"Kok bengong!, gak pulang mas?" Ucap Bilqis yang melihat Iyan hanya bengong ke arahnya.
"Eh..eh gak Qis. Ini mau pulang tapi banku bocor". Sahut Iyan dengan suara gagap yang menandakan dirinya grogi.
"Lah, terus? Di sini nunggu siapa?"
Bilqis yang bertanya kepada Iyan karena dia hanya berdiri seperti menunggu seseorang.
"Ini nunggu teman jemput"
Jawaban kebohongan hati Iyan menutupi seseorang lain yang juga mempunyai rasa di hatinya. Mungkin ini kesalahan, tapi terlihat lumrah bagi seseorang yang berambisi pada hasrat memiliki dua cinta.
"Mending bareng aku, mumpung aku bawa motor sendiri" tawar Bilqis untuk memberinya tumpangan.
Bahagia?, pasti karena sebuah kesempatan hadir untuk rasa ini bisa tumbuh bersama Bilqis. Tapi keterlanjuran Iyan menghubungi Fida membuat Iyan kebingungan setengah mati untuk memilih diantara dua pilihan sulit.
Apa boleh buat, keputusan harus di ambil Iyan, sebuah keputusan yang baginya benar dengan mempertimbangkan berbagai aspek terutama aspek logika bukan hati.
"Selalu diam dan bengong!".
Sahutan Bilqis yang melihat Iyan hanya bengong, tak menjawab tawaranya.