Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menjadi Pekerja Profesional yang Dibayar Per Jam

17 Oktober 2020   16:42 Diperbarui: 18 Oktober 2020   18:06 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi besar dan kecilnya upah. (sumber: thinkstockphoto via kompas.com)

Wuihhhh... itu mimpi saya: dibayar dengan argo per jam sebagai profesional.

Dulu, yang saya tahu dan baca dalam proposal yang nantinya akan ditagihkan kepada client adalah harga kami, yang akan bekerja dalam project, dihitung per jam. Dan angkanya, cukup wow! 

Tetapi kalau dibandingkan dengan apa yang kami terima per bulan, angkanya sangat jauh di bawah angka yang ditagihkan per jam tersebut. 

Bayaran per bulan kami hanya angka standard saja. Standard dalam arti sesuai dengan harga pasaran di Indonesia tapi bukan harga pasaran International. Jadi bolehlah bermimpi benar-benar dibayar per jam di angka yang tinggi tersebut :)

Teman-teman yang dibayar per jam untuk menjadi MC, juri dalam suatu kegiatan, atau pembicara pun dibayarnya mahal bukan? Lebih mahal jika dibandingkan dengan bayaran bulanan sebagai karyawan. 

Saya pernah iri dengan teman kost yang masih mahasiswa, yang menjadi juri dalam lomba nyanyi. Kegiatannya cuma sekali-sekali saja, tetapi bayarannya mahal, jauh lebih tinggi daripada gaji bulanan saya ketika itu, setelah dikonversi menjadi per jam. Padahal saya bukan mahasiswa lagi :D 

Dokter, pengacara yang dibayar per jam pun, bayarannya tinggi juga. Maka itu, saya pribadi, sangat senang jika di Indonesia dibayar per jam itu tidak lagi hanya untuk profesi-profesi tertentu seperti dokter, pengacara, dsj. Tetapi untuk semua bidang, pekerja lepas yang dibayar per jam, dihargai sesuai skillnya, bukan ala kadarnya. 

Bekerja jam-jaman untuk pekerja skill dan non skill mungkin berbeda, tetapi mestinya bayarannya tetap lebih besar dibandingkan gaji bulanan karyawan tetap. Mengapa? 

Karena sebagai karyawan tetap, perusahaan biasanya memberikan keuntungan berupa fasilitas-fasilitas seperti asuransi kesehatan, jaminan hari tua, training dll. Sementara untuk pekerja lepas, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya tersebut.

Karena itu, sebaiknya pekerja lepas yang dibayar per jam kerja terpakai juga punya kemampuan mengatur keuangan agar hidup tetap terjamin ketika dalam kondisi tidak bekerja karena satu dan lain hal. Memang semakin sedikit jam kerja kita, maka bayarannya pun semakin sedikit. Saya kira cukup adil untuk kedua belah pihak.

Sebagai konsultan yang terikat pada suatu perusahaan, saya pernah merasakan tidak ada pekerjaan tetapi tetap dibayar oleh perusahaan. Memang itu bukan kesalahan karyawan, tetapi perusahaan belum ada proyek baru yang bisa dikerjakan. 

Kenyataannya tidak mudah untuk mendapatkan proyek. Jika kondisi tidak ada proyek ini berlangsung lama, pada akhirnya bukan hanya perusahaan yang tutup tetapi karyawan pun akan kehilangan penghasilan.  

Dikemudian hari, saya bekerja di sebuah perusahaan dimana kami harus mengisi form jam kerja terpakai yang akan ditagihkan kepada client. Argonya per 15'.

Jadi jika kami mengerjakan sesuatu untuk kepentingan client, maka waktu yang terpakai tersebut akan ditagihkan kepada client. Selain itu, waktu kerja kami menjadi beban perusahaan dimana kami adalah karyawannya.

Jika waktu pengerjaan di bawah 15' maka dianggap gratis untuk client, tetapi untuk waktu 15' ke atas, maka akan ditagihkan. Namun kami juga tidak bisa sembarangan 'pasang argo' seperti supir taxi berargo meter. Kami harus mengira-ngira dulu, kira-kira berapa lama waktu yang wajar untuk mengerjakan sesuatu.

Jika waktu standard adalah dua jam, namun karena sesuatu dan lain hal waktu yang terpakai lebih dari dua jam, maka kami disarankan untuk menagihkan hanya dua jam saja. 

Di luar waktu itu, mungkin ada waktu yang terpakai untuk mencari solusi dengan bertanya kepada senior, mencari di google, trial and error, dll, maka jumlah waktu itu tidak perlu ditagihkan, karena dianggap menjadi tanggung jawab pribadi kami sebagai profesional.

Di sini gaji yang dibayarkan kepada kami pun masih gaji bulanan. Hanya saja kami berkewajiban melaporkan waktu kami yang 'terjual' kepada client, karena dari situlah perusahaan mendapatkan penghasilan yang nantinya sebagian untuk membayar upah kami, karyawannya. 

Sebenarnya, dengan cara ini, kami juga berlatih mengatur dan menghargai waktu, serta berlatih menjadi seorang profesional. Terkadang kami sering berpikir kalau cuma 15' sudahlah tidak usah dilaporkan, mungkin karena faktor kedekatan dengan customer atau memang malas membuat laporan.

Sering bos kami mengingatkan, jika tidak melaporkan waktu yang terpakai untuk client, itu sama saja dengan mencuri dari perusahaan. Masuk akal juga, karena memang dari situlah penghasilan perusahaan.

Umumnya disetiap proyek, kami harus mengisi timesheet. Ini adalah pekerjaan yang sering dianggap remeh, karena sering kami terlalu sibuk dengan pekerjaan utama dan konsentrasi mengejar deadline. 

Sumber foto: https://dhrm.utah.gov/
Sumber foto: https://dhrm.utah.gov/

Biasanya, manajer proyek yang akan selalu mengingatkan agar tidak lupa mengisi timesheet ini, karena sebenarnya timesheet ini adalah sesuatu yang penting sekali.

Ketika saya menjadi freelancer, bayaran saya tergantung dari timesheet yang saya serahkan. Jika saya terlambat menyerahkan timesheet ini, maka ada kemungkinan bayaran saya pun akan terlambat.

Dan jika waktu yang saya laporkan tidak sesuai dengan hari atau jam kerja saya, maka saya sendiri yang rugi. Jika waktu yang dituliskan melebihi dari yang sebenarnya, tentu akan jadi pertanyaan, dan akhirnya merugikan diri sendiri juga. Bisa saja kita dianggap tidak teliti atau kurang jujur. 

Sebaliknya jika jumlah jam kerja yang ditulis kurang dari waktu yang sebenarnya, maka bayaran yang kita terima pun menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.

Bekerja sebagai profesional freelancer, memang agak ribet, karena harus rajin 'menagih' alias membuat laporan waktu terpakai sebagai dasar menagih. 

Dan dibeberapa kasus harus membuat laporan tentang kemajuan pekerjaan kita juga. Terkadang ada rasa segan jika ternyata kemajuan pekerjaan kita terlambat dibandingkan jadwal yang sudah disetujui bersama. Padahal mungkin perkembangan kemajuan pekerjaan yang terlambat ini juga akibat kelalaian dari sisi client.

Freelancer adalah pekerja lepas yang tidak terikat pada suatu organisasi tetapi mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas sesuai perjanjian. 

Karena tidak terikat pada suatu organisasi, maka freelancer tidak berhak atas fasilitas-fasilitas yang umumnya diterima oleh karyawan tetap, seperti jaminan kesehatan, THR, jaminan hari tua, dsb.

Namun semua itu dapat diusahakan sendiri dengan menyisihkan penghasilan untuk asuransi kesehatan, menabung untuk hari raya, menabung untuk persediaan hari tua, dsb. Jadi bayarannya pun seharusnya lebih besar daripada karyawan tetap.

Untuk kasus saya, saya juga harus menabung untuk keperluan training, ujian sertifikasi, dll, karena itulah modal saya untuk menjual diri. Jadi dalam menerima pekerjaan yang bayarannya dihitung per jam, saya harus memperhitungkan biaya-biaya ini juga.

Ketika sama sekali tidak ada tawaran pekerjaan, apa yang saya lakukan? Satu bulan, dua bulan masih rajin menulis blog berbagi pengetahuan agar skill tetap terasah, minimal tidak lupa. 

Selain itu mengikuti seminar-seminar dan update pengetahuan yang ketika ada pekerjaan, hal ini tidak sempat dilakukan. Bulan ketiga dan seterusnya semua itu masih dilakukan, namun mulai menghitung...tabungan saya cukup untuk berapa bulan lagi? Namun tetap diusahakan untuk tidak 'diam' agar otak tidak mampet. 

Dan semua yang bisa dikerjakan akan dikerjakan, siapa tahu ada ide yang tiba-tiba muncul ketika mengerjakan sesuatu. Oh ya, menulis untuk berbagi ilmu lewat blog pribadi, itu adalah salah satu cara untuk membangun "brand".

Tidak perlu takut, orang lain yang membaca blog kita menjadi lebih pintar sehingga saingan kita menjadi lebih banyak. Justru dengan saingan lebih banyak, seharusnya kita lebih terangsang untuk lebih kreatif. Karena meskipun kita memutuskan untuk tidak berbagi ilmu, dunia ini tetap berkembang, dan semua orang tetap harus menjaga agar tidak ketinggalan jaman.  

Bekerja dengan dibayar per jam menurut saya, apapun bidangnya, ada untung ruginya. Waktu kerja yang flexible namun harus disiplin. Jika tidak disiplin mana mungkin dapat mengatur waktu kerja?  

Kalau karyawan tetap sudah sangat umum, jam kerjanya adalah jam 9 pagi sampai jam 6 sore, dan target yang harus mereka capai mungkin target harian. 

Hari ini harus menyelesaikan apa. Waktunya jauh lebih banyak dalam menyelesaikan tugas. Sedangkan untuk pekerja jam-jaman targetnya adalah per jam. Berapa lama saya akan mengerjakan pekerjaan ini untuk mendapatkan bayaran sebesar sekian. 

Berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini dan berapa bayaran yang saya targetkan untuk sekian jam mengerjakan pekerjaan ini. Jika ternyata salah hitung, ya salah sendiri :D Dan jika ternyata ada kendala dari sisi client yang menyebabkan pekerjaan tertunda, sebaiknya disebutkan dalam perjanjian bagaimana solusinya.

Sudah waktunya kita orang Indonesia saling menghargai waktu orang lain. Kalau masih belum bisa 'saklek' seperti di negara lain yang sudah bisa menghargai waktu, minimal masing-masing pihak dapat menyelesaikannya dengan baik.

Sebagai freelancer, bayaran yang saya terima untuk suatu pekerjaan, belum bisa setinggi apa yang tertera dalam proposal proyek, ketika masih terikat pada suatu perusahaan. 

Namun menjadi freelancer, menurut saya, kita menjadi pribadi yang professional. Dibayar sesuai skill yang kita punya dan bertanggung jawab atas perkembangan skill sendiri. Jadi bekerja dan belajar bukan untuk boss, bukan untuk perusahaan, tetapi sebagai persiapan pekerjaan yang lebih baik dimasa depan.

Jika saat ini Anda adalah pekerja yang dibayar per jam, jangan berkecil hati, nikmati saja dan jadikanlah itu latihan management waktu, management keuangan pribadi. 

Apalagi kalau masih ada rencana sekolah sambil bekerja, justru bekerja jam-jaman ini akan menguntungkan karena bisa mengatur waktu sesuai waktu sekolah tanpa perlu sungkan karena harus sering-sering minta ijin boss untuk tidak hadir di tempat kerja.

Setelah saya pikir-pikir, lama kelamaan, bekerja dengan tidak terikat pada suatu perusahaan, lebih menyenangkan. Jika kita terikat pada suatu perusahaan, untuk menerima pekerjaan dari luar selama jam kerja, rasanya kurang bebas dan tidak etis. Ada perusahaan yang mengijinkan ada yang tidak.

Setahu saya, tidak ada perusahaan yang mengijinkan pekerjanya melakukan pekerjaan selain dari perusahaan. Nah jika kondisinya perusahaan sedang tidak ada proyek, satu dua bulan mungkin masih ok untuk kita sebagai karyawan.

Jika kelamaan, karyawan juga bosan, walau masih tetap digaji. Harus hadir di tempat kerja tetapi tidak ada pekerjaan, buat saya, rasanya tidak enak. Mending pergi liburan mengexplore dunia :D

Nah kalau jadi freelancer kan lebih bebas untuk menerima pekerjaan darimana pun sambil tetap memperhitungkan kemampuan pribadi. Kalau sedang tidak ada pekerjaan, bisa liburan sesuka hati tanpa rasa bersalah. 

Dan menurut beberapa pendapat yang pernah saya baca, pada akhirnya, dalam beberapa tahun kedepan, diprediksikan akan lebih banyak pekerja-pekerja yang dibayar per jam. Jadi, marilah kita bersiap diri!

Semoga pada akhirnya nanti semua pihak dapat menerima pekerja perofesional yang dibayar per jam sesuai skill yang dibutuhkan. Dan semoga semua pekerja yang dibayar per jam dapat menjadi professional yang dicari-cari karena skillnya dibutuhkan. Pekerja yang sudah 'jadi' karena tidak perlu lagi diajari untuk melakukan suatu pekerjaan. 

Dan yakinlah setiap pekerjaan, sekecil apapun, harus disertai tanggung jawab. Jadi jangan mau dibayar murah jika alasannya "ini hanya pekerjaan kecil". 

Pekerjaan kecil pun perlu tanggung jawab. Bahkan pekerjaan yang tidak dibayar pun, jika kita sudah setuju untuk mengerjakannya tanpa dibayar, harus dikerjakan dengan penuh tanggung jawab. (VRGultom) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun