Dalam kehidupan, senja selalu dikaitkan dengan sebuah momen ketika matahari akan segera terbenam. Di mana cakrawala mulai menguning bersiluet jingga di antara mega-mega, di mana itu merupakan fase perpindahan antara terang yang akan digantikan oleh gelapnya malam. Dan senja pun merupakan sebuah tanda bahwa matahari harus berganti dengan bulan.
Namun dalam cerpen yang dibuat oleh Seno ini, pembaca digiring untuk menerka-nerka apa sebenarnya senja yang dimaksud oleh Seno. Sampai-sampai sang tokoh “aku” memotong senja dan rela memperjuangkan hidupnya untuk memberikan sepotong senja itu pada Alina, kekasihnya.
Dari situ penulis cerpen sungguh membuat pembaca terbuai oleh senja. Di mana Senja dalam cerpen ini bersifat surealistik, yaitu lebih mengarah pada aspek bawah sadar manusia dan nonrasional atau di luar realitas kenyataan. Lihat kutipan berikut:
...
Maka kupotong senja itu sebelum terlambat, kukerat pada empat sisi lantas kumasukkan ke dalam saku. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku bisa memberikannya padamu.
...
Dalam realitas kehidupan, senja tidak bisa dipotongdan dimasukkan dalam saku. Namun, Seno dalam cerpennya ini menganggap bahwa itu sebagai hal yang masuk akal.
Ketika aku meninggalkan pantai itu, kulihat orang-orang datangberbondongbondong. Ternyata mereka menjadi gempar karena senja telah hilang. Kulihat cakrawala itu berlubang sebesar kartu pos.
Alina sayang,
Semua ini telah terjadi dan kejadiannya akan tetap seperti itu. Aku telah sampai ke mobil ketika di antara kerumunan itu kulihat seseorang menunjuk-nunjuk ke arahku.
“Dia yang mengambil senja itu! Saya lihat dia mengambil senja itu!”