Aku, Kamu dan Buku Itu
Mata dan jariku bergerak menelusuri deretan buku di rak bernomor 031-010 itu. Dari kanan ke kiri, dari atas ke bawah. Sekali, hingga tiga kali. Aku yakin aku tak melewatkannya. Buku yang kucari benar-benar tidak ada. Baru dua hari lalu aku melihatnya. Tiba-tiba aku merasa menyesal tak langsung meminjamnya, malah lebih memilih meminjam buku lain.
Kuhela nafas satu lepasan. hingga aku tiba di loket peminjaman. Ketika sedang menyertakan buku-buku yang akan kupinnam, persis di sebelahku berdiri seorang lelaki yang sedang menunggu petugas
Ah, buku itu!
"Maaf, Mas, itu bukunya mau dipinjam atau dikembalikan?"
Lelaki itu menoleh ke arahku. "Oh ini, mau saya kembalikan. Mbak mau pinjam?" sebelum sempat menjawab, ia melanjutkan "Nih pinjam aja. Masa pinjam saya masuk seminggu lebih kok."
"Ah, masa pinjam atas nama orang yang baru kukenal?" sergahku dalam hati. Beruntung aku masih bisa menahan untuk tak menyuarakannya.
Aku langsung  teringat  prosedur peminjaman di perpustakaan ini memang gampang-gampang sulit. Yang jelas begitu buku sudah dikembalikan, tak bisa langsung dipinjam, harus lewat bagian pemeriksaan.Â
Tanpa pikir panjang aku mengiyakan. Yang pasti sekarang aku butuh buku itu.
"Oke deh, Mas. Saya ambil."
Tiba-tiba aku teringat drama melankolis tentang muda mudi yang bertemu di perpustakaan dan bertukar nomor telepon.
"Sudah, ya, Mbak." Beruntung Mbak petugas bersuara sebelum pikiranku makin ngawur.
Setahun berselang, lelaki yang meminjamkan buku itu berdiri di hadapanku, di pesta pernikahanku.Â
"Ini buku yang setahun lalu kamu pinjam. Sebagai hadiah pernikahanmu."