“Memangnya kamu siapa?”
“Baiklah. Kita bisa mulai lagi dari awal. Dimulai dengan perkenalan. Kenalin, namaku Edo. Kita dulu satu sekolah di SMK yang sama,” katanya sambil menjulurkan tangan kanannya.
“Aku rasa aku nggak perlu sebut lagi namaku,” jawabku sambil tersenyum padanya. Akupun menyambut uluran tangannya, bersalaman layaknya orang yang baru bertemu.
***
Hari demi hari berlalu seperti biasa di tempat kerja, tidak ada yang istimewa. Namun, entah apa yang mulai meracuni otakku, aku jadi sering memikirkannya. Perlakuannya sangat baik kepadaku. Ia juga sering mengantarkanku pulang, walaupun aku tahu rumahku dan rumahnya tidak searah, malah berlawan. Aku tersenyum memikirkannya. Ah, bahkan memikirkannya saja dapat membuat hatiku berdesir. Apakah aku menyukainya? Aku menggelengkan kepalaku cepat, berusaha mengenyahkan pikiran konyol itu. Aku melafalkan namanya sekali lagi, E-D-O. Kupejamkan mataku dan mencoba mengingat-ingat, apakah ada memori tentangnya yang dapat kuingat. Namun, sakit kepala itu datang lagi. Aku meringis menahan sakit yang luar biasa. Kusandarkan tubuhku di tepi ranjang. Tanganku menggapai sebutir obat yang berada di meja samping ranjang dan segera menelannya dengan air.
30 menit berlalu, namun sakit kepala ini masih belum hilang. Aku setengah mati menahan sakit kepala ini. Kenapa ini harus terjadi padaku ya, Tuhan? Apa salahnya bila aku ingin mengingat masa lalu? Apa salahnya bila aku ingin mengingat tentang dia? Air mataku menetes.
Di gelap malam yang penuh emosi
Aku berharap kau kan hadir di sini
Tuk mengisi kekosongan hati nan sunyi
Tuk menghapus rasa rindu yang mulai menghantui
***