Mohon tunggu...
Risalah Amar
Risalah Amar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, pegiat pranikah

Penulis Lepas, dan Melepas Tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Raja Pesulap

23 November 2014   23:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:02 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Perhatikan dan jangan pernah berkedip!”

Sesaat setelah dia berseru, dilemparkannya kartu-kartu itu ke udara,  dan terus terbang seperti kupu-kupu, hinggap sebentar di bahu seorang tukang becak, mengecup dahi bocah yang kagum benar dengan rajanya, dan mengelus kepala gadis-gadis yang terpana; lalu kupu-kupu kartu itu terbang terus ke langit.

Beberapa kejap kemudian, mendung datang, tanpa petir. Orang-orang menganga, sebab yang turun sebagai gerimis, lalu diikuti rintik dan gemuruh, adalah hujan kartu, persis seperti yang dilemparkan keudara oleh sang raja, lalu menjadi kupu-kupu!

*

Orang-orang yang berkumpul di sekitar istana begitu terpana, tapi lantas seperti ada yang meriapi jiwa mereka; sang raja terus melanjutkan mantranya yang misterius:

“Akan kuciptakan hujan yang indah sekali. Yang setelahnya, kita akan menari bersama pelangi, yang setelahnya kita akan dibanjiri dengan harapan dan doa-doa bahagia, oh, laut kita tak akan mati, meski kita timbun dengan berton-ton beton, meski kita gali agar makin dalam, oh, orang-orang tertindas, tindaslah siapa saja dan menarilah dengan gembira, akan kuciptakan hujan bagi negeri yang kering tetapi dibanjiri ini….”

Seperti orang yang birahinya dirangsang oleh kekuatan misterius, orang-orang itu menari, lalu berkejaran seperti anak kecil yang bermain gelembung, tetapi mereka mengejar-ngejar kartu yang menjadi kupu-kupu.

Halaman istana yang indah berubah menjadi hujan kupu-kupu, ya; Si Pesulap Agung, Sang Raja, kini menurunkan keajaiban dari segala keajaiban, mukjizat dari segala mukjizat, hujan kupu-kupu. Yang begitu indah, sampai membuat anak-anak kecil riang menari dan mendadak bisa bicara, membuat orang-orang dewasa berlarian seperti bayi menemukan cara berlari yang menyenangkan, hujan yang membuat sepasang kekasih mengeratkan pelukannya, karena kupu-kupu itu terbang begitu syahdunya. Kupu-kupu itu hinggap sekenanya di tembok cina tepat di depan istana, hinggap di gerbangnya yang besar, dan hinggap di tangan orang-orang yang terus seperti sufi yang mabuk: menari-nari, dan seperti menemukan Tuhannya yang sejati dalam tarian memabukkan itu; tarian anggur, dengan kupu-kupu beterbangan di udara. seolah-olah makrifat ditemukan kembali dalam sahara yang begitu panas dan menusuk dada.

Di tengah pesta hujan kupu-kupu itu, tanpa sadar, Sang Raja kembali bermain sulap angka. Seiring hujan yang makin lama makin deras, harga-harga barang naik terus meninggi. Semakin deras, semakin hebat kenaikannya. Sampai orang-orang kikuk, semua orang  heboh sekali; , angkot seribu perkilo, taksi sepuluh ribu perkilo, ikan asin seratus ribu perkilo, semua yang angka naik, semua yang harga tumbuh tak terkendali, dan orang-orang ada yang heboh, ada yang pura-pura bahagia hujan-hujanan kupu-kupu dari kartu, sementara pasukan kerajaan yang berjaga di gerbang istana berulang-ulang memukuli orang-orang yang sadar dari kegilaan, dan membuatnya kembali percaya bahwa kenyataan adalah kefanaan, dan kefanaan adalah kenyataan yang musti diterima dengan akal sehat sebagai kebenaran!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun