Mohon tunggu...
Vivi Widya Susanti
Vivi Widya Susanti Mohon Tunggu... Guru - Khairunnas anfa'uhum linnas

Baru Belajar Nulis - Belajar Baru Nulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mewujudkan Generasi Emas, Tanggung Jawab Siapa?

15 September 2022   02:59 Diperbarui: 25 Maret 2023   08:21 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang dapat mereka lakukan saat itu jika hari ini yang mereka ketahui hanyalah dunia fiksi yang 24/7 ada di genggaman mereka. Oke, saya ralat, bukan fiksi, karena untuk sebagian orang semua itu 'nyata'. Sebutlah fantasi. 

Begitu nikmatnya ketika mendengar mereka bercerita, sepulang sekolah bisa langsung rebahan sambil scrolling FYP Tik Tok, reels Instagram, atau YouTube shorts. 

Melihat sekumpulan orang berjoget, seseorang yang menikmati berbagai jenis makanan dengan suara yang berlebihan atau mereka yang merekam perjalanan wisatanya dari satu tempat ke tempat lainnya. 

Bersama anak-anak hebat (Dokumentasi pribadi)
Bersama anak-anak hebat (Dokumentasi pribadi)

Hanya dengan menggerakkan ibu jari, anak-anak ini sudah dapat melihat apa yang terjadi di luar sana, mulai dari tren yang muncul, gaya baru, kosakata baru. Lima menit. Satu jam. Setengah hari. Mereka seolah ikut merasakan apa yang mereka saksikan di layar kaca; di genggaman mereka. Tak beranjak. Acuh dengan sekelilingnya. Terbuai dengan visualisasi algoritma.

Sepertinya ada rasa puas akan banyaknya informasi baru yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui. Bahkan beberapa akan berlomba-lomba jadi yang tercepat untuk meneruskan informasi ini ke teman-temannya atau berlomba-lomba menuliskan komentar sesuka hatinya sesuai dengan kemampuannya mengolah kata. Like, dislike, bahkan hate speech. 

Beberapa bulan setelah tatap muka berjalan sebagian, ada laporan beberapa anak yang setibanya di sekolah terlihat kelelahan, mengantuk, lesu, dan mata sayu berkantung. Setelah dilakukan penelusuran, ternyata mereka semalaman begadang untuk mabar game online.

Apa pelajaran yang kita dapatkan dari fenomena ini?

Selain itu di sekolah, peran bapak dan ibu guru baru-baru ini juga kerap dibanding-bandingkan dengan mesin pencari seperti Google. Harus tahu ini. Harus bisa menjawab itu.

"Wong ko ngene kok dibanding-bandingke.. saing-saingke.. yo mesti kalah..", begitu kata Dik Farel.

Guru sekedar dipandang sebagai sumber informasi. Jika tidak tahu maka disebut kudet (kurang update). Jika kurang update biasanya dianggap gaptek (gagap teknologi). Tidak salah. Tapi perlu disadari, mereka adalah pendidik. 

Sejatinya pendidik adalah orang yang secara sadar membantu mengarahkan dan memberi gambaran kepada peserta didik sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing secara berkesinambungan. Tentu saja cara mengarahkannya akan berbeda-beda, tergantung dari kompetensi yang dimiliki setiap guru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun