Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Administrasi - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler Teknologi untuk semua orang, karena semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Dulu Karyawan, Setelah Pensiun Jadi Direktur

9 Agustus 2021   16:37 Diperbarui: 9 Agustus 2021   18:51 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Membangun Usaha Setelah Pensiun | source: shutterstock

Setelah pensiun adalah waktu yang tepat untuk menobatkan diri sebagai direktur, entah direktur apa pun. Yang jelas segala usaha yang berkesinambungan dalam memproduksi sesuatu dan mencari keuntungan dari sebuah transaksi adalah sebuah mata pencaharian. 

Dan jika usaha itu dimiliki, diusahakan, dimodali dengan uang sendiri, artinya orang itu adalah direktur dari per-"usaha"-an itu.

Jika dulu bekerja sebagai pegawai negeri atau perusahaan swasta yang juga mengenal masa pensiun. 

Maka, sekarang bekerja dengan mengusahakan segala sesuatunya sendiri. Ada yang bilang demi sesuap intan, sesendok berlian, atau sebongkah emas permata. Walau sudah pensiun, selama tujuan belum tercapai, maka naik pangkat menjadi direktur pun tetap diterima dengan rendah hati.

Ayah saya dulu mulai mengelola warung yang sebelumnya dikelola oleh ibu kami sambil menjalankan rumah tangga sehari-hari dengan tujuh anak yang masih sekolah. 

Pengelolaan warung yang tidak fokus, membuat warung tersebut jatuh bangun kadang kosong, kadang penuh barang, tergantung cash flow yang kenyataannya selalu terganggu. 

Bahkan para sepupu kami menyebutnya "warsong" alias warung kosong, karena lebih sering kosong daripada ada isinya. 

Namun entah bagaimana, warung itu tidak pernah mati walau jalannya terseok-seok. Bahkan setelah ayah saya pensiun dan fokus mengelola warung itu, warung mulai memperlihatkan hasilnya. 

Dari cuma warung kecil yang menyediakan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari, jajanan anak, dan rokok. Lama-kelamaan warung itu berkembang menjadi pangkalan LPG berbagai ukuran dan air mineral galon yang perputarannya cukup cepat. 

Pelanggan kami tidak lagi hanya tetangga sekitar, tetapi dari kampung-kampung tetangga juga berdatangan. Dan kami memposisikan ayah kami sebagai "direktur".

Hanya saja, sayangnya, ayah saya jadi tidak bisa ke mana-mana karena waktu dan tenaganya habis untuk mengelola warung. 

Pernah saya usulkan pada ayah saya untuk menutup warung agar beliau bisa sedikit menikmati hidup dengan berjalan-jalan, mengikuti arisan keluarga, berlibur, dan lain sebagainya. Namun ayah saya tidak mau. 

Di kemudian hari saya tahu, motivasi ayah saya berusaha mengembangkan warung kami adalah karena tidak mau seperti teman-teman pensiunan lain, yang setiap bulan antri di bank untuk mengambil uang pensiunan untuk kebutuhan hidup. 

Kenyataannya memang ayah saya sangat jarang mengambil uang pensiunannya. Ia hanya mengambil untuk keperluan-keperluan besar, seperti pesta pernikahan anak, uang kuliah anak, atau kondisi darurat seperti sakit. Itu pun, ayah saya cukup disiplin "mengembalikan" uang tabungan yang terpakai dari hasil warung.

Motivasi lain adalah agar dapat meninggalkan sesuatu untuk istri dan anak-anak yang belum menikah --yang pekerjaannya tidak terlalu banyak menghasilkan, jika kelak ayah saya harus pergi meninggalkan dunia. 

Mengetahui motivasi itu, saya tidak lagi berusaha mempengaruhi ayah saya untuk berhenti bekerja dan menutup warung. 

Namun saya mencari cara supaya warung itu tidak membuat pemiliknya terikat secara waktu sehingga tidak bisa ke mana-mana. 

Entah itu dijadikan mini market dengan 2-3 karyawan yang membantu melayani pembeli, atau membuatkan sistem komputer agar semua transaksi dapat lebih mudah terpantau. 

Namun, ayah saya yang merasa warung kami hanya warung kecil saja, tidak mudah untuk menerima ide-ide saya. 

Maka saya mulai dengan mendaftarkan beberapa barang di warung kami untuk dijual secara online. 

Dan ketika ada pembeli, saya bercerita kepada ayah saya, dengan harapan beliau juga bisa update dengan teknologi.

Apapun itu, selama hidup masih berlangsung, walau sudah pensiun dari tempat kerja lama, sebaiknya memang tidak berpikir untuk pensiun dari kehidupan dengan tidak melakukan apa-apa.

Jika memang ingin memakai waktu di masa pensiun dengan jalan-jalan keliling dunia, saya rasa itu juga baik. Jika memang ada dana, kenapa tidak? 

Buat saya sendiri, jalan-jalan adalah sebuah investasi juga. Karena dengan berlibur, baik di dalam negeri maupun luar negeri dapat membuat tubuh dan pikiran menjadi segar, selalu haus akan hal-hal baru yang berarti tidak pernah berhenti belajar, memberi semangat baru, dan bahkan dapat menjadi modal untuk pekerjaan yang baru. Misal menulis buku, menjadi travel blogger, membuat usaha travel agent, atau mungkin menjadi tour leader. Seru kan?

Masa pensiun juga artinya dapat bekerja melalui hobi yang mungkin selama bekerja kantoran tidak punya banyak waktu untuk menggelutinya. 

Misal, ada seorang teman saya yang senang memelihara burung. Setelah pensiun dia fokus pada hobinya sehingga dapat menghasilkan uang dari hobi tersebut. Hati senang, uang mengalir. 

Ada juga para pensiunan yang aktif berlatih public speaking melalui komunitas yang kebetulan saya ikuti. 

Dengan pengalaman mereka yang segudang mereka dapat menginspirasi para kawula muda melalui pidato-pidata mereka. 

Lama-lama mereka pun sering dipanggil untuk menjadi pembicara. Kuncinya, jangan malu untuk bergabung dengan orang-orang muda dan berlatih bersama.

Beberapa teman kerja yang beda usia dan pensiun duluan, tetap melakukan aktivitas penjualan secara freelance dan tidak terikat pada suatu perusahaan. Beberapa di antara mereka menjadi tenaga pemasar di bidang lain. Yang jelas, pensiun bukan akhir dari segalanya. 

Selain itu, sangat penting untuk menjaga badan tetap bugar, agar pikiran pun tetap segar. Berani mencoba hal-hal baru di masa pensiun, masa di mana usia tidak semuda generasi milenial adalah sesuatu yang patut diperjuangkan agar hidup tetap penuh semangat. 

Menyandang title direktur, walau cuma direktur warung, bukan masalah. Toh memang itu usaha pribadi, dimodali sendiri, diurus sendiri.

Dulu jadi karyawan atau pegawai, boleh dong setelah pensiun naik pangkat jadi direktur atau pemilik. Setidaknya direktur bagi diri sendiri.

Masa pensiun bisa jadi menjadi masa keemasan seseorang. Jadi tetaplah bersemangat, miliki impian, dan berusaha mencapai impian itu. 

Selamat memasuki masa pensiun yang gemilang untuk para pensiunan atau yang sedang dalam masa pra pensiun. (VRG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun