Mentari menyapa dengan cahaya, embun tetesan air membasahi daun, Ku rasa dingin membelenggu ragaku, aku terbangun dari mimpiku yang aneh itu.
Pagi ini aku telat bangun untuk sholat, pikiran dan hati masih memikirkan akan mimpi itu. Aku hanya duduk bersandar dengan tubuh yang belum sedikitpun tersentuh air, tak lupa ku nyalakan rokok sebagai teman rasa takut yang ada dibenakku. Perasaanku memang kacau pagi ini, rasa yang terus menghantuiku karena kejadian yang aku alami semalam dan mimpi aneh itu.
Bayu dan Putut masih tertidur pulas, mereka tidur seperti biasa tanpa ada perasaan aneh di hati mereka. Seakan bau menyan semalam dari kamar RD tak menjadikan mereka takut dan berfikir macam-macam.
"Kenapa hanya aku yang mengalami kejadian aneh setelah merencanakan pendakian ke gunung Lawu?" Pikirku, yang terus-menerus bertanya.
Surya sudah mulai meninggi, aku bangunkan mereka dari tidur lelapnya.
"Tut, Le, ayok bangun. Sudah siang ini!" Perintahku ke mereka untuk bangun dan segera mandi.
"Jam berapa ini, Yan?" Tanya Putut, yang sudah membuka mata namun nyawa belum penuh terkumpul.
"Jam sembilan, Tut. Buruan bangun, ayok langsung ke Madiun biar gak kesiangan" jawabku, menyuruh Putut mandi agar tidak kesiangan pulang ke Madiun.
Mereka pun bangun dari tidurnya, Putut lebih dulu mandi, sementara Bayu duduk denganku menghisap rokok. Mandi kita memang harus bergantian, mengingat kamar mandi di kontrakkan hanya satu.
"Kamu gak heran, Yan! dengan bau menyan di kamarnya RD?. Anak itu sedang ritual apa ya?" Tanya Bayu, yang juga ternyata bingung akan bau menyan semalam dari kamar RD.
"Heran, Le!. Tapi sudah jangan suudzon dan berfikir aneh-aneh. RD kan juga teman satu angkatan, satu jurusan dan satu kontrakkan kita" jawabku, meminta Bayu untuk tidak suudzon dulu.
Asik kami mengobrol, datang Putut yang sudah selesai mandi. Selanjutnya giliran Bayu mandi, sementara aku tetap menghisap batang rokok yang ketiga keluar kamar, Putut berganti pakaian untuk bersiap pulang ke Madiun bersamaku.
Satu batang rokok terakhir habis aku hisap, bayu juga selesai mandi, ini waktunya aku mandi. Aku pergi ke kamarku mengambil handuk lebih dulu, mencari-cari ternyata handukku sudah aku masukkan di paling bawah tas carer. Terpaksa aku mandi dengan mengambil salah satu handuk yang ada di tempat penjemuran samping kamar mandi.
Sudah biasa seperti itu, anak mahasiswa perantauan yang selalu bergantian, hanya urusan dalamen dan wanita yang tak bergantian karena kuatnya ikatan oleh rasa seperjuangan dan penderitaan.
Saat hendak masuk pintu kamar mandi, terdengar suara gaduh "gubrakkkk" dari bangunan belakang rumah. Seperti ada yang membanting kaleng.
"Mungkin itu Bayu, menjatuhkan barang. Bayu kan tadi habis mandi lamgsung ke kamarnya" pikirku, yang mencoba mengabaikan suara itu.
Aku sudah mau masuk kamar mandi, hendak menutup pintu, tatapanku kosong melihat Bayu ternyata berada di tempat jemuran samping kamar mandi. Â Memang tempat jemuran baju bisa dilihat melalui pintu kamar mandi jika sedang terbuka.
"Lantas suara siapa tadi membanting kaleng di bangunan belakang??" Pikirku yang heran dan penasaran.
Aku mencoba memberanikan diri pergi melihat, rasa penasaran yang besar telah mengabaikan rasa takutku.
"Mau kemana, Yan?, gak jadi mandi tah?" Tanya Bayu yang melihatku keluar kamar mandi menuju bangunan belakang.
"Mandi, Le. Tapi bentar, aku mau ke kamar atas bangunan belakang" jawabku sambil melangkah kecil ke bangunan belakang.
"Ada apa, Yan kesana?" Tanya Bayu, heran melihatku pergi menuju ke bangunan belakang.
"Gak apa-apa, Le. Cuman mau ambil sikat kamar mandi kemarin aku lihat disana" jawabku membohongi Bayu.
Bayu ternyata tak mendengar suara tadi, suara seperti orang membanting kaleng. Ada apa ini?, kenapa hanya aku yang mendengar suara itu, pikirku sembari berjalan menuju bangunan belakang.
Aku sampai di tangga, menaikkinya dengan pelan sembari mengamati sekeliling. Saat sudah berada di ujung anak tangga lantai atas, tak ku lihat apapun juga, semua barang masih tertata rapi pada tempatnya. Suara apa tadi?, Apa hanya pendengaranku yang tidak jelas?, apapun itu, sudah lah, aku mandi dulu.
Saat hendak mau turun, perasaanku aneh seolah ada yang mengamatiku. Aku coba melirik samping kanan, kiri, tak ku lihat apa-apa. Ku tengok belakang juga gak ada apa-apa. Mungkin hanya perasaanku, yang terus melanjutkan turun. Namun di pertengahan anak tangga, tiba-tiba mataku melirik ke atas atap bangunan mengikuti insting perasaan yang tidak enak, ku lihat sosok hitam yang tadi malam ku lihat.
Sosok hitam itu bergelantungan di atas atap bangunan belakang yang tak tertutup plafon. Kali ini nampak jelas bulu hitam legam menutupi tubuhnya. Wajahnya seperti babi hutan dengan taring panjang seakan-akan mau memasangku, ternyata itu memang genderuwo. Ini masih pagi, sinar mentari masih hangat, kenapa makhluk itu bisa muncul pikirku sejenak terpaku, berdiam melihat ke depan.
Wajahku pucat pasi, hilang semua ingatan akan doa mengusir setan, hanya bisa membaca semampunya. Aku berlari kencang menuruni tangga menuju kembali ke bangunan depan ke kamar Putut.
"Kenapa, Yan?" Tanya mereka, Putut dan Bayu berbarengan karena melihatku lari tergopoh-gopoh.
"Ada genderuwo, Tut, Le" teriakku, dengan nafas yang tersengal-sengal karena berlari kencang.
"Walah, aneh-aneh ae, Yan. Siang gini ada genderuwo" sahut Bayu menyangkal apa yang aku lihat.
"Kalau gak percaya, ayo kita lihat di bangunan belakang" pintaku kepada mereka yang gak percaya.
Kami bertiga pergi ke bangunan belakang, menaikki anak tangga menuju kamar atas. Memang tak nampak apapun di sana. Semuanya masih rapi tertata pada tempatnya. Hanya ada sandal berserahkan karena tertendang olehku saat lari.
"Gak ada apa-apa kan, Yan" ucap Bayu menyangkal apa yang aku lihat tadi.
"Tenan, Le. Di atas tadi aku melihat" ucapku menyakinkan Bayu atas apa yang ku lihat.
"Sudah-sudah ayo turun. Kamu buruan mandi, Yan. Sudah siang ini" sahut Putut memintaku segera mandi karena waktu sudah siang.
Aneh memang, kenapa hanya aku yang selalu ditampakkan genderuwo itu sejak semalam?, pertanyaan yang terus aku pikirkan dari sejak kami turun kembali ke bangunan depan.
Kami bertiga turun, Putut dan Bayu kembali ke kamar Putut untuk sekedar ngobrol ringan masalah perkuliahan, menungguku selesai mandi. Bayu sudah siap dengan tasnya di kamar Putut untuk pulang kembali ke kediri, memang nanti jalan kami searah jadi kami bertiga akan berangkat pulang bersama. Sementara aku lagi mandi, membersihkan diri dengan wajah yang masih nampak pucat dan takut.
Semuanya telah siap, akupun sudah selesai mandi dan membawa tasku ke kamar Putut. Tak lupa ku kunci seluruh pintu rumah kontrakkan agar tak ada maling masuk. Motor juga sudah siap untuk dikendarai di depan.
"Kamu ikut ke Madiun, Yan?" Tanya Bayu yang melihatku di bonceng Putut.
"Iya, Le. Ikut Putut aku. Liburan disana sekalian nanti langsung ke gunung Lawu" jawabku kepada Bayu.
Kami pergi mengendari motor ke arah Kota Batu karena rute perjalanannya memang melewatinya. Baru pertama aku ke Kota Madiun, Kota Gadis, bukan karena banyak gadisnya daripada prianya tapi lebih kepada slogan Kota yang merupakan singkatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H