Diawali dengan pendataan penduduk Indonesia oleh Badan Pusat Statistik yang sudah bisa online, saya kira seharusnya penyelenggaraan pemilu pun dapat dibuat lebih canggih, walau biayanya belum tentu lebih murah daripada versi pemilu sebelumnya. Namun setidaknya prosesnya dapat dibuat lebih cepat dan lebih akurat. Bisa jadi akan mahal pada awalnya, namun secara keseluruhan pasti lebih murah.
Jika Pemilu sebelumnya, kertas suara yang terlalu lebar agak sedikit menyulitkan para pemilih, dan juga panitia harus membuka setiap kertas suara satu per satu untuk menghitung manual. Tentunya, itu akan makan waktu cukup lama. Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas dengan ribuan kecamatan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Terlebih ketika harus menginput seluruh data kedalam database secara manual. Berapa banyak tenaga yang dibutuhkan untuk itu dan berapa besar tingkat kesalahannya (human error), juga berapa lama waktu yang dibutuhkan.
Alih-alih menyederhanakan kertas suara, apakah tidak sebaiknya dipikirkan cara untuk memangkas pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan memanfaatkan teknologi? Mungkin hal itu juga akan berdampak pada penyederhanaan surat suara.
Misal, penghitungan suara yang langsung dicatat kedalam database ketika seseorang melakukan pemilihan secara pribadi. Bagaimana idenya?
Mungkin setiap calon dan partai politik dibuatkan kartu dengan kode unique (tidak ada yang sama), berupa barcode atau QR Code, sehingga pemilih hanya tinggal menempelkan kartu-kartu yang dipilih pada scanner, dan setiap barcode atau QR Code yang terbaca akan menambah satu suara sesuai kodenya.
Dengan demikian diakhir pemilihan, hanya tinggal membacakan jumlah suara masing-masing calon dan partai politik. Sementara kartu-kartu suara tetap disimpan sebagai bukti untuk verivikasi.Â
Tentu saja tidak akan semudah yang ditulis atau yang dibayangkan. Mesti ada alat yang sudah diprogram untuk membaca  barcode atau QR Code dan mencatatnya kedalam database.
Proses pembacaan barcode dan pencatatan kedalam database dapat bersifat lokal, yang artinya tidak saling terhubung seluruh Indonesia  selama masih di tingkat kelurahan atau kecamatan. Tidak juga terhubung ke Internet, demi keamanan.
Baru kemudian bisa dihubungkan data dari seluruh Indonesia ditingkat Provinsi. Dengan demikian tidak perlu lagi ada banyak relawan yang melakukan penginputan data dan juga mengurangi kesalahan input.