Mohon tunggu...
Vladimir Augustian Simbolon
Vladimir Augustian Simbolon Mohon Tunggu... Sales - Account Executive/Founder/Editor

International Relations enthusiast, numismatic, language learner, and happily connecting with various cultures and the world.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sosok "Bapa Suci" sebagai Nabi, Imam, dan Raja dalam Iman Katolik

9 September 2024   17:34 Diperbarui: 9 September 2024   21:26 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus berdiri di balkon Basilika Santo Petrus | AFP/TIZIANA FABI via KOMPAS.ID

Paus, begitu dipanggilnya, ialah sebutan bagi Uskup Roma, yang secara historis dan hierarkis, memimpin seluruh Uskup di seluruh dunia. Dengan demikian, Paus menjadi kepala seluruh yurisdiksi gerejawi, yang kemudian mengepalai seluruh umat Katolik di seluruh dunia, yang kini mencapai 1,4 milyar jiwa.

Bagi umat Katolik, sosok Paus, atau yang kerap dipanggil secara informal sebagai "Bapa Suci", tentu melekat dan memiliki kesan yang berbeda-beda dan unik di setiap umat beriman Katolik. Sosok ini tentu juga melekat pada diri saya, sebagai seorang Katolik.

Sejak kecil, saya tumbuh dan berkembang dalam berbagai lingkungan Katolik. Pendidikan formal saya, dari TK hingga SMA dihabiskan di lembaga pendidikan di bawah naungan yayasan Katolik. Sebelum sekolah pun, saya rajin ikut sekolah minggu, sebuah sekolah pendalaman iman yang diselenggarakan di paroki-paroki, di mana paroki saya -- Paroki Kedaton - Gereja Santo Yohanes Rasul -- termasuk aktif dalam pengembangan iman umatnya sedari usia belia.

Di lingkungan-lingkungan tersebut, yakni di sekolah dan gereja, kami dengan sangat mudah menemui potret "Bapa Suci". Di sekolah, potret-potretnya mudah ditemui di lorong antar kelas dan di ruang guru, sementara di lingkungan gereja, potretnya dipajang di pastoran, sakristi, hingga ruang-ruang lainnya. 

Sumber: Dok. Pribadi
Sumber: Dok. Pribadi

Saya rasa, tujuan penempatan potret-potret tersebut tentu tidak lepas dari usaha Gereja dalam mengedukasi umatnya mengenai pimpinan gerejawinya, serta secara tidak langsung menegaskan kesatuan umat Katolik di seluruh dunia.

Boleh saya katakan, Bapak saya ialah seorang yang turut aktif dalam kegiatan Gereja. Beliau selama bertahun-tahun menjadi seorang Ketua Lingkungan -- sebuah unit terkecil dalam lingkup hierarki Gereja Katolik -- di paroki saya. Beliau turut antusias dalam mengenalkan saya pada sosok "Bapa Suci" dan turut sedikit banyak mengajarkan sejarah kepausan yang terbentang panjang selama dua ribu tahun. 

Suatu pagi di tahun 2013, ketika baru saja bangun dari tidur, Bapak saya memberitahu secara antusias bahwa sudah terpilih "Bapa Suci" yang baru. 

Sumber: CNS/America Magazine
Sumber: CNS/America Magazine

"Paus Fransiskus namanya, dari Argentina," begitu kata-kata yang kurang lebih diucapkan oleh Bapak saya, setelah semalaman mengikuti proses konklaf yang disiarkan di televisi. 

Sebagai seorang remaja yang baru duduk di bangku SMP, saya sangat excited dengan kabar ini. Berbekal smartphone lama saya dan beberapa gigabytes kuota internet yang saya miliki, saya menelusuri berita-berita seputar Paus baru, dan mengunduh banyak foto-foto perdana Paus Fransiskus. Di waktu itu, momen tersebut menjadi momen yang sangat berkesan dan membahagiakan bagi saya.

Paus Fransiskus, yang saat itu baru terpilih sebagai Paus ke-266 dalam sejarah Gereja Katolik, tentu menjadi "angin segar" bagi umat Katolik di seluruh dunia. 

Setelah diumumkan dari balkon Basilika Santo Petrus di Vatikan dengan frasa ikonik yang amat populer "Habemus papam", beliau tampil dengan gaya yang teramat sederhana, berbanding terbalik dengan para pendahulunya. Tak heran, sebagai Paus pertama dari tarekat Yesuit, beliau sudah terbiasa hidup sangat sederhana, lebih ekstrem ketimbang Imam atau klerus Katolik lainnya. Beliau juga menjadi Paus pertama dari Amerika Latin dan dari belahan bumi bagian Selatan.

Paus Fransiskus cukup menarik perhatian umat Katolik Indonesia, ketika berbagai media yang membagikan latar belakangnya menyebutkan bahwa Ia lahir di sebuah lingkungan kecil di kota Buenos Aires, Argentina, bernama "Flores". Sontak, umat Katolik Indonesia, terkhusus umat Katolik NTT terkejut, karena tempat lahir beliau memiliki kesamaan nama dengan salah satu wilayah basis Katolik terbesar di Indonesia, yaitu Pulau Flores. 

Peranan seorang Paus tentu amat krusial bagi umat Katolik. Sebagai gembala tertinggi, seorang Paus dianggap sebagai seseorang yang dipilih oleh Roh Kudus untuk memimpin Gereja Katolik, meneruskan kepemimpinan Santo Petrus, dan menjadi Wakil Kristus di dunia. 

Oleh karena itu, sebagai seorang Uskup, Paus tetap mengemban tiga tugas utama yakni sebagai Nabi, Imam, dan Raja, namun tidak hanya bagi umat di suatu keuskupan, melainkan bagi seluruh umat Katolik di semua keuskupan yang tersebar di seluruh dunia.

Sebagai Nabi, Paus memiliki tanggung jawab besar untuk mewartakan Injil, membawakan khotbah atau ceramah, dan mengajar moralitas dan iman seluruh umatnya. 

Melalui tugas ini, seorang Paus mengemban amanat untuk meningkatkan spiritualisme umatnya melalui pengajaran yang ia buat, pesan-pesan yang ia sampaikan melalui dokumen-dokumen gerejawi, hingga mengunjungi umatnya yang tersebar di seluruh dunia. Dengan demikian, Paus menjadi seorang "nabi" yang memimpin misi utama Kristiani untuk mengabarkan kabar sukacita Injil ke seluruh dunia.

Sebagai Imam, Paus memiliki tanggung jawab untuk memimpin perayaan Ekaristi, kegiatan-kegiatan keagamaan, tradisi suci dan sebagainya. Dalam kapasitas ini, Paus bertanggung jawab pula dalam menjaga akidah-akidah iman Katolik, menyampaikan homili, serta menjaga jalannya ketetapan-ketetapan gerejawi, terutama ketetapan liturgis. 

Sumber: The Mercury News
Sumber: The Mercury News

Terakhir, sebagai Raja, Paus memiliki tanggung jawab untuk memimpin umatnya. Saya yakin, tentu tidak mudah menjadi pemimpin bagi 1,4 milyar umat. Terlebih, karena pada dasarnya, seorang Paus tidak hanya merupakan seorang kepala Gereja Katolik, namun juga merupakan kepala negara Vatikan. 

Oleh karena itu, seorang Paus -- yang layaknya seorang Raja di sebuah monarki -- memilih para prefek-prefeknya (pejabat Takhta Suci setingkat menteri) untuk membantu pekerjaannya. Di Takhta Suci -- lembaga yang menjalankan administrasi Vatikan dan seluruh umat Katolik -- juga terdapat berbagai dikasteri, komisi, lembaga, dewan dan lain sebagainya untuk membantu kepemimpinan Paus. 

Peran-peran dan tanggung jawab tersebut yang membuat sosok Paus itu menjadi spesial, tidak hanya bagi umat Katolik, namun juga bagi masyarakat global. Tanggapannya pada isu tertentu, sikapnya terhadap permasalahan tertentu bahkan kegiatannya sehari-hari selalu ditunggu banyak pihak dan sering kali dijadikan headline di berbagai media massa. Bagi saya, selalu ada kerinduan dan keinginan di tiap-tiap individu Katolik untuk dapat bertemu secara langsung dengan "Bapa Suci", termasuk saya.  

Semasa perjalanan hidup saya, saya diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan di kota Pisa, Italia. Saat di sana, saya menyempatkan diri saya untuk mengunjungi Vatikan -- pusat kepemimpinan Bapa Suci -- sebanyak dua kali. 

Saya ingat pertama kali saya ke Vatikan pada November 2022, mata saya dibuat terbelalak ketika melihat keindahan Basilika Santo Petrus dari Via della Conciliazione. Teman-teman saya, bahkan yang non-Katolik sekalipun terkagum-kagum dengan keindahan gereja terbesar di dunia tersebut. 

Sumber: Dok. Pribadi
Sumber: Dok. Pribadi

Ketika berjalan menghampirinya, kita dapat merasakan ilusi optik, di mana seakan-akan kubahnya sangat besar dari kejauhan namun kemudian mengecil saat kita berada di dekatnya.

Memasuki Basilika Santo Petrus tentunya menjadi pengalaman spiritual yang tak terlupakan bagi saya. Menengok keindahan setiap sudutnya, berbagai ukiran, lukisan, patung, dan mosaik yang terancang rapi membuat kecantikannya tidak mungkin luput dari memori saya. Di sana, saya juga melihat bagaimana orang-orang mendaraskan doa-doanya -- dalam keheningan -- berkomunikasi dan berceritera pada Tuhan. 

Sumber: Walks in Rome
Sumber: Walks in Rome

Di sebuah basilika mayor lainnya yang sempat saya kunjungi -- masih di Kota Roma -- yakni Basilika Santo Paulus di Luar Tembok, kita dapat dengan mudah menemui seluruh 266 potret Bapa Suci yang pernah memimpin Gereja Katolik. Potret-potret tersebut terpatri indah di interior basilika. 

Mulai dari Santo Petrus, sebagai Paus pertama yang menjabat sekitar tahun 30 Masehi hingga 64 Masehi, hingga Paus Fransiskus yang kini menggantikannya, potretnya terpampang dengan jelas dan tersusun secara kronologis. 

Sungguh! Bagi saya basilika ini merupakan salah satu basilika yang paling teduh, yang sempat membuat saya bergumam "ingin sekali jadi warga paroki basilika ini". 

Pengalaman saya di Vatikan dan Roma tentu menyentuh hati saya untuk bisa bertemu dengan "Bapa Suci". Rasa kerinduan itu muncul tatkala mampu menginjakkan kaki di rumah Bapa Suci tersebut. 

Sangat disayangkan memang, ketika dua kali saya ke Vatikan, Bapa Suci tidak sedang berada di sana. Ketika kunjungan saya kedua kalinya ke sana, Paus Fransiskus bahkan sedang mengadakan perjalanan apostolik ke Bahrain untuk meresmikan sebuah katedral baru di sana. 

Maka, ketika diumumkan secara resmi oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) bahwa Bapa Suci terkonfirmasi akan berkunjung ke Indonesia, semangat kerinduan tersebut muncul kembali, diiringi rasa bangga dan antusias. Bagaimana tidak, setelah terakhir kali Paus (Santo) Yohanes Paulus II mengunjungi Indonesia pada 1989, seorang "Bapa Suci" akhirnya kembali menginjakkan kakinya di Indonesia setelah 35 tahun penantian. 

Puji Tuhan! Tentu saya amat bersyukur boleh ambil bagian dalam Kunjungan "Bapa Suci" Paus Fransiskus di Indonesia kali ini sebagai perwakilan Kompasiana. Sebuah kunjungan historis tentunya! Mendapat kesempatan untuk bertemu beliau tentu mengobati kerinduan saya dan puluhan atau bahkan ratusan ribu umat Katolik lainnya yang berkesempatan bertemu dengan "Bapa Suci" secara langsung. 

Sumber: Dok. Pribadi
Sumber: Dok. Pribadi

Saya sadar, hanya sebagian kecil umat Katolik Indonesia -- termasuk saya-- yang bisa dikatakan "beruntung" dapat berjumpa dan mengikuti perayaan Ekaristi yang dipimpin langsung oleh Bapa Suci. Meski demikian, pengharapannya sungguh jelas, bahwa kedatangan "Bapa Suci" kali ini tentu diharapkan mampu menjadi "lilin" bagi jutaan umat Katolik Indonesia dan seluruh masyarakat, yang tidak hanya menyinari harapan umat beriman, namun membawa kehangatan bagi siapapun yang berada di dekatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun