Mohon tunggu...
Syinchan Journal
Syinchan Journal Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Pemikir bebas yang punya kendali atas pikirannya

Begitu kau memahami kekuatan kata katamu, kamu tidak akan mengatakan apapun begitu saja. Begitu kau memahami kekuatan pikiranmu, kamu tidak akan memikirkan apapun begitu saja. Ketahuilah Nilaimu

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Revolusi Hijau Pilkada, Ambisi Besar atau Sandiwara Politik?

26 Oktober 2024   03:15 Diperbarui: 30 Oktober 2024   13:51 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Politik hijau berkelanjutan. (Sumber: KOMPAS/SUPRIYANTO)

Ketika kita mendengar "Revolusi Hijau," biasanya pikiran langsung melayang ke pertanian berkelanjutan atau pelestarian lingkungan. Namun, dalam konteks Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di Indonesia, istilah ini terasa lebih ambigu. 

Benarkah ini sebuah langkah besar untuk perubahan? Ataukah sekadar sandiwara politik demi menarik simpati publik? Mari kita lihat lebih dalam.

Latar Belakang "Revolusi Hijau" di Pilkada

Dalam Pilkada, Revolusi Hijau merujuk pada program yang dicanangkan calon pemimpin demi menjaga lingkungan. Di tengah meningkatnya kesadaran publik akan perubahan iklim, banyak kandidat mulai menekankan isu lingkungan sebagai poin utama. 

Dari pengelolaan sampah, penanaman pohon, hingga penggunaan energi terbarukan---semuanya dipromosikan sebagai solusi untuk masa depan.

Namun, ada keraguan besar: apakah janji-janji ini sungguh-sungguh atau hanya gimik politik demi suara?

Ambisi Besar atau Sandiwara?

Kesadaran publik yang semakin tinggi memaksa calon kepala daerah untuk mengakomodasi isu lingkungan. 

Menurut survei, sekitar 70% masyarakat Indonesia kini lebih peduli terhadap lingkungan dibandingkan beberapa tahun lalu, menciptakan tekanan pada para calon. 

Di sisi lain, banyak dari program yang dijanjikan hanya berakhir sebagai janji manis. Dalam realitas politik, banyak proyek penghijauan besar yang sekadar slogan; misalnya, rencana penanaman pohon yang megah sering kali gagal dalam perawatan sehingga banyak pohon yang mati sebelum sempat memberikan manfaat.

Statistik mencatat bahwa hanya sekitar 30% dari program lingkungan yang benar-benar terlaksana setelah kandidat terpilih. Ini menandakan adanya kesenjangan besar antara janji kampanye dan realitas pelaksanaan.

Masyarakat dan Kesadaran Lingkungan

Di tengah kebingungan ini, masyarakat berperan besar dalam mendorong perubahan. Kesadaran publik yang semakin tinggi terhadap isu lingkungan bisa jadi kekuatan pendorong bagi calon pemimpin untuk tidak hanya berjanji, tetapi juga bertindak. 

Masyarakat kritis bisa menjadi pengawas bagi pelaksanaan janji-janji tersebut, misalnya dengan protes terhadap kebijakan yang merugikan lingkungan, seperti pembangunan yang mengorbankan hutan kota atau ruang hijau.

Pilkada Hijau 2024: Apa yang Baru?

Menuju Pilkada 2024, isu Revolusi Hijau semakin populer. Calon-calon kepala daerah mulai memasukkan program keberlanjutan dalam visi-misi mereka.

Pilkada Hijau (freepik.com/freepik)
Pilkada Hijau (freepik.com/freepik)

Menurut data terbaru dari BPS dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), sekitar 65% masyarakat memilih kandidat dengan program lingkungan.

Misalnya, beberapa calon gubernur di kota besar, seperti Jakarta, menjanjikan peningkatan transportasi ramah lingkungan dan pengurangan emisi karbon. 

Di Bandung, calon wali kota melibatkan masyarakat dalam diskusi kebijakan terkait pengelolaan sampah dan penanaman pohon. Hal ini menunjukkan keterlibatan publik dalam politik lingkungan dan pentingnya kolaborasi antara calon pemimpin dan masyarakat.

Indikator Keberhasilan Revolusi Hijau

Untuk mengukur keberhasilan Revolusi Hijau dalam Pilkada, beberapa indikator bisa diperhatikan:

1. Perbaikan Kualitas Lingkungan -- Misalnya, pengurangan sampah plastik, perluasan ruang hijau, atau peningkatan kualitas udara di perkotaan.

2. Partisipasi Masyarakat -- Program lingkungan yang sukses biasanya melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan, menciptakan rasa tanggung jawab bersama.

3. Transparansi dan Akuntabilitas -- Masyarakat berhak mengetahui ke mana anggaran dialokasikan dan sejauh mana janji kampanye tersebut terwujud.

Revolusi Hijau atau Drama Politik?

Revolusi Hijau Pilkada sebenarnya bisa menjadi peluang besar untuk perbaikan lingkungan dan masyarakat. Namun, penting untuk bersikap kritis. Apakah janji ini sungguh merefleksikan komitmen atau sekadar drama politik demi suara?

Masyarakat perlu terus mengawasi dan aktif dalam proses politik ini, memastikan janji-janji tidak hanya sekadar retorika kampanye. 

Mari kita jadikan Pilkada sebagai momentum mendorong perubahan nyata. Hanya dengan begitu, Revolusi Hijau bukan hanya ambisi besar, tetapi kenyataan yang membawa manfaat positif bagi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun