ChatGPT, sebaiknya hanya dijadikan sebagai alat bantu, sebagus apapun pengembanganya nanti. Betul, bahwa dia dapat menghasilkan "sesuatu" dari hasil interaksi dengan manusia. Jika dia tidak punya jawaban atas pertanyaan kita, dia akan balik bertanya, pertanyaan yang mengarahkan.
Misalkan saya bertanya, "Siapa nama anak Pak RT yang baru lahir semalam?" ChatGPT pasti tidak akan dapat menjawab, tetapi dia dapat bertanya, "Di mana lokasi kamu tinggal? Berapa kode posnya?". Lebih lanjut dia akan bertanya,"Siapa nama Pak RT mu? Kamu tinggal di RT mana?"Â
Jika dia beruntung menemukan data yang cocok dengan alamat dan nama Pak RT, maka jawaban akan ditampilkan. Jika tidak, dia akan memberikan saran dengan data yang lebih detail sesuai yang dia dapat dari interaksi tersebut. Terkesan "pintar" bukan? Padahal itu adalah salah satu bentuk pengetahuan yang dinamakan "Sistem Pakar" atau Expert System, yang diterapkan dalam teknologi.
Semoga ChatGPT dapat terus di-upgrade agar mendekati kebutuhan kita, sehingga kita punya waktu meningkatkan diri.Â
Kita tidak belajar dari mesin atau robot pintar, tetapi kita dapat menjadikan mesin atau robot itu sebagai asisten atau alat bantu untuk mempermudah hidup. Mesin dibuat oleh manusia, jadi seharusnya kita tidak belajar 'lagi' pada mesin (teknologi).Â
Jadikanlah teknologi sebagai alat bantu dalam hidup. Let's welcome this "new" technology, walau dasar ilmunya gak baru-baru banget juga, tetapi idenya, menurut saya, cukup brilian (VRGultom)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H