"Kenapa tadi naik bus, Tut?. Kan naik motor enak" tanyaku, penasaran tentang tadi.
"Aku gak boleh bawa motor, Yan. Kalau pulang balik ke rumah" jawab Putut sedikit malu.
"Oalah. Anak mama kamu, Bos!, hehehe" Jawabku tertawa mendengar jawaban Putut yang gak boleh bawa motor.
Kami menikmati ngopi siang ini, melanjutkan obrolan rencana kita mendaki di Lawu dan bahasan akan perkuliahan. Putut memintaku mengerjakan tugas makalah untul tambahan nilainya nanti malam.
Aku pun mengiyakan karena selama ini memang Putut banyak meminta tolong kepadaku kalau masalah tugas kuliah dan ia juga sering memberiku upah atau menolong dalam materi.
Kopi kami telah abis, gorengan tempe pun habis kita makan berdua, Putut mengajak ke rumahnya berjalan kaki kembali ke depan gang kita masuk tadi.
"Jalan kaki, Bos?" Tanyaku yang sudah capek tadi berdiri dalam bus.
"Iya, yan. Rumahku seberang jalan raya, depan gang tadi kita masuk" jawab Putut, menunjuk rumahnya dengan tangan.
Rumah mewah yang ku lihat, luas dengan garasi bus yang cukup untuk dua bus dan di tambah dengan gudang slep tempat penggilingan padi. Pantes saja, Putut sering mentraktirku makan ketika di kontrakkan. Bahkan tak jarang memberiku uang saat selesai mengerjakan tugas kuliahnya, ternyata Putut anak orang kaya.
Kami sudah masuk gerbang rumah Putut, bertemu mamanya, dengan perawakkan gemuk yang sedang duduk di kursi balai depan rumah. Aku meberi salam kepada mamanya sembari memperkenalkan namaku, tak lupa juga Putut meminta izin kepada mamanya kalau aku menginap di rumahnya.
Kami langsung pergi ke kamar Putut setelah pamit kepada mamanya. Kamar yang besar bak kamar hotel, penuh fasilitas baik itu pendingin ruangan (AC), sound sistem, televisi dan juga Playstation (PS). Jauh timpang mirip kesenjangan ekonomi dengan kamarku di rumah yang kecil tanpa fasilitas.
Aku beristirahat, tiduran di kasur empuk mengingat tubuh penat akan kelelahan perlu untuk di istirahatkan. Sementara Putut keluar mengambil makanan.