Tapi ya mau bagaimana lagi, toh itu pilihan terakhir. Lagi pula, waktu sudah mepet dan mau tidak mau harus terima. Ya daku, manut wae sama si bapak. Karena dia yang bawa dan dia yang menentukan perjalanan. Istilahnya dia kan guide-ku gitu. Hehe
Sembari menunggu keberangkatan, kami cari makan dulu lah. Biar tidak kelaparan saat di perjalanan yang cukup panjang. Biar praktis, kami makan di kedai-kedai yang ada di terminal. Ibu penjualnya sangat ramah, makanan kita ambil sendiri dengan nasi sepuasnya. Setelah selesai makan, yaampun, harganya murah sekali booooo.. Di Jakarta mana ada harga makanan dengan porsi besar dan komplit sementara harganya murah sekali.
Setelah selesai makan, rasa was-was dan cemas masih belum juga hilang. Bahkan, semakin bertambah! Jantungku rasanya berdegup sangat kencang sampai aku terbatuk-batuk. Engap rasanya. Sebentar menghilang, sebentar muncul kembali dan sangat menganggu. Si bapak mulai khawatir, takutnya daku sakit atau kenapa-kenapa. Maklum, daku punya riwayat autoimun dan memang odapus. Tapi aku yakin, ini bukan karena sakit. FIX!
BUS YANG ANEH!
Waktu keberangkatan tinggal menghitung menit. Kami segera siap siaga menuju petugas bus. Sang kernet bertanya ke mana kita akan pergi dan meminta tiket yang sudah dibeli. Saat si bapak tanya tempat bagasi untuk menyimpan tas yang besar, eh si kernet bilang "Taro di dalam aja mas, di belakangnya. Gausah dimasukin bagasi".
Hmm.. sempat merasa aneh sih, karena saat pesan bus D*mri tas langsung dimasukkan ke dalam bagasi. Ya, kami positif thinking saja dan tidak ada pikiran macam-macam. Malah kami berpikir, untuk memudahkan penumpang ketika ingin mengambil sesuatu di dalam tas. Atau karena bagasinya sudah penuh. Â Akhirnya, si tas besar kami simpan di dekat kursi belakang. Sementara barang-barang penting, kami masukkan ke dalam tas kecil yang selalu ditenteng si bapak.
Di tas kecil itu masuk dompetku dan dompetnya, kamera baruku, hape, kue juga coklat, serta uang-uang recehan sisa kembalian. Setelah semua penumpang naik, bus pun mulai melaju. Ternyata, si bus "bersinar dan berjaya" ini tidak langsung masuk tol. Dia menggunakan jalan umum biasa. Dari Wonosobo, sampai Purwokerto, seingatku. Karena kebanyakan tidur. Hehe
Sampai daerah Prupuk, bus berhenti untuk beristirahat. Kami pun keluar, karena mulai merasa lapar dan cari makanan. Ternyata, rest area yang didatangi adalah khusus untuk bus-bus tersebut. Hanya ada resto dan mini market kecil. Kami pun makanlah di resto tersebut. Tentu harganya jauh dengan harga makan di terminal. Lauk ayam dan satu tumisan seharga Rp 20.000. Mahal, pikirku. Hehehe
Semuanya masih aman terkendali. Tapi perasaan tidak enak, masih bermunculan dan dirasakan. Pikiranku saat itu cuma satu, "Takut terjadi apa-apa, seperti kecelakaan". Apalagi sebelumnya si bus yang kami tumpangi sudah jebol kecelakaan. Berputar-putarlah di situ pikiranku. Tapi si bapak selalu hadir untuk menenangkan, hihihi.
MASIH BELUM SADAR
OK GUYS! Setelah makan, kami sangat mengantuk dan langsung tertidur sangat pulas. Bahkan, saat aku terbangun itu sudah di kilometer 77. Wow, lama sekali aku tertidur. Biasanya aku sering terbangun sebentar-sebentar, tidak sepulas ini. Begitu pun si bapak, yang juga jarang tertidur lama saat di perjalanan. Aku berpikir, mungkin karena capek dan enak habis makan kekenyangan. Oke lah, tidak kupikirkan.