"Tidak. Hatimu sangat butuh teman untuk menemanimu dan membantumu. Tapi mulutmu berkata hal yang sebaliknya."
Mengapa Shifa berbicara seperti itu.Â
"Ceritakan semua masalahmu yang bisa membuatmu jadi seperti ini. Aku akan mencoba untuk membantumu secara perlahan."
"Mengapa kau datang-datang seolah-olah aku adalah orang yang sedang banyak masalah. Memangnya kamu benar-benar tahu jika aku punya masalah?"
Shifa diam. Mungkin pertanyaanku kali ini bisa membuatnya benar-benar bungkam.
"Aku punya mata dan juga perasaan. Aku bisa melihat dan merasakan bahwa ada sesuatu terjadi padamu sehingga membuatmu seperti ini. Benarkan?." Tanya Shifa seperti meremehkan.
Sial. Bagaimana dia bisa tahu.Â
"Baiklah jika kamu tidak mau menceritakan semuanya dengan jelas. Tapi dengarkan perkataanku ini. Semua orang itu berbeda. Tidak semua orang memiliki sifat dan karakter yang sama seperti yang kau bayangkan. Jika masalahmu tentang fisik, ingat perkataanku tadi. Semua irang berbeda dan punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jika mau merasa kamu memiliki banyak kekurangan, tutuplah dengan kelebihan yang kamu punya. Jika itu soal visual, kamu akan terlihat cantik jika kamu sendiri juga merasa dirimu cantik. Jadi, kau harus percaya diri dan merasa bahwa diri kamu cantik. Dengarkan dan pikirkan semua perkataanku. Aku ingin sekali melihat dirimu yang sesungguhnya. Tolong tunjukan itu pada dunia."
Ucapan Shifa benar-benar menamparku. Semua ini adalah masalah fisik dan kekayaan. Teman-teman SMA ku dulu membuatku seperti ini. Aku sangat berteman baik dengan mereka, tapi mereka juga yang membuatku buruk. Semenjak perekonomian keluargaku merosot, mereka satu persatu mengatakan hal buruk tentangku. Ada yang mengatakan aku jelek, miskin, tidak berguna, dan masih banyak lagi. Itu membuatku sangat amat sakit. Aku merasa semua orang didunia ini juga akan mengatakan hal sama seperti teman-temanku dulu terhadapku.Â
Hingga akhirnya aku masuk ke Universitas. Disana justru aku merasa semakin terjatuh. Melihat kenyataan dan kehidupan seorang mahasiswa yang sangat amat warna-warni. Aku selalu menarik diriku untuk tidak menyatu dengan mereka. Karena semakin bersatu, aku akan semakin jatuh sangat dalam. Itu alasan mengapa aku berubah. Aku membiarkan rasa minderku menggerogoti ku tanpa ada usaha dari diriku untuk melawannya.Â
Namun, tiba-tiba ada sosok yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya masuk kedalam hidupku. Shifa menamparku dengan kata-katanya padahal dia tidak tahu persis masalah yang aku alami. Mulutku berkata aku akan terus seperti ini, tapi hatiku merasa sesak seperti ingin keluar dari kehidupan ini.Â