Mohon tunggu...
Vivi Nurwida
Vivi Nurwida Mohon Tunggu... Lainnya - Mom of 4, mompreneur, penulis, pengemban dakwah yang semoga Allah ridai setiap langkahnya.

Menulis untuk menggambarkan sempurnanya Islam

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bencana Terjang Berbagai Wilayah, Saatnya Muhasabah

13 Desember 2024   13:36 Diperbarui: 13 Desember 2024   13:36 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai bencana seperti banjir, longsor, gempa bumi, pergeseran tanah, dan sebagainya seringkali menerjang berbagai wilayah di Indonesia. Bencana ini mengakibatkan kerugian materil maupun non materil. Banyak orang harus menanggung rusaknya berbagai perabotan, rumah dan bangunan roboh, hingga kehilangan anggota keluarganya.

Kabupaten Sukabumi sedang dilanda bencana alam mulai dari banjir, longsor, hingga pergerakan tanah. Hingga selasa, 10 Desember 2024, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin mengatakan jumlah desa yang terdampak banjir di Sukabumi semakin meluas. Kini, terdapat 176 desa terendam banjir, dan terdapat 10 orang meninggal dunia akibat bencana ini (idntimes, 11-12-2024).

Banjir juga terjadi di wilayah Pandeglang. Banjir yang disebabkan oleh luapan Sungai Cilemer yang terjadi sejak Senin (2/12) tersebut merendam pemukiman warga setinggi 1-2,5 meter. Akibatnya, akses jalan warga menjadi terbatas dan sebanyak 202 warga harus mengungsi ke posko darurat (kumparan, 5-12-2024).

Bencana pergerakan tanah yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat, semakin meluas di 15 kecamatan dan kemungkinan masih bertambah (cnnindonesia, 07-05-2024).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan seluruh daerah yang ada di Pulau Jawa masih harus bersiaga menghadapi potensi bencana alam yang dapat ditimbulkan akibat peningkatan intensitas hujan hingga awal 2025 (antaranews, 9-12-2024).

Indonesia Rawan Bencana

Dilansir dari situs bnbp.co.id, secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera - Jawa - Nusa Tenggara - Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagiannya didominasi oleh rawa-rawa.

Kondisi ini mengakibatkan Indonesia sangat berpotensi sekaligus rawan terjadi bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, tsunami, dan tanah longsor. Data juga menunjukkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat jika dibandingkan tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Saatnya Muhasabah

Tentu kita semua berduka atas bencana yang menimpa saudara-saudara kita di berbagai wilayah negeri. Semoga Allah melimpahkan kesabaran bagi para korban. Empati, doa, dukungan baik moril maupun materil bisa kita berikan kepada para korban.

Banjir, longsor, pergeseran tanah dan segala bentuk bencana alam tersebut adalah bencana yang terjadi karena kehendak Allah SWT, artinya terjadi atas ketetapan Allah. Maka sikap kita sebagai seorang muslim yang pertama adalah rida terkait dengan ketetapan-Nya. Boleh jadi ujian yang menimpa seorang Muslim akan meningkatkan keimanan dan derajatnya di hadapan Allah.

Selain itu, sudah saatnya kita melakukan muhasabah bersama. Seharusnya kita bisa mengambil pelajaran dari fakta dan data bahwa Indonesia sangat rawan terjadi bencana.

Pelajaran yang harus kita ambil, dengan kondisi alam yang sedemikian rupa, maka kita harus bersahabat dengan alam, tidak merusak alam, juga memposisikan alam agar senantiasa asri. Jika ada kebutuhan dengan alam, maka kita mengambil sesuai dengan kadar kebutuhan kita, tidak sampai merusaknya.

Kita juga harus menyampaikan terkait bagaimana seharusnya sikap pemimpin untuk menanggulangi bencana. Karena seorang pemimpin adalah orang yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.

Mitigasi Seadanya

Dengan kondisi yang rawan bencana, pemerintah sebagai pemangku kebijakan semestinya secara totalitas dalam mitigasi bencana dengan serangkaian kebijakan yang bisa diambil. Agar korban tidak bertambah dalam jumlah besar, juga bagaimana kesiapan terkait prediksi adanya bencana dan ketika menghadapi bencana susulan.

Makin luasnya titik kejadian dan bertambahnya jumlah korban sejatinya cukup untuk menggambarkan bahwa mitigasi yang dilakukan pemerintah benar-benar ala kadarnya, tidak sebagaimana seharusnya.

Fakta di lapangan juga menunjukan bahwa pemerintah lebih lambat bergerak, justru teman-teman dari berbagai ormas bersama masyarakat yang maju terdepan untuk menanggulangi bencana, sedang pemerintah selalu di belakang, karena menunggu anggaran operasional turun.

Dengan kondisi Indonesia yang rawan terjadi bencana ini, ternyata anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk mitigasi bencana hanyalah sekitar 1,8 triliun rupiah pada tahun 2024, jika dibandingkan dengan anggaran pembangunan ibu kota baru yang realisasinya mencapai 18,9 triliun per 31 Agustus 2024.

Padahal, dapat kita lihat yang mana pembangunan ibu kota baru ini tidaklah genting, atau tidak sampai mengancam nyawa. Artinya peran pemerintah minim dalam upaya menyelamatkan masyarakat dari bencana.

Buah Penerapan Sistem Kapitalisme

Tidak dimungkiri berbagai bencana yang menimpa berbagai wilayah adalah akibat rusaknya lingkungan, semisal banjir dan longsor. Namun, mirisnya hal ini dianggap terjadi hanya karena masyarakat suka membuang sampah sembarangan, atau terjadinya perubahan iklim.

Padahal, sebenarnya ada masalah besar yang seharusnya menjadi perhatian, namun luput. Misalnya, masalah industrialisasi yang tidak dibarengi dengan pengolahan limbah yang benar, dapat mengakibatkan tercemarnya sungai-sungai. Bahkan pemukiman yang dibangun oleh sejumlah oligarki tak jarang justru membuat air hujan tidak dapat meresap ke tanah dengan baik.

Begitu juga dengan deforestasi yang nyatanya justru mengakibatkan bencana. Semua ini sejatinya merupakan akibat penerapan kebijakan kapitalistik yang diterapkan di negeri ini.

Kerusakan alam yang terjadi rupanya bukan hanya semata-mata karena kesalahan individu, ternyata lebih dari itu penerapan sistem kehidupan yang salah lah yang menjadi akar masalah bencana sering terjadi.

Penerapan sistem kapitalisme, menjadikan segala cara ditempuh untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya materi tanpa peduli halal dan haram, bahkan sampai mengorbankan alam dan masyarakat. Para pemilik modal besar dengan mudah mendapatkan izin untuk mengeksploitasi kekayaan alam.

Sudah semestinya penyelesaian kerusakan alam tidak berfokus pada solusi individu saja, seperti membuang sampah pada tempatnya. Lebih dari itu, dibutuhkan sistem terbaik yang harus diemban negara untuk membuat kebijakan pengelolaan alam dengan seimbang.

Cara Islam Mengatasi Bencana

Negara yang menerapkan ideologi Islam adalah negara yang terdepan dalam teknologi penanganan musibah. Meskipun kita tahu, terjadinya musibah tidak dapat dipastikan oleh manusia, sebab merupakan kehendak Allah. Namun, ada ranah ikhtiar yang semestinya diusahakan agar tidak menimbulkan dampak yang besar, atau jatuhnya banyak korban.

Negara akan senantiasa berusaha menjadi garda terdepan dalam melayani masyarakat, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. Hal ini disandarkan pada sabda Rasulullah saw.:"Imam atas manusia adalah pengurus rakyat dan dia dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya" (HR al-Bukhari).

Pada masanya dahulu negara Islam yang menerapkan Islam secara kafah, khalifah sebagai kepala negara bertindak tegas dalam kegiatan mitigasi bencana dalam hal pembangunan infrastruktur. Khalifah menunjuk para ahli untuk menetapkan standar bangunan, dimulai dari material terbaik untuk membangun suatu bangunan, agar ketika terjadi bencana, semisal digoncang oleh gempa akan tetap stabil, kalaupun ada kerusakan, tidak begitu signifikan.

Negara Islam juga menyediakan alokasi anggaran yang ditetapkan berdasarkan penilaian para ahli, baik mengenai potensi bencana yang terjadi di suatu wilayah atau kerugian yang mungkin akan dirasakan ketika terjadinya bencana. Anggaran diambilkan dari kas baitul mal, dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang berkorelasi dengan sistem politiknya.

Penerapan sistem ekonomi Islam juga akan menjadikan kepemilikan SDAE yang terkategori sebagai milik umum akan dikelola untuk kemaslahatan rakyat. Air, hutan, sungai, danau, laut adalah milik rakyat (umum).

Diperlukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi eksploitasi lingkungan yang akan berdampak pada rusaknya alam. Negara yang menerapkan Islam secara kafah, tidak akan memberikan izin kepada pihak swasta/asing untuk mengeksploitasi alam sebagaimana yang terjadi pada sistem kapitalisme hari ini.

Bencana memang tidak bisa kita hindari, tapi setidaknya kita bisa mengidentifikasinya kemudian mengatasinya dengan menyusun program-program untuk mengantisipasinya, sehingga dampaknya tidak berkelanjutan.

Negara yang menerapkan Islam kafah ini juga akan memberikan sanksi tegas kepada siapapun yang merusak lingkungan. Dalam pandangan Islam, kejahatan merusak alam terkategori jarimah takzir yang jenis hukumannya diserahkan pada penguasa atau kadi.

Hukumannya dapat berupa hukuman dera, pengasingan, penjara, penyitaan harta, dan sebagainya. Hukumannya disesuaikan dengan kadar kerusakan yang telah dilakukan pelaku pengrusakan tersebut.

Allah Swt. telah mengingatkan kita dalam QS Ar-Ruum ayat 41 yang artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".

Sudah saatnya kita melakukan muhasabah, bahwa bencana yang terjadi di berbagai wilayah bukan terjadi karena kesalahan individu, tapi juga buah penerapan sistem yang salah.

Sudah semestinya kita mencampakkan sistem kapitalisme yang telah merusak alam, menimbulkan bencana dan memakan banyak korban. Saatnya kita memperjuangkan sistem yang mampu memberikan kemaslahatan bagi semua, dengan penerapan Islam secara kafah.

Wallahu a'lam bisshowab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun