Mohon tunggu...
Mauraqsha
Mauraqsha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Staff Biasa di Aviasi.com

Penggemar Aviasi namun terjun di Pariwisata, berlayar pilihan pertama untuk liburan, homestay dan farmstay piihan pertama untuk penginapan.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Sejarah dan Perkembangan Flight Information Region (FIR)

1 Februari 2022   15:44 Diperbarui: 1 Februari 2022   20:30 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan PICAO Pertama (sumber: icao.int)

Beberapa artikel dan pendapat sudah banyak dikemukakan pada media online akhir akhir ini mengenai kerjasama yang dlakukan oleh Indonesia dan Singapore berupa penyesuaian FIR Singapore.

Penulis pun sudah menulis di Kompasiana namun tanpa menyertakan definsi dan tujuan dari FIR itu setidaknya perkembangannya mulai dari penetapan FIR di seluruh dunia oleh Badan Aviasi Sipil Dunia atau ICAO.

Namun atas dasar kecintaan penulis terhadap aviasi dan sejarah membuat penulis menjelajahi waktu untuk mengetahui secara mendalam tentang FIR ini.

Beberapa artikel di berita online banyak yang membahas tentang kerjasama antara Indonesia dan Singapore baru baru ini tentang FIR, persoalan timbul karena penggunaan kata pengambil alihan , bukannya penyesuaian atau re-alignment serta menyinggung masalah kedaulatan utamanya kedaulatan udara (air sovereignty).

Mari kita mulai menjelajahi waktu..

Cikal bakal FIR ini dapat merujuk pada Pertemuan 1 dari Provisional International Civil Aviation Organization (PICAO) di Dublin, Irlandia dari tanggal 4-27 Maret 1946, PICAO adalah bentukan dari hasil Konvesi Chicago tentang Penerbangan Sipil Dunia yang dihadiri oleh 52 negara saat itu.

PICAO dibentuk sebagai badan yang bersifat sementara sebelum semua Negara peserta Konvesi Chicago meratiifikasi Konvesi Chicago tersebut dan mulai bekerja dan mengadakan pertemuan sejak pembentukannya pada tahun 1945 hingga akhirnya pada tanggal 4 April 1947 nama PICAO dirubah menjadi ICAO.

Pada sesi pertama pertemuan Komite Navigasi Udara atau Committee on Air Navigation pada tanggal 2 Oktober 1945, PICAO menentukan 10 region penerbangan di seluruh dunia yang meliputi North Atlantic, European-Mediterranean, Middle East, Caribbean, South East Asia, South Atlantic, North Pacific, South American, dan African-Indian Ocean.

Namun pada tahun 1952 pada sesi ke 16 pertemuan ICAO pada tanggal 15 Mei 1952 jumlah ini menjadi 8 region dengan penggabungan North dan South Pacific serta South American dan South Atlantic.  

Pembagian region ini menjadi solusi dari permasalah teknis navigasi penerbangan di seluruh dunia dengan dibentuknya organisasi Regional yang dikenal dengan Regional Route Service Organization (RRSO) yang kemudian dirubah menjadi Regional Air Navigation (RAN) dengan kantor pada masing masing region.

Sejak itu, Regional Air Navigation melakukan beberapa pertemuan yang terbagi atas beberapa komite yaitu komite Meteorology, Aerodromes, Ground Aids dan Search And Rescue.

Keempat komite inilah yang menjadi komponen penting dalam Flight Information Region yaitu penyediaan jasa pada meteorology (cuaca), Aerodromes (lapangan udara), Ground Aids (bantuan di darat) dan Search and Rescue (Pencarian dan Penyelematan).

Jumlah Region ini dalam perkembangan bertambah pula seiring dengan pembentukan negara negara baru dan hasil dari de-colonization seperti yang kita lihat saat ini.

Flight Informaton Region atau FIR merupakan bagian atau region dari wilayah udara yang menyediakan Flight Information Services (FIS) dan Alerting Services (ALRS) melalui Air Traffic Services atau Pelayanan Jasa Penerbangan.

Flight Information Services atau FIS adalah berupa informasi yang tersedia bagi semua pesawat yang berada dan akan masuk sebuah FIR untuk memastikan keselamatan penerbangan, informasi berupa informasi cuaca, informasi lokasi aerodrome dan informasi lainnya yang dapat membahayakan penerbangan.

Sedangkan Alerting Services atau ALRS adalah layanan yang disediakan oleh penyedia jasa penerbangan pada FIR untuk memberitahu kepada pihak pihak terkait bilamana ada pesawat yang memerlukan bantuan pencarian dan penyelematan (Search and Rescue).

Untuk lebih menyederhanakan kita untuk memahaminya bisa dikatakan bahwa FIR bertujuan untuk lebih memudahkan penyedia jasa penerbangan atau Air Trafic dengan membagi nya melalui region yang lebih kecil luasnya dalam memberikan pelayanan kepada para penggunanya, dalam hal ini para operator pesawat sehingga apabila misalnya terjadi distress pada sebuah pesawat, maka pihak penyedia control udara dimana pesawat itu berada dapat memberikan bantuan lebih cepat, oleh karena itu FIR tidak berdasar pada batas Negara seperti FIR di Negara Negara Eropa.

Misalnya bila terjadi sesuatu pada pesawat di Natuna, maka phak Singapore yang akan lebih cepat untuk memberitahu pihak pihak tertentu, sebaliknya bila ada pesawat Singapore yang mengalami masalah di atas selat sunda, maka FIR Jakarta lah dimana pesawat tersebut akan memberikan bantuan, bukan FIR Sngapore.

FIR adalah divisi paling besar dalam manajemen Air Traffic, dibawah nya ada sektor sektor, ukuran FIR dapat bervariasi dari satu Negara ke Negara lain, Indonesia memiliki dua FIR yaitu FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang sedangkan untuk Negara yang memiliki luas kecil maka biasanya hanya memiliki satu FIR.

FIR Ujung Pandang berbatasan dengan FIR Manila dan FIR Kinabalu sedangkan FIR Jakarta berbatasan dengan Melbourne FIR Australia.

Sedangkan FIR Singapore terdiri dari sektor A,B dan C yang mencakup beberapa area wilayah teritori Indonesia yaitu Batam di sektor A, Tanjung Pinang dan Karimun di sektor B dan Natuna di sektor C.

Khusus untuk sektor C juga pernah dipermasalahkan oleh Malaysia sehingga kini sektor C dikontrol oleh Singapore untuk ketinggian diatas 24,500 feet dan untuk diatas itu di control oleh Malaysia.

Ukuran FIR dapat bervariasi, maka tidak lah heran jika luas FIR tidak mempresentasikan batas wilayah antar Negara namun lebih kepada pertimbangan keselamatan penerbangan yang sudah ditentukan oleh ICAO pada tahun 1946.  

Jika pada sisi financial utamanya fee dari penggunaan jasa penerbangan pada semua VOR atau VHF Omnidirectional Radio Range yang ada pada sebuah FIR inilah yang menjadi perdebatan selama ini karena fee dari penggunaan VOR dalam pengaturan pada Regional Air Navigation Services atau RANS  yang wilayah udara Indonesia berada pada FIR Singapore.

Mengutip dari sebuah artikel di kompas com, Kedutaan Besar Singapura pernah menanggapi hal ini atas sebuah artikel di kompas.com dan menyatakan bahwa Singapura mengumpulkan biaya RANS atas nama Indonesia, lalu biaya tersebut kami setorkan secara penuh kepada Direktorat-Jenderal Perhubungan Udara (DJPU) Indonesia, dikurangi biaya transfer antar bank yang standar.

Kedaulatan Udara

Pihak Indonesia sudah beberapa kali mengajukan pengaturan sektor sektor pada FIR Singapore ini namun belum berhasil hingga perkembangan terakhir ini yang menyesuaikan FIR Singapore.

Dasar yang digunakan kita adalah kedaulatan udara sebagai bagian dari Kedaualatan Negara walau ICAO sendiri juga mendifinisikan kedaulatan udara secara universal yaitu Pasal 1 pada Konvensi Chicago dimana disebutkan bahwa The Contracting States recognize that every State has complete and exclusive sovereignity over its airspace and its territory.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah kedaulatan udara sebuah Negara dan bila mendefinskan kedaulatan udara, kita bisa mengartikan kedaulatan udara sebagai kewenangan sebuah Negara atas wilayah udaranya serta menerapkan hukum hukum aviasi pada wilayah udaranya.

Indonesia sudah berdaulat menerapkan hukum diatas wilayah udaranya melalui UU no.1 tahun 2009 tentang Penerbangan serta Peraturan Pemerintah no.4 tahun 2018, sehinga jelas kita sudah berdaulat sebagai negara.

Pada hasil pertemuan ICAO ke-6 di Montreal, Kanada dari tanggal 18-22 Maret 2013 dirumuskan bahwa Kedaulatan Negara merupakan prinsip yang sangat mendasar dalam hukum Internasional, namun sering dikaitkan pada hal hal yang berkaitan dengan politik, sedangkan pada aviasi, kedaulatan merujuk pada kepemilikan wilayah udaranya, dalam artian bahwa sebuah Negara dapat menerapkan, mengatur dan menguatkan hukum pada wilayah udara nasionalnya, ini merujuk pada definisi dari Kedaulatan Udara atau Air Sovereignity.

Akan tetapi pada pelayanan navigasi udara, dibutuhkan kelancaran yang berdasarkan kemampuan global dalam manajemen ke wilayah udara an serta atas pertimbangan utama yaitu keselamatan penerbangan, ketimbang batas Negara.

Pada appendix M point 1 hasil pertemuan tersebut juga di tegaskan kembali mengena hal hal yang berkaitan dengan pelayanan jasa penerbangan atau Air Traffic Services dimana disebutkan The Limits of ATS airspace, whether over States' Territories or over the high seas, shall be established on the basis of technical and operational consideration with the aim of ensuring safety and optimizing efficiency and economy for both provders and users of the services.

Batas Pelayanan Trafik Udara baik itu diatas teritori negara Negara atau diatas perairan/laut harus dilakukan atas dasar pertimbangan teknikal dan operasional untuk memastikan keselamatan dan memaksimumkan efisiensi dan ekonomi untuk penyedia dan pengguna layanan.

Sehingga dari sisi Pedoman Aviasi Sipil Dunia, kedaulatan dimaknai sama yaitu sebagai prinsip yang sangat mendasar dalam hukum Internasional, namun dalam mengatur ruang udara pada wilayah udara diatas teritori sebuah Negara atau di atas perairan/laut pada yang memberikan pelayanan jasa penerbangan, maka hal tersebut tidak berdasarkan batas Negara melainkan dengan pertmbangan keselamatan dan efisiensi baik untuk penyedia jasa (pihak control) dan pengguna (maskapai dan operator pesawat lainnya).

Badan Aviasi Sipil Dunia menentukan FIR diseluruh dunia pada tahun 1946, bila kita merujuk pada tahun tersebut maka pendelegasian sektor sektor pada wilayah Indonesia ini adalah kepada Negara Inggris yang masih menjadikan wilayah Singapore sebagai FIR, karena Singapore baru menjadi Negara yang berdaulat pada tahun 1965 melalui beberapa tahapan mulai dari Self Governance pada tahun 1959 serta Perjanjian dengan Malaysia pada tahun 1963 tentang Pembentukan Federation of Malaysia yang membentuk Negara Malaysia dimana Singapore tidak dimasukkan.

Mengutip dari website setkab.go.id perjanjian tentang penyesuaian FIR Singapore ini mencakup perairan Kepulauan Riau dan Natuna yang akan masuk ke FIR Jakarta namun detilnya seperti apa memang kita harus menunggu secara visual kerjasama yang sudah ditandatangani itu alias tersedia untuk publik.

Manajemen Air Tarffic akan selalu berkaitan dengan teknologi yang digunakan serta kemampuan penyedia dalam menyediakan layanan tersebut dan karena saat ditentukannya sektor ABC pada FIR Singapore, pihak ICAO mendelegasikannya kepada Singapore atas dasar pertimbangan keselamatan penerbangan.

Oleh karena alasan tersebut diatas maka kita harus memilki dan menguasai dan memilki keahlian (SDM) teknologi terkini untuk agar dinilai sanggup untuk mengontrol kembali sektor sektor yang masih di control oleh Singapore.

Itulah yang seharusnya kita persiapkan, jika mempermasalahkan kedaulatan yang sudah jelas dari semua pihak sudah memahami betul apa itu makna dari Kedaulatan bagi setiap Negara, hanya akan menghabiskan energi kita.

Referensi :

Nol Satu  Dua Tiga Empat Lima Enam

Tujuh Delapan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun