Kemudian akan diberikan Medali ksatria. Resmilah ia menjadi seorang ksatria. Anak-anak tentunya senang sekali.
Dan karena TU Delf ini adalah universitas, maka yang mengajarkan dalam workshop tersebut adalah mahasiswa/mahasiswinya. Salah satunya adalah cara mengekstrak DNA sendiri, yang ternyata cukup mudah dilakukan. Kumur dengan air garam.Â
Hasil kumuran (yang sekarang mengandung sel mulut) tampung di gelas dan berikan sabun cuci piring yang berguna untuk membuka sel tadi dan melepaskan DNA ke air garam.Â
Di gelas lain (yang bening), tambahkan isopropyl alcohol dan pewarna makanan. Tuang larutan alcohol ke larutan air garam secara perlahan sehingga membentuk lapisan di atas air garam. Tunggu beberapa menit, dan voila! DNA bisa terlihat. DNA ini kemudian dipindahkan ke botol kecil dan boleh dibawa pulang.
Belanda sangat serius dalam penerapan konsep ramah anak. Mereka mencoba menerapkannya di berbagai tempat. Dengan cara yang menyenangkan, anak-anak diperkenalkan, diajarkan hal-hal baru.Â
Hal-hal yang sepertinya "berat"dan sulit. Belajar tentang Teknik Escher atau tentang karya Vincent van Gogh menjadi mudah. Sebagaimana kita tahu bahwa belajar melalui pengalaman, akan lebih teringat dibanding hanya membaca atau dijelaskan.
Tak heran anak-anak di Belanda merupakan anak-anak yang paling bahagia di dunia (berdasarkan data dari Unicef pada tahun 2017). Dan tak hanya bahagia, tetapi juga cerdas dan kreatif.Â
Berdasarkan skor IQ, Belanda menempati posisi ke-8 di dunia (sumber 1) dan Belanda menduduki peringkat ke-3 dari daftar negara paling inovatif di dunia yang menghasilkan dan memiliki banyak paten (sumber 2 )
Sungguh konsep ramah anak yang holistik. Semoga apa yang dilakukan di Belanda dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.