Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Child Friendly ala Belanda, Jadikan Anak Belanda Paling Bahagia di Dunia

19 Juni 2020   12:36 Diperbarui: 20 Juni 2020   01:15 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berjalan-jalan Bersama keluarga tentunya menyenangkan. Bagi yang memiliki anak-anak, saat mencari akomodasi tentunya suka memastikan apakah tempat tersebut "child friendly", terutama untuk beberapa negara yang beberapa hotelnya mempunyai peraturan tidak memperbolehkan tamu anak-anak. 

Child friendly atau dalam Bahasa Indonesia disebut "Ramah Anak", label ini banyak digunakan oleh hotel atau restoran. 

Ramah anak sendiri berdasarkan kamus oxford diartikan sebagai "sesuatu yang cocok untuk anak-anak, yang dirancang dengan berdasarkan dan menyesuaikan dengan kebutuhan, minat atau keselamatan anak". 

Hotel yang ramah anak, misalnya akan memiliki fasilitas atau aktivitas yang mengakomodir kebutuhan seorang anak, seperti taman bermain, atau menyediakan aktivitas yang sesuai dengan anak. 

Demikian juga dengan restoran yang ramah anak. Restoran ini akan mempunyai menu yang cocok dengan selera anak-anak, peralatan makan yang sesuai untuk anak, dan juga mau menerima "bisingnya" anak-anak.

Di Belanda, konsep ramah anak ini diterapkan lebih jauh lagi. Museum misalnya. Museum-museum di Belanda umumnya sangat ramah anak. Museum biasanya terkesan membosankan, terutama bagi anak, karena biasanya hanya bisa melihat display, tak boleh menyentuh, dan sebagainya. 

Di Belanda, museum-museum berusaha dibuat semenarik mungkin. Menarik tak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga untuk anak-anak. Banyak yang menyediakan aktivitas khusus untuk anak, bahkan untuk museum sekaliber Vincent van Gogh Museum, yang dinobatkan sebagai salah satu museum terbaik di dunia. 

Anak dapat mengikuti "perburuan harta karun". Tentunya bukan harta karun betulan. Namun mencoba mencari hal-hal yang berhubungan dengan karya Vincent van Gogh. 

Pastinya bila anak mengikuti aktivitas ini, ia akan tahu tentang karya Vincent van Gogh yang berjudul "The Potato Eater", karena salah satu tugasnya adalah mencari "benda" yang ada di lukisan tersebut. 

Bila semua yang diminta di buku perburuan harta karun dapat dijawab, maka anak dapat menukarnya dengan hadiah. Senang pastinya. Atau anak juga bisa mengikuti workshop melukis di museum yang berada di Amsterdam ini, dengan harga terjangkau. 

Tentunya dengan mendaftar terlebih dulu untuk memastikan dapat tempat.

Relativity| Sumber: dokpri
Relativity| Sumber: dokpri
Salah satu museum lainnya yang juga ramah anak adalah Escher in Het Paleis. Museum yang berada di Den Haag ini didedikasikan untuk M.C. Escher, seorang artis grafis ternama di dunia yang berasal dari Belanda. 

Ia terkenal akan keunikannya bermain dengan perspektif dan ruang, yang dapat dilihat pada salah satu mahakaryanya, "Relativity". 

Tergolong museum yang "serius", namun museum ini mencoba membuatnya menarik bagi anak, dengan membuat display yang interaktif. Yang paling mengasyikkan dari museum ini, adalah adanya aktivitas bagi anak untuk belajar tentang teknik linoleum. 

Salah satu teknik yang digunakan Escher dalam menghasilkan karya-karyanya. Linoleum adalah Teknik mencetak, dimana sebuah desain ditorehkan di lembar linoleum menggunakan alat (seperti pisau atau pahat), kemudian lembar yang sudah dipahat diberi tinta dengan menggunakan roller, kemudian ditempelkan di kertas atau kain. Sehingga desain yang tercetak adalah bagian yang tidak terpahat, dikenal dengan sebutan mirror image.

Belajar teknik Linocut|Sumber: dokpri
Belajar teknik Linocut|Sumber: dokpri
Bila museum yang "serius" saja bisa menjadi menarik bagi anak, bayangkan dengan museum sains dan teknologi yang tentunya sangat bisa dibuat interaktif dan menarik bagi anak. Seperti Nemo Science Museum di Amsterdam. 

Di museum ini, anak bisa mencoba segala eksperimen yang berkaitan dengan sains dan teknologi. Anak bisa belajar tentang bunyi, tentang cahaya. 

Anak bisa membuat bubble besar yang mengelilingi tubuhnya. Menjadi ilmuwan, lengkap memakai jas dan kacamata yang biasanya dipakai bila ilmuwan sedang berada di laboratorium, melakukan eksperimen yang berhubungan dengan keseharian, seperti menyelidiki mengapa mencuci itu perlu memakai sabun. Atau belajar cara membuat bendungan. 

Belanda yang terkenal akan keahliannya menata air (mengingat negaranya yang berada di bawah permukaan air), memperkenalkan konsep bendungan dengan cara yang interaktif. Seharian di museum ini rasanya tak cukup untuk mencoba semuanya.

Berada di dalam bubble|Sumber: dokpri
Berada di dalam bubble|Sumber: dokpri
Tak hanya museum, kastil-kastil di Belanda juga memiliki cara untuk menarik dan secara tak langsung memberikan informasi kepada anak. Di Kastil Muiderslot misalnya, anak akan diberikan peta, dan ditugaskan untuk mencari apa yang tertulis di peta. 

Anak akan menjelajah kastil dan membaca informasi untuk menyelesaikan tugasnya. Bila selesai, sang anak akan "dilantik" menjadi ksatria. 

Sesuai dengan prosesi pelantikan ksatria jaman dulu, sang anak akan diminta berlutut, dan petugas kastil, yang kali ini berperan sebagai ratu/raja, akan menggunakan pedang (tentunya bukan pedang asli) dan mengetukkan pedang ini ke bahu kanan dan kiri si anak. 

Kemudian akan diberikan Medali ksatria. Resmilah ia menjadi seorang ksatria. Anak-anak tentunya senang sekali.

Pelantikan menjadi ksatria|Sumber: dokpri
Pelantikan menjadi ksatria|Sumber: dokpri
Universitas juga tak ketinggalan. Contohnya di TU Delft (Delft Univerity of Technology) disediakan berbagai workshop untuk anak dengan berbagai pilihan kelompok usia. 

Dan karena TU Delf ini adalah universitas, maka yang mengajarkan dalam workshop tersebut adalah mahasiswa/mahasiswinya. Salah satunya adalah cara mengekstrak DNA sendiri, yang ternyata cukup mudah dilakukan. Kumur dengan air garam. 

Hasil kumuran (yang sekarang mengandung sel mulut) tampung di gelas dan berikan sabun cuci piring yang berguna untuk membuka sel tadi dan melepaskan DNA ke air garam. 

Di gelas lain (yang bening), tambahkan isopropyl alcohol dan pewarna makanan. Tuang larutan alcohol ke larutan air garam secara perlahan sehingga membentuk lapisan di atas air garam. Tunggu beberapa menit, dan voila! DNA bisa terlihat. DNA ini kemudian dipindahkan ke botol kecil dan boleh dibawa pulang.

Hasil workshop ekstrak DNA
Hasil workshop ekstrak DNA

Belanda sangat serius dalam penerapan konsep ramah anak. Mereka mencoba menerapkannya di berbagai tempat. Dengan cara yang menyenangkan, anak-anak diperkenalkan, diajarkan hal-hal baru. 

Hal-hal yang sepertinya "berat"dan sulit. Belajar tentang Teknik Escher atau tentang karya Vincent van Gogh menjadi mudah. Sebagaimana kita tahu bahwa belajar melalui pengalaman, akan lebih teringat dibanding hanya membaca atau dijelaskan.

Tak heran anak-anak di Belanda merupakan anak-anak yang paling bahagia di dunia (berdasarkan data dari Unicef pada tahun 2017). Dan tak hanya bahagia, tetapi juga cerdas dan kreatif. 

Berdasarkan skor IQ, Belanda menempati posisi ke-8 di dunia (sumber 1) dan Belanda menduduki peringkat ke-3 dari daftar negara paling inovatif di dunia yang menghasilkan dan memiliki banyak paten (sumber 2 )

Sungguh konsep ramah anak yang holistik. Semoga apa yang dilakukan di Belanda dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.

Dan bagi bagi yang ingin berwisata ke Belanda bersama keluarga, tempat-tempat tersebut bisa dicoba. Sehingga acara jalan-jalan kita pun menjadi acara jalan-jalan yang ramah anak. Tak sekedar berburu tempat indah instagrammable, kuliner terkenal, ataupun souvenir untuk oleh-oleh.

Catatan:

Sumber 1: 

Sumber 2: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun