Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

ChatGPT sebagai Model Referensi Terbaru?

28 Januari 2023   20:57 Diperbarui: 22 Februari 2023   15:27 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ChatGPT dari OpenAI.(Kompas.com/Wahyunanda Kusuma)

Ternyata setelah meminum obat dari dokter muda itu, malamnya perut serasa ditusuk-tusuk, sakit sekali, hingga tidak dapat tidur sampai subuh. Besoknya saya langsung menuju rumah sakit dengan membawa obat dari dokter muda tersebut, karena saya yakin ada yang salah dengan obat ini. 

Dan ternyata menurut dokter yang saya ditemui di rumah sakit, obat yang saya minum cukup berbahaya karena mengakibatkan tidak dapat BAB. Beliau melarang untuk melanjutkan minum obat tersebut. Walah...

Mungkin hal-hal seperti ini tidak perlu terjadi jika ChatGPT dapat membantu memberikan solusi dalam waktu cepat, tanpa membuat pasien menunggu. Tentu hal ini sangat membantu. Jauh lebih baik daripada membuka buku dihadapan pasien, dan membuat pasien menunggu dokter menemukan jenis obat yang cocok.

Namun bukan berarti, pada akhirnya skill dokter tidak diperlukan. Mesin mungkin dapat menentukan obat-obatan yang harus diberikan kepada pasien setelah diberitahu (input) mengenai gejala-gejala suatu penyakit, dan berdasarkan logika yang sudah ditanam, maka pasien harus diberi obat A dengan dosis sekian. 

Kenyataannya, dokter manusia lebih mengerti kondisi pasiennya karena dialah yang berinteraksi langsung dengan pasien. Dokter yang dapat mengambil keputusan apakah dosis obat diberikan sesuai teori, atau sesuai kondisi pasien.

Mahasiswa bikin makalah tinggal bertanya ke ChatGPT? Ya bagus dong. Biaya lebih murah, waktu lebih cepat. Tetapi tentunya harus bertanggung jawab juga, ketika diuji tentang pengertian mereka terhadap makalah tersebut. 

Jika tidak bisa menjawab, sebagus apapun makalahnya, mana bisa lulus? Ada bagusnya juga jika mereka ditantang untuk mengimplementasikan teori yang mereka paparkan dalam makalah, di metaverse. 

Tujuannya untuk meyakinkan diri bahwa mahasiswa akan dapat mengimplementasikannya dengan baik di dunia nyata kelak. Jadi, pada akhirnya, sudah tidak perlu lagi memusingkan apakah makalah dibuat dengan menggunakan ChatGPT atau teknologi sejenis, atau dibuatkan orang lain, dst. 

Sama saja dengan ujian open book. Boleh buka buku ketika ujian berlangsung, karena ujiannya bukan hafalan.

Saat ini, mungkin dunia belum siap menghadapi fenomena penggunaan chatGPT. Dikabarkan universitas di Perancis, Jum'at lalu, melarang mahasiswanya untuk menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas. 

Yah mungkin saat ini ChatGPT masih 'kaku' jadi kelihatan sekali kalau hasil generate mesin dan mungkin hasilnya belum terlalu benar. Tetapi pada akhirnya saya rasa penggunaan ChatGPT tidak akan dapat dibendung. Apalagi kalau selamanya gratis dan hasilnya makin bagus. Saat ini, mungkin hasilnya masih dianggap selevel hasil kerja google translate yang kurang ok untuk menterjemahkan kalimat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun