Di perjalanan, Vian hanya bisa berdoa atas kesehatan ayahnya sambil memikirkan jalan gimana ia bisa mendapatkan uang untuk biaya ke rumah sakit. Ia terus mencoba menghubungi lagi teman-temannya untuk meminjam uang, sampai akhirnya ia teringat Alif.
Vian pun mengirim pesan singkat untuk meminjam uang kepada Alif namun pesan itu belum dibalas Alif. Ia terus menunggu balasan dari Alif, sampai tak terasa mereka telah sampai di klinik Prima Husada.
Vian dan Pak Fery mendorong brankar tempat ayahnya tidur keluar ambulan untuk masuk ke dalam klinik. Brankar itu telah masuk ke klinik, menuju unit gawat darurat. Dokter dan perawat pun datang untuk memeriksa keadaan ayahnya, kemudian dokter meminta ayahnya untuk dirawat inapkan karena kondisinya tidak memungkinkan untuk rawat jalan.
Vian pun bergegas mengurusi proses rawat inap menuju ke bagian administrasi klinik. Sampai di bagian administrasi, dilihatnya ada Vida yang hari ini masuk kerja.
"Mas Vian, siapa yang sakit?" Tanya Vida.
"Ayah, Vid. Jantungnya kumat." Jawab Vian dengan wajah sedih.
"Innalillahi., Ini mas, mau ngurus rawat inap?, Ada asuransi kesehatan?" Tanya Vida.
"Iya, Vid. Ini ada asuransi kesehatan ayah. Tapi uangku sekarang cuman tinggal seratus ribu" jawab Vian sambil memberikan kartu asuransi.
"Oke, mas. Tidak apa-apa karena bayarnya nanti. Ini saya proses mas dan lihat nilai pertanggungannya. Oh ya, mas bukannya ada test kerja?" Tanya Vida sembari menginput data.
"Iya, Vid. Aku kayaknya tidak ikut test hari ini" jawab Vian.
"Mas, berangkat aja. Ini ayah biar aku yang bantu urus dan jaga di sini. Sayangkan kalau tidak ikut test, mumpung masih jam delapan kurang lima belas menit sekarang" ucap Vida kepada Vian.