk berdialog dengan kelompok anak muda dari komunitas Scholas. Para peserta yang mendapat kesempatan berbicara hanya menggunakan kaos seragam komunitas yang sederhana. Bukan menggunakan pakaian tradisional yang perlu persiapan khusus, bahkan mungkin perlu sewa dulu ke tempat penyewaan, perlu ke salon dulu. 

Bukankah itu pertemuan dengan seorang kepala negara yang mendunia. Walaupun di beberapa kegiatan, contohnya pada pertemuan di terowongan silaturahmi yang menghubungkan antara Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal, orang-orang yang berkesempatan bertemu secara langsung dengan Bapak Paus memutuskan menggunakan pakaian sesuai agama masing-masing. 

Juga pada beberapa aktivitas kenegaraan, Bapak Paus disambut oleh anak-anak sekolah yang menggunakan baju adat dari berbagai daerah di Indonesia. Tidak ada yang salah. Karena kesederhanaan itu, menurut saya, menerima apa adanya yang dipandang baik oleh masing-masing pihak. 

Sederhana itu bukan tentang memaksaan batasan harus begini atau harus begitu. Namun demikian sederhana juga dapat berupa kepatuhan pada peraturan. Peraturan yang tentunya tidak dibuat dengan semena-mena, tetapi dengan berbagai pertimbangan demi kebaikan bersama. Maka itu menghormati peraturan adalah juga bentuk kesederhanaan dan kerendahan hati.

Bapak Paus datang menggunakan penerbangan komersial, bukan jet pribadi seperti yang konon kabarnya digunakan Kaesang untuk bepergian ke Amerika entah dalam rangka apa. Dua-duanya menimbulkan penilaian yang berbeda. Yang satu, saya yakin menimbulkan penilaian yang positif dan kekaguman akan kesederhanaan seorang kepala negara yang sejatinya harus terlindungi dengan menggunakan alat transport yang bersifat private dan juga untuk alasan kepraktisan. 

Karena seorang kepala negara pasti waktunya sudah terjadwal 24 jam. Sementara yang satunya lagi, malah menimbulkan pertanyaan, apakah peggunaan jet pribadi itu ada hubungannya dengan grativikasi terkait sesuatu yang sudah diberikan atau diharapkan akan diberikan. Penggunaan jet pribadi oleh Kaesang ini menimbulkan polemik pada beberapa tokoh politik. 

Ada yang bilang, tidak dapat dicurigai karena Kaesang  bukan penyelenggara negara, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa hal itu tidak dapat diabaikan begitu saja, karena grativikasi terhadap penyelenggara negara dapat diberikan melalui orang-orang di sekitarnya.

Terlepas dari itu semua, bisa jadi penggunaan fasilitas jet pribadi untuk kepentingan pribadi (karena bukan penyelenggara negara) menjadi sorotan karena itu bukanlah sebuah tindakan yang menunjukan kesederhanaan. Memang itu urusan pribadi kalau toh dia mampu membayar biayanya, kenapa tidak?! Tetapi setidaknya berusahalah untuk tidak "pamer". 

Dalam opini saya, sederhana bukan tentang pembatasan harus begini dan begitu, tetapi juga cukup menyimpan sesuatu untuk diri sendiri saja. Punya kesempatan naik pesawat private jet ke Amerika atau ke tempat lain, cukup disimpan untuk diri sendiri saja. Tidak usah pamer. Pamernya bisa nanti saja kalau hal itu sudah menjadi sesuatu yang umum dan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang "wah". Dulu, orang punya mobil dianggap orang kaya dan dapat menarik perhatian orang lain terutama yang tidak mampu. 

Parkir sembarangan pun mungkin membuat orang segan untuk menegur. Sekarang? Punya mobil gak punya parkiran, nyusahin orang lain yang sama-sama pengguna area publik! Mungkin sekian puluh tahun lagi, pesawat jet pribadi sudah menjadi sesuatu yang biasa saja bagi kebanyakan orang Indonesia sehingga mau pamer pun tidak banyak orang yang peduli.

Mengapa Paus berani menggunakan mobil "biasa-biasa" saja, duduk di sebelah supir, dan tidak sungkan membuka jendela mobil untuk menyapa masyarakat yang berdiri di pinggiran jalan ingin melihat beliau secara langsung?

Kalau boleh saya menyimpulkan secara pribadi, Bapak Paus merasa "setara" dengan orang-orang yang dia jumpai.

Mudahkah untuk mengambil sikap seperti itu? Saya yakin tidak!

Menurut saya, orang-orang yang berani dan pada akhirnya mampu melihat semua orang setara dengan dirinya tanpa rasa takut bahwa dirinya "akan" disetarakan,  artinya orang itu sudah sampai pada level yang lebih tinggi dibanding orang kebanyakan. Seseorang yang sudah berhasil mengalahkan egonya sendiri.

Sebagai manusia yang sama dengan Bapak Paus yang juga manusia, pasti kita tahu peperangan apa yang ada dalam diri ketika kita harus berdiri bersama dan setara dengan sesama yang sering tidak kita sadari memang dari sananya sama dan setara dengan kita sendiri. Sebagai seorang Katolik, saya dapat mengatakan bahwa itu adalah implementasi bahwa kita melihat setiap orang sebagai "Kristus". Sesuatu yang saya yakin tidak mudah. Kalau untuk sesekali saja dalam rangka bakti sosial mungkin mudah, tetapi untuk tetap bertahan dalam sikap sepeti itu dalam setiap tarikan nafas kita, tentu tidak mudah. 

Jika kita dapat melihat Kristus dalam diri setiap orang, tidak akan ada keinginan untuk pamer, untuk merasa berhak memandang diri lebih tinggi daripada orang lain, atau bahkan untuk merasa takut berada di dekat masyarakat dari kalangan mana pun. Apalagi seorang kepala negara seperti Paus. Terbersit dalam pikiran saya, apakah tidak ada rasa takut kalau tiba-tiba ada sabotase yang mengancam keamanan dirinya?

Saya rasa beliau benar-benar berserah pada Tuhan sang penyelenggara kehidupan, makanya dapat dengan santai membuka jendela mobil dan bersalaman dengan orang-orang yang mendekat. Bahkan memanggil beberapa orang yang dapat dipanggil untuk mendekat dan memberkati mereka.

Berserah pada Tuhan atas hidup mati kita bukan berarti menjalani hidup sembarangan. Kita adalah penguasa atas nafsu dan keinginan yang ada dalam diri kita sendiri. Namun bukan berarti bisa seenaknya. Seperti sudah saya sebutkan di atas, salah satu bentuk kesederhanaan adalah taat pada peraturan. Selain itu juga menghormati orang lain. Apa jadinya jika saking sederhananya, Bapak Paus memutuskan naik motor dengan alasan mencegah kemacetan. Tentu itu akan menyusahkan para staf  kedutaan Vatikan dan orang-orang yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan Bapak Paus. Apalagi kita lihat Bapak Paus menggunakan kursi roda. Bukan karena tidak dapat berjalan, tetapi kemungkinan karena usia yang sudah tidak muda lagi sehingga gerak beliau menjadi terbatas. Jika sudah menyusahkan banyak orang, saya rasa itu bukan lagi kesederhanaan.

Kesederhanaan juga artinya dapat menerima perbedaan sebagai sesuatu yang biasa dan tidak perlu diperdebatkan. Sesuatu yang berbeda tidak dapat dibuat sama, karena itu tidak perlu terlalu banyak berpikir mengapa kelompok ini begini mengapa kelompok itu begitu. Pola pikir yang sederhana akan dapat menerima sebuah perbedaan tanpa harus berusaha menunjukan dirinya atau kelompoknya lebih benar daripada kelompok yang lain. Tidak juga mencela kekurangan orang lain. Namanya kita hidup di dunia, kekurangan itu pasti ada. Ya sudah tidak usah menjadikan kekurangan orang lain sebagai bahan gosip apapun tujuannya. Dengan begitu orang lain pun tidak perlu merasa harus siap siaga pasang kuda-kuda untuk menghadapi kita. Itulah mengapa kesederhanaan itu sifatnya universal, bisa diterima semua orang. Sesederhana itu.

Memang sesederhana itu, namun untuk mencapai kesederhanaan itu, rasanya perlu benar-benar menata diri, menghargai hidup bukan dengan materi saja karena hidup bukan melulu tentang materi, mengisi diri dengan hal-hal yang baik di mata Tuhan, bukan di mata manusia. Untuk tahu mana yang baik di mata Tuhan mana yang tidak, tentunya kita harus bergaul dan berkomunikasi lebih dalam dengan Tuhan.  

Dengan demikian, selain dapat bertoleransi dengan orang/kelompok lain, kesederhanaan juga saya yakin dapat menghindari seseorang dari keinginan memperkaya diri dengan berbagai cara, merasa wajar-wajar saja ketika ada orang yang memberi grativikasi, dst. Katanya akar dari segala kejahatan adalah uang. Jika kita dapat mendidik diri sendiri untuk hidup sederhana, hidup apa adanya, tentu tidak akan terikat dengan uang. Dan bisa diprediksi godaan untuj korupsi dapat dihindari.

Semoga kesederhanaan yang ditunjukan Bapak Paus dapat membuat kita setidaknya berniat untuk mulai hidup sederhana.

Sederhana itu merdeka dari rasa takut dipandang lebih rendah oleh orang lain.

Merdeka dari godaan-godaan untuk membuat diri dipandang lebih "tinggi"

Merdeka untuk tidak disetir orang lain

Merdeka dari keinginan menguasai orang lain

dst

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun