Mohon tunggu...
Voni Anggraeni
Voni Anggraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Mahasiswa Prodi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sawahku Rata Jadi Jalan

25 November 2024   09:28 Diperbarui: 25 November 2024   10:42 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mbak Ratmi, nanti masaknya di rumah Mbak, ya?" tanya Kiara.

"Ya, izin dulu sama ibuku," jawab Ratmi.

Sebelum memanen jamur merang, Ratmi dan pasukkannya akan datang ke kedai kecil di sisi jalan raya tempat bus-bus AKAP berhenti. Pagi hari selalu ramai di terminal semu itu. Anak-anak desa itu akan menyela ke tengah-tengah kerumunan calon penumpang untuk sampai di sudut hanya untuk meminta izin kepada ibunya Ratmi menggunkaan kompor di rumahnya. Tak jarang Ratmi pun meminta sejuput gula dan klethikan kacang tanah dari kedai ibunya. Tidak keberatan, setiap teman-temannya akan diberikan satu bungkus kecil kacang bawang itu atas seizin ibu Ratmi. Lantas terdengar suara berteriak riang, suara anak-anak kampung yang mudah bahagia dengan hal-hal kecil yang mereka didapatkan.

"Bu, Ratmi mau cari jamur merang dulu di sawah."

"Adikmu sama siapa?" tanya ibunya.

"Sama mbah, sudah dibuatin susu tadi."

"Ya sudah. Mainnya jangan sampai sore, ya, Nok. Nanti jam 2 berangkat sekolah ngaji," pesan ibunya Ratmi.

"Iya, Bu!" seru Ratmi. Kemudian semua anak buahnya turut berpamit dan mencium tangan ibunya Ratmi. Hal yang lumrah ketika bertemu dengan orang tua salah satu teman, maka semua akan bersalaman dan berucap salam. Sungguh sopan anak-anak pada zaman itu.

Setelah berburu jamur dirasa cukup dan mengisi satu cepon (tempat penyimpanan yang biasanya terbuat dari bahan plastik atau anyaman bambu), mereka bawa ke rumah Ratmi untuk dimasak ala kadarnya. Ditumis dengan cabe rawit yang diiris tipis menyerong, bawang putih, dan merah seadanya, serta sedikit air. Lalu, ditambahkan kecap manis supaya tidak begitu membakar lidah akibat irisan rawit yang kadang buahnya terlalu tua dan sangat pedas.

Tumis jamur sudah siap, masing-masing pulang mengambil sepiring nasi dan membuat janji untuk bertemu di batu besar di dekat gubuk yang berada di tengah sawah. Termasuk Kiara, ia membawa sepiring nasi dari rumahnya, berjalan hati-hati menyusuri tegalan untuk sampai di batu sangat besar yang berada di tengah lahan sawah itu. Rupanya, teman-teman sudah menantinya di atas batu besar itu. Mereka tidak akan mulai makan sebelum personilnya hadir lengkap di sana. Menikmati sepiring nasi hangat dengan tumis jamur pedas manis yang dimasak sendiri, ditemani semilir angin pagi hari sangat mendamaikan, terlebih dengan tawa dan senda gurau bersama kawan-kawan. Tentu nafsu makan akan bertambah dan makanan menjadi lebih sedap berselera.

Bila suara dari surau sudah terdengar, tanda jika azan zuhur akan berkumandang. Lalu, para orang tua memanggil anak-anak mereka yang masih berada di atas batu untuk segera pulang. Uniknya, para orang tua tidak perlu turut menghampiri mereka ke tengah lahan sawah, cukup dengan bertepuk tangan beberapa kali dan melambaikan tangan supaya mereka kembali, maka anak-anak itu akan menurut pada orang tua dan pulang ke rumah masing-masing. Setelah itu, maka petualangan hari itu berakhir, keseruan masa kanak yang akan menjadi cerita di masa depan tercipta sudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun