Mohon tunggu...
Virginia Tampubolon
Virginia Tampubolon Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 Fakultas Hukum UPN "Veteran" Jakarta

Hobi saya adalah membaca buku, terlebih lagi buku yang membahas mengenai permasalahan kesenjangan sosial dan permasalahan negara.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bagaimana Pandangan Hukum Islam Tentang Hadhanah Anak Setelah Putusan Perceraian?

5 Mei 2024   07:29 Diperbarui: 7 Mei 2024   08:47 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

4. Memiliki kemampuan untuk mendidik anak;

5. Wanita itu belum kawin setelah dicerai oleh suaminya;

6. Wanita itu harus mahram atau muhrim dari anak tersebut;

7. Pengasuh itu tidak mengasuh anak tersebut dengan marah dan kebencian;

8. Apabila anak itu masih dalam usia menyusu pada pengasuhnya, tapi air susunya tidak ada atau ia enggan menyusukan anak itu, maka ia tidak berhak menjadi pengasuh anak itu.

  • Syarat dari pihak ayah:

1. Pengasuh harus mahram dari anak tersebut, dikwatirkan apabila anakitu wanita cantik dan berusia 7 tahun, ditakutkan akan menimbulkanfitnah antara pengasuh dengan anak yang diasuh; 

2. Pengasuh harus didampingi oleh wanita lain dalam mengasuh anak tesebut seperti ibu, bibi, atau istri dari laki-laki tersebut, alasannya seorang laki-laki tidak mempunyai kesabaran untuk mengurus anak tersebut, berbeda dengan kaum perempuan.

D. Dasar Kompilasi Hukum Islam Tentang Hadhanah

Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, dalam hal terjadinya perceraian bahwa: "Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, sedangkan yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya dengan biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya".

Mengenai pemeliharaan anak, Kompilasi Hukum Islam memberikan pengaturan sebagaimana yang terdapat dalam bab XIV Pasal 98 yaitu:

  • Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan;
  • Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan;
  • Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.

Memperhatikan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa kepentingan pembinaan anak dari hadhinnya (pengasuhnya) memang tidak dapat dibatasi mengingat kebutuhan anak-anak harus dipenuhi. Untuk itu, bagi pengasuh anak (hadhin) harus pula terlebih dahulu dilengkapi keterampilan dari berbagai masalah yang menyangkut dengan hubungan psikologi anak yang selalu berkembang setiap saat. Hal ini penting, karena hadhin mempunyai peranan penting dalam membentuk sikap dan prilaku anak. Walaupun, yang lebih berhak mendapatkan hak asuh (hadhin) adalah pihak istri, namun pihak ayah juga ikut serta dalam kehidupan anak setelah perceraian dengan membantunya dalam biaya hadhanah anak mencangkup biaya pendidikan, kesehatan, rohani dan kebutuhan lainnya yang dibutuhkan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun